Minggu, 30 Desember 2007

Bom Bunuh Diri Bukan Jihad (resensi atas buku jihad terindah)

Oleh: H Muhtadi Muntaha Lc/Penulis Buku “Jihad Terindah” dan “Kolonel Noer Ali”

Bom bunuh diri hukumnya haram. Ini harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Agama apa pun di muka bumi ini tidak ada yang mentolelir seseorang membunuh dirinya sendiri, terlebih lagi diri orang lain. Agak aneh kalau aksi bom bunuh diri dijadikan jalan untuk mencapai gelar mujahid fi sabilillah (Pejuang Allah).
Pertanyaannya sekarang, apakah sikap tegas ini sudah cukup untuk memerangi tindak terorisme? Pastikah diri ini akan terbebas dari bayang-bayang ancaman bom paska kematian Doktor Azahari, Misno, Salik Firdaus, Aip Hidayat dan penangkapan Abu Dujana cs.? Tidak inginkah kita mencari faktor “X” di balik sikap nekat pelaku bom bunuh diri yang sudah banyak memakan korban jiwa? Percayalah bahwa al-wiqayah khairun minal ilaj, mencegah lebih baik dari mengobati.
Atas segala pertanyaan di atas, novel bertajuk Jihad Terindah laiak hadir untuk menyingkapnya sekaligus mencarikan solusi yang tepat, bijak dan bermartabat dalam upaya memberantas tindakan brutal sekelompok orang di negeri ini, dengan mengingatkan mereka bahwa bom bunuh diri tidak ada dalam kamus jihad, setebal dan selengkap apa pun kamusnya.
Jihad Terindah ditulis oleh Ben Thayyeb Anwar Layu, mantan Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) dan Wakil Sekretaris ICMI Orsat Damaskus. Selain soal terorisme, penulis juga menyajikan berbagai problem hukum islam terkini di tengah-tengah masyarakat, seperti pro kontra pemakaian sitr (cadar penutup wajah wanita), musik gambus yang dianggap sebagai musik islami, legalisasi judi hingga ke persoalan ringan seperti hukum mencaplok sepotong daging ayam yang tidak disembelih dengan tata cara islam. Ada kesan kuat bahwa penulis ingin mendorong pembacanya agar selalu mengedepankan toleransi beragama yang diterjemahkan sebagai jihad paling indah di muka bumi ini.
Jihad, seperti yang ditulis cucu dari Pahlawan Nasional Republik Indonesia KH Noer Alie ini mengerahkan segala upaya untuk meninggikan kalimat Allah dan menegakkan masyarakat islam yang ditempuh melalui tiga tahapan; dakwah secara damai dengan mempersiapkan diri menghadapi tantangan dan ujian berat, melakukan perang defensif (membalas kekuatan dengan kekuatan), dan qital (perang) melawan siapa pun yang menghalangi penegakan masyarakat islam, yang berlandaskan Al-Quran surat al-Hajj ayat 39; “Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka (hlm. 222).
Dengan adanya tiga tahapan di atas, maka terhapuslah pendapat banyak orang yang membagi jihad ke dalam perang defensif dan ofensif, karena syariah jihad dilegalkan bukan atas dasar dua hal tersebut. Ia muncul karena kebutuhan pengakuan masyarakat islam pada sistem dan prinsip-prinsip islam (substantif), dan bukan bersifat simbolik (legalitas syariat). Maka terhapus pula pendapat sekelompok orang yang menganggap bom bunuh diri sebagai sebuah jihad. Sebab bagaimana bisa dikatakan jihad kalau syariat islam saja tidak wajib dilegalkan ke dalam undang-undang sebuah negara.
Jihad hanyalah implementasi dari kewajiban amar ma’ruf nahi munkar (kepekaan sosial) yang merupakan tanggung jawab setiap manusia terhadap sesama untuk membebaskan diri dari siksa abadi di hari kiamat. Jihad bukan berlatar belakang kedengkian dan dendam kesumat lalu membunuhi rakyat sipil. Hal ini pernah dialami sendiri oleh Rasulullah Saw. sesaat setelah kembali dari pengepungan kota Thaif. Kala itu sebagian sahabat memintanya agar berdoa untuk kehancuran musuh namun beliau malah berdoa agar Allah memberi hidayah kepada mereka, legowo memeluk islam. Sikap Rasulullah ini memberi sinyal kuat bagi umat islam bahwa seseorang dilarang berdoa kecuali doa tercurahkannya hidayah, keselamatan dan perbaikan untuk orang lain. (hlm. 227). Bahwa islam anti tindak kekerasan meski cuma sebatas mengeluarkan sumpah serapah di depan musuh. Islam sangat menjunjung tinggi etika politik dan konsisten mendukung upaya perdamaian di muka bumi. Sikap bijak inilah yang dahulu mendapat tempat di hati penduduk kota Madinah yang secara suka rela menyatakan masuk islam di hadapan Nabi Muhammad.
Metode dakwah ala Rasulullah tadi semestinya diikuti oleh seluruh umat islam. Sebab perjuangan (jihad) dengan menempuh cara-cara damai (silmiyyah) lebih diutamakan ketimbang jalan peperangan (qital). Dengan kata lain, ultimatum untuk berperang baru akan berlaku setelah melalui proses yang teramat panjang. Dan itu pun tidak bisa dilakukan hanya karena perasaan dendam terhadap musuh atau nekat ingin menghabisi nyawa anak-anak dan kaum wanita tak berdosa.
Terkait soal terorisme global, Jihad Terindah menyoroti kiprah Muhammad bin Usamah bin Ladin alias Osama bin Laden. Apa motifnya membenci Amerika yang dulu dibelanya mati-matian sewaktu melawan Uni Soviet di Afganistan? Benarkah miliarder Arab Saudi itu berjuang untuk islam ataukah hanya karena kehilangan posisi di Afganistan? Sepak terjang mendiang Saddam Husein juga tak luput dari sorotan. Presiden Irak terguling ini ditempatkan sebagai salah seorang mantan “kolega dekat” Amerika saat berperang melawan Iran pada dekade tahun 80-an, yang dalam sekejap berubah menjadi seteru abadi Amerika dan sekutunya.
Rasanya kurang afdol membahas masalah terorisme tanpa menyebut Amerika dan Israel di dalamnya. Novel ini menuding dua negara ini sebagai biang kerok yang telah memicu kebencian dan perlawanan terbuka dari berbagai kelompok di dunia. Amerika digugat atas segala sikap arogansinya. Sifatnya yang selalu mau tahu urusan negara lain. Di Palestina, Bush enggan mengakui pemerintahan Hamas yang nyata-nyata didukung rakyat lewat pemilu demokratis. Ini dilakukan semata-mata ingin melindungi kepentingan Israel yang jelas-jelas menjajah Palestina. Sedangkan dalam masalah Afganistan, Bush diberondong pertanyaan-pertanyaan kritis; “Mengapa Amerika menyerang rezim Taliban di Afganistan hanya karena tuduhan menyembunyikan Osama dan pengekangan hak-hak wanita? Mengapa Bush tidak menempuh jalan dialog yang panjang seperti dengan Korea Utara? Kenapa dia begitu bernafsu menghabisi Taliban yang berakibat jatuhnya ribuan korban jiwa, termasuk di antaranya anak-anak dan kaum perempuan tak berdosa? Apa hanya karena Taliban susah dikendalikan ataukah karena Bush ingin mengeruk kekayaan alam Afganistan saja?”
Sementara dalam kasus mendiang Saddam Husein, penulis novel ini memprediksi bakal berlangsung perang saudara tak berkesudahan antara kelompok sunni-syiah di Irak jika Saddam Husein dihukum gantung. Pertumpahan darah akibat perang berkepanjangan akan terjadi (hlm. 230). Terang saja, “penerawangan” penulis ternyata benar-benar terjadi. Kita tahu bahwa di Irak kini memang masih berlangsung “kiamat kecil” berupa aksi kekerasan dan bom bubuh diri paska eksekusi mati Saddam Husein.
Selain menyoal terorisme global, Jihad Terindah menyajikan juga sepak terjang para teroris rekrutan Noordin Moh.Top dan mendiang Doktor Azahari Husin seperti Misno, Salik Firdaus dan Aip Hidayat (anak-anak negeri yang menjadi eksekutor bom Bali II). Kelompok ini, oleh penulis dianggap sebagai komunitas yang tidak sabar menghadapi tantangan zaman dan realitas hidup (yaaisiin). Karena begitu gampang mereka menghabisi nyawanya dan nyawa orang lain dengan dalih panggilan jihad melawan Amerika dan sekutunya (hlm. 234). Bahkan saking “mangkel”nya terhadap Noordin Moh.Top dan mendiang Doktor Azahari, penulis menuding “ustaz-ustaz” asal Malaysia ini sebagai pejuang yang curang. Alasannya karena mereka tidak melakukan aksi bom bunuh diri di Malaysia. Padahal Malaysia setali tiga uang dengan Indonesia, yaitu dua negara yang tidak secara implisit memakai hukum islam sebagai dasar negara, dan sama-sama berhubungan baik dengan Amerika cs.. Lalu kenapa mereka mengekspresikan keyakinan yang aneh di negara kita?
Ada banyak hal yang dikemukakan dalam novel ini terkait sebab-sebab kemunculan pelaku teroris lewat aksi bom bunuh diri. Salah satunya adalah sistem intelijen negara yang dianggap tidak bekerja optimal. Penulis juga memfokuskan bahasan seputar “borok” agen Yahudi, yang menurutnya turut “punya saham” dalam “mencetak” para ekskutor bom bunuh diri di belahan dunia. Penulis lantas memaparkan secara panjang lebar sejarah penghianatan bangsa Yahudi sejak zaman Nabi Muhammad. Bangsa Yahudi, menurut penulis adalah bangsa yang identik dengan perilaku onar, teror dan kerap mengkhianati Rasulullah. Padahal Nabi begitu setia memegang butir-butir perjanjian damai dengan mereka.
Dalam novel ini terkuak satu per satu daftar bangsa Yahudi yang melakukan penghianatan, berikut isi penghianatannya. Lantas bagaimanakah Nabi menghadapinya? Apakah beliau menghunus pedang dan membunuh mereka? Jawabannya ada di novel setebal 273 halaman ini.

Berdialog Dengan Teroris
Novel ini mungkin dicap terlalu mengada-ada oleh para penegak hukum (Polisi) di negeri ini. Soalnya kita memang belum pernah mendengar ada perwira polisi yang mau berdialog dengan pelaku teroris seperti yang digagas penulis novel ini. Selama ini kita hanya mendengar tentang strategi pihak kepolisian dalam upaya menggagalkan rencana aksi teroris dan bagaimana cara menangkapnya.
Novel ini bisa menjadi alternatif bagi pihak kepolisian untuk mengubah paradigma dalam menghadapi aksi teroris. Tak cukup hanya mengandalkan “kehebatan” Tim Densus 88 Anti Teror yang dibentuk dengan biaya besar itu. Kapolri perlu mencari terobosan baru dengan menempuh cara-cara persuasif seperti melakukan dialog dengan pelaku, tersangka dan “calon” tersangka teroris.
Kalau memang elemen kepolisian enggan melakukan ide ini, toh ini masih bisa dilakukan oleh para pemuka agama. Kenapa tidak? Ketimbang sibuk masuk parpol, bukankah akan lebih terpuji jika para kyai berbuat sesuatu untuk menyelematkan generasi bangsa ini dari sebuah keyakinan keliru yang berakibat jatuhnya banyak korban jiwa. Sebab dengan dibukanya keran dialog dengan para tersangka dan pelaku tindak terorisme maka hal itu dapat mengeliminir tudingan bahwa pesantren adalah sarang teroris. Lagi pula kenapa kita alergi mengajak damai mereka? Berdialog untuk menyadarkan mereka secara baik-baik, bukan mengancam dengan senjata dan mobil lapis baja. Tahukah umat islam di negeri ini bahwa dengan orang-orang non muslim saja diwajibkan menjalin perdamaian, apalagi dengan saudara seagama?
Dalam hal ini pemimpin negara harus mengambil sikap berani bila ingin menciptakan iklim kondusif demi terselesaikannya berbagai krisis yang menghujam negeri ini (hlm. 242).
Sesungguhnya gagasan berdialog dengan musuh sudah sering dilakukan oleh Nabi Muhammad. Meski awalnya mendapat tantangan dari internal umat islam namun beliau tak bergeming menghadapinya. Tengoklah momentum deklarasi perjanjian Hudaibiyah yang sempat ditolak oleh para pengikuit Nabi. Malah di antaranya ada yang mengusulkan agar kaum muslim memerangi saja kelompok yang menghalangi kepergian mereka ke kota Mekah untuk ber-thawaf di Ka’bah. Tetapi Nabi bertahan dengan keputusannya dan tetap melakukan perdamaian dengan orang-orang kafir.
Jihad Terindah banyak bicara soal fikih, termasuk hukum bom bunuh diri. Ditulis seorang alumni fakultas syariah di salah satu universitas di Arab Suriah, negeri yang dianggap Amerika sebagai pelindung para teroris. Seberat apa pun kajian keislaman novel berisi 14 bab ini, pembaca dijamin akan merasa tetap enjoy karena bahasa yang disajikan sangat ringan dan membumi, yang dibungkus lewat budaya Betawi khas Bekasi (Betawi ora). Sehingga sesuatu yang serius dan njlimet berubah menjadi sebuah lelucon yang menggelitik perut tanpa kehilangan pokok permasalahan sedikit pun.

Read More..

Kekayaan Alam Dan Kemiskinan



Sesungguhnya, Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang kaya raya, makanya tak aneh bila Indonesia dijuluki sebagai zamrud khatulistiwa. Potensi kekayaan alam Indonesia antara lain, kekayaan hutan, perkebunan, kelautan, BBM, emas dan barang-barang tambang lainnya.
Menurut data, Indonesia memiliki 60 ladang minyak (basins), 38 di antaranya telah dieksplorasi, dengan cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas. Kapasitas produksinya hingga tahun 2000 baru sekitar 0,48 miliar barrel minyak dan 2,26 triliun TCF. Ini menunjukkan bahwa volume dan kapasitas BBM sebenarnya cukup besar dan sangat mampu mencukupi kebutuhan rakyat di dalam negeri (Sumber Data ; Walhi, 2004)


Salah satu ladang minyak Indonesia yang sangat potensial adalah Blok Cepu. Secara bisnis potensi minyak Blok Cepu sangat menggiurkan. Setiap harinya, ladang minyak Blok Cepu ini bisa menghasilkan sekitar sekitar 200.000 barel perhari. Jumlah itu dengan asumsi harga minyak US$60 perbarel, maka dalam sebulan bisa menghasilkan dana Rp 3,6 triliun atau Rp 43, 2 trilun setahun.
Demikian besarnya potensi minyak Indonesia, yang seyogianya bisa memakmurkan rakyat, namun kenyataan menunjukkan sebaliknya, di mana kemiskinan dan penderitaan semakin mendera rakyat banyak. Inilah sebuah ironi dan keadaan tragis bangsa kita. Yang paling ironi lagi adalah bahwa yang paling diuntungkan dalam pengelolaan eksplorasi dan eksploitasi minyak tersebut adalah para perusahaan asing
Sementara masyarakat di wilayah yang kaya minyak tetap miskin. Sebagai illustrasi, jumlah penduduk miskin di Kaltim naik 2,8 persen pada tahun 2001 dibandingkan tahun 1999 (data BKKBN). Dari total 2,7 juta populasi Kaltim 12% di antaranya adalah penduduk miskin merata di 13 kota dan kabupaten. Juara miskinnya adalah Kutai Kertanegara (17% dari total populasinya).
Proyek Exxon di Aceh dan Freeport di Papua, juga menjadi contoh betapa rakyat sekitarnya masih berada dalam kemiskinan. Padahal kekayaan tambangnya terus dikuras habis-habisan. Namun rakyat lebih banyak diam, karena bingung tak tau harus berbuat apa. Meskipun mereka memiliki wakil di DPR, suara mereka tak pernah terwakili. Rakyat sering tak mampu menyampaikan keresahannya kepada para pejabat. Mereka lebih banyak bersabar dan sering menyaksikan kemewahan hidup orang asing yang mengambil minyak dan kekayaan di wilayahnya. Mereka hanya lebih banyak bersikap sabar. Namun, jika kesabaran mulai habis, maka yang muncul adalah kejengkelan yang hal ini mudah menyulut gejolak sosial.
Begitulah, kemiskinan memang sering terdapat di wilayah pengurasan migas yang dikelola oleh perusahaan transnasional (yang menangguk laba jutaan dollar AS): Perlu diketahui, perusahaan asing yang mendominasi sumur minyak Indonesia saat ini mencapai 71 perusahaan, sedangkan yang sudah mendapat izin total 105 perusahaan (Sumber Departemen ESDM). Di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) terdapat 9 perusahaan; Riau ada 21 perusahaan; Sumatera Selatan sebanyak 22 perusahaan; Babelan Bekasi-Jawa Barat dan Jawa Timur sebanyak 13 perusahaan; Kalimantan Timur, 19 perusahan migas.
Berdasarkan data dari Walhi, saat ini penguasaan minyak bumi Indonesia hampir 90 % dikuasai asing. Realita ini sangat kontras dengan isi pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”.
Pasal itu seolah telah diganti, bahwa kekayaan alam yang ada di negeri Indonesia ini dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran pemilik modal, investor asing, atau tengkulak yang sudah keterlaluan mengkhianati rakyat.
Inilah ironi bangsa kita, mereka menderita kelaparan di lumbung padi. Kita adalah negara kaya raya, tetapi menjadi miskin karena kepicikan dan ketololan serta keserakahan bangsa kita sendiri.(baca pejabat kita sendiri). Mereka enak saja menyerahkan emas hitam tersebut ke tangan asing.
Selain fenomena tragis tersebut, di Pertamina sendiri sebagai BUMN, praktek korupsi belum bisa ditangani secara tuntas. Pendapatan negara dari migas tersebut cendrung dikelola secara terutup dan para pejabat Pertamina cendrung hidup mewah di tengah merebaknya kemiskinan dan penderitaan rakyat. Menurut audit PWC 1999 negara telah kehilangan jutaan dollar AS antara bulan April 1996 - Maret 1998, akibat kerugian yang dialami Pertamina karena praktek korupsi dan inefisiensi. Kasus penyeludupan minyak lewat pipa di bawah laut merupakan realita yang menyakiti hati rakyat. Di tengah kelangkaan dan tingginya harga BBM, malah oknum Pertamina melakukan penyeludupan BBM.
Sedikitnya ada 156 kasus (yang sudah didaftar di Kejagung) tentang salah-urusnya pengelolaan energi kita. Ilustrasinya:
– Krisis gas di Aceh: Potensi kerugian negara min. Rp 31,8 miliar/tahun dari pembayaran deviden PT ASEAN Aceh Fertilizer (AAF) saja.
– Kasus tukar-produk gas & minyak antara ConocoPhilips dan PT Caltex Pacific Indonesia (CPI): Potensi kerugian negara US$ 36 juta/bulan karena setiap hasil penjualan minyak mentah yang seharusnya masuk ke kas negara oleh CPI ditukar dengan gas milik ConocoPhilips.
– Kasus penjualan 2 tanker raksasa: Pertamina pasti rugi, karena laba penjualan sebuah tanker raksasa (US$ 95 juta) akan habis jika menyewa selama 10 tahun, padahal umur ekonomis tanker baru hanya 25 tahun.(Sumber Walhi, 2004)
Dengan naiknya harga BBM secara hebat, yakni 130 % pada bulan oktober yang didahului kenaikan 30 % pada bulan Maret, maka tingkat kemiskinan rakyat makin tinggi. Tak ayal lagi rakyat makin menderita dan sengsara, karena kenaikan BBM pasti diikuti harga-harga kebutuhan pokok. Dana kompensasi tak berarti apa-apa bagi rakyat miskin, karena dana yang diterima jauh mencukupi biaya kebutuhan mereka yang melonjak. Karena beratnya biaya akibat kenaikan harga BBM, maka banyak rakyat yang stress. Tak tergambarkan betapa menderitanya rakyat akibat naiknya harga BBM tersebut. Rakyat menjadi korban akibat salah urusnya sumberdaya energi kita yang kaya-raya ditambah praktek KKN yang demikian menggurita di sektor ini.

Penutup
Untuk keluar dari problem yang ironis ini, banyak langkah, strategi dan kebijakan politik yang harus diambil, Pertama, memberantas KKN di seluruh BUMN dan birikrasi. Kedua, efisiensi dalam pengeloaan perusahaan negara.. Ketiga, membatasi kekuasaan para perusahaan raksasa (modal swasta asing, modal negara asing & swasta dalam negeri). Energi (BBM), sebagai salah satu hajat hidup rakyat tidak boleh dijual (diserahkan kepada pihak asing atau swasta. Sabda Nabi Saw, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput gembalaan, dan api. (HR Ibn Majah).
Karena itu, negaralah yang harus mengelola sumberdaya energi. Jika di BUMN tersebut, banyak praktek korupsi dan inefisiensi, maka pengelolaannya jangan diserahkan kepada asing, tetapi KKNnya yang diberantas secara sungguh-sungguh.Jika ada tikus-tikus di lumbung padi, jangan lumbung padinya yang dibakar, tapi tikusnya yang diusir dan dihilangkan.

Read More..

Minyak Babelan Bekasi Resmi Berproduksi

JAKARTA, (PR).- PT Pertamina EP, subkontraktor PT Pertamina (Persero), secara resmi mulai melakukan produksi minyak dari Lapangan Pondok Tengah yang berlokasi di Babelan, Bekasi, Jawa Barat. Dengan beroperasinya lapangan ini, produksi minyak Indonesia meningkat 1.000-3.000 barel per hari (bph).

Peresmian produksi pertama dilakukan Wakil Dirut PT Pertamina (Persero) Iin Arifin Tahkyan di Jakarta, Rabu (9/8). Lapangan Pondok Tengah yang ditemukan pada 2003 itu mampu mencapai puncak produksi 16.000 barel per hari pada Oktober 2008.

”Produksi perdana ini lebih cepat dari target semula pada 2008. Lapangan Pondok Tengah akan menambah produksi minyak dan kondensat Pertamina yang selama Januari-Juli mencapai 89.895 barel per hari,” kata Iin.

Secara nasional, target produksi minyak dan kondensat dalam APBN 2006 sebesar 1,01 juta barel per hari. Pemerintah berharap Pertamina memberi kontribusi sekira 10 persen atau 110.000 barel per hari. Sementara produksi minyak dan kondensat seluruh produsen migas yang beroperasi di Indonesia Januari-Juli 2006 sebesar 1,029 juta barel per hari atau 98 persen dari target APBN 1,01 juta barel per hari.

Menurut Iin, lapangan Pondok Tengah juga memproduksi gas bumi dengan puncak produksi 16 juta kaki kubik per hari dan elpiji 200 ton/hari. Cadangan Lapangan Pondok Tengah sekira 146 miliar barel minyak dan 48 miliar kaki kubik gas.

Pengembangan Lapangan Pondok Tengah akan dilakukan dengan mengebor 46 sumur, terdiri dari 33 sumur produksi dan 13 sumur injeksi. ”Keseluruhan pengeboran dan pembangunan fasilitas produksi akan diselesaikan awal 2008,” kata Iin menjelaskan.

Setelah Pondok Tengah, produksi minyak Pertamina akan bertambah lagi dari Lapangan Sukowati, Bojonegoro antara 1.000-2.000 barel per hari mulai September 2006. ”Dengan demikian, sampai akhir tahun ini produksi minyak dan kondensat Pertamina bisa bertambah antara 3.000-5.000 barel per hari,” tutur Iin.

Di tempat yang sama, Dirut PT Pertamina EP, Kun Kurneli menjelaskan, saat ini terdapat 60 ladang migas berprospek yang siap untuk digarap PT Pertamina EP. Dari jumlah tersebut, sebanyak 37 ladang berprospek sudah melalui uji analisis teknis.

”Dari yang sudah uji analisis teksnis itu, sekarang tinggal dipilih mana yang mau diprioritas. Sebagian besar ladang migas yang prospektif terdapat di Jawa Barat dan Jawa Timur, serta Sumatra Selatan sekitar 5-7 ladang,” ujar Kun.

Deputi Derektur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina, Hanung Budya mengatakan, akibat musim kemarau yang berkepanjangan telah menimbulkan kendala alam dalam pendistribusian BBM di sejumlah daerah yang menggunakan transportasi air.

”Padahal ketahanan stok BBM nasional, per 8 Agustus 2006, cukup aman, yakni di level 22,8 hari. Tapi karena terjadi penyusutan/pendangkalan alur air, terjadi keterlambatan,” katanya.

Read More..

Ditemukannya satu sumur-sumur minyak baru di daerah miskin Babelan Bekasi ditengarai akan menjadikan daerah itu sekaya Riau.

TEMPO Edisi 9 – 15 Februari 2004 mengulasnya dalam rubrik Ekonomi Bisnis.
Sejauh ini sudah 16 sumur pengeboran bekerja di dua struktur minyak baru di Babelan – yaitu di Tambun dan Pondok Tengah. Tahun ini akan bertambah tiga sumur lagi dan jumlahnya akan makin banyak dalam beberapa tahun ke depan. Jadi jangan kaget jika kelak langit Babelan tak lagi mengenal kegelapan malam.


Nasib Babelan yang selama ini dikenal sebagai satu daerah termiskin di Bekasi tampaknya akan segera berubah. Masalah kecilnya pendapatan keluarga pendidikan air bersih dan kesehatan akan dapat segera teratasi jika 115 ribu warga Babelan yang ada benar-benar dapat menikmati sebagian dari hasil sumur-sumur minyak yang ditemukan di wilayahnya. Tapi akankah hal ini segera menjadi kenyataan?.

Direktur Hulu PERTAMINA Bambang Nugroho menyatakan kalau sejauh ini pihaknya telah mengucurkan bantuan senilai 4,7 milyar rupiah dimana 3,8 milyar diantaranya digunakan untuk perbaikan dan pembangunan jalan baru. PERTAMINA juga sudah memiliki program pembangunan komunitas yang akan dijalankan selama PERTAMINA beroperasi disana. Tapi menurutnya perubahan tidak serta merta tergantung pada PERTAMINA saja.

Pandangan tadi bisa jadi benar karena hingga saat ini – meskipun PERTAMINA atau anak-anak perusahaannya sudah menggandeng perusahaan-perusahaan daerah Bekasi namun pemerintah daerah Bekasi sendiri belum banyak melakukan upaya ‘menjemput bola’.

Pengamat perminyakan Kurtubi menyayangkan hal ini karena menurutnya temuan PERTAMINA itu tergolong luar biasa. Tidak saja karena jumlah cadangannya yang lumayan besar tapi juga karena lokasinya yang sangat dekat sehingga dapat dengan mudah dan murah dipasok ke kilang-kilang yang ada. Pemerintah daerah Bekasi seharusnya cepat menangkap peluang bisnis ini.

Selain itu di masa depan temuan ini akan menjadi sumber pendapatan yang lumayan besar bagi PERTAMINA yang kini mesti bersaing dengan raksasa minyak dunia seperti CALTEX atau BRITISH PETROLEUM. Indonesia bisa memperbaiki produksi minyaknya yang terus turun dari 1,5 juta barrel per hari menjadi di bawah 1 juta barrel pada Januari lalu. Indonesia juga bisa mengulur waktu terjadinya net oil importer. Kendati begitu semuanya masih di atas kertas. Kembali TEMPO.

Banyak hal masih tergantung pada kemampuan PERTAMINA. Jika temuan cadangan baru tak bisa menutup penurunan produksi akibat sejumlah sumur tua berhenti berproduksi maka hasilnya akan sama saja. Walhasil langit Babelan belum benar-benar dapat terang benderang dan posisinya hanya sekedar memperpanjang nafas Indonesia saja.

~~~~~~~~~~

Kawasan Asia mencapai rekor tertinggi dalam jumlah anak yang tidak sekolah. Demikian kesimpulan UNESCO yang dirilis dalam laporannya 10 Februari lalu sebagaimana dikutip KOMPAS.

Berdasarkan angka pendidikan resmi tahun 2000 dan 2001 di 22 negara kawasan Asia Selatan dan Timur diketahui kalau 46 juta anak usia sekolah tidak duduk di bangku sekolah. Anak perempuan bahkan memiliki nasib yang lebih parah karena 28 juta anak perempuan tidak memperoleh pendidikan dasar dibandingkan anak laki-laki yang mencapai 18 juta anak.

Data-data yang dirilis UNESCO ini jelas mengejutkan. Terlebih jika anda menyimak hasil penelitian lainnya.

Penelitian di kawasan Asia Selatan dan Timur yang berpenduduk 3,4 milyar orang atau lebih dari separuh dunia menemukan fakta bahwa 104 juta anak tidak sekolah. Disusul kawasan Afrika Sahara dimana 42% anaknya tidak mengenyam pendidikan.

Memang tak dapat dipungkiri bahwa jumlah pendaftar sekolah meningkat secara berarti namun diketahui pula bahwa jumlah anak putus sekolah dasar pun demikian besar.

Di India Republik Demokratis Rakyat Laos dan Myanmar hanya separuh anak yang masuk sekolah dasar mencapai kelas lima. Disusul Nepal Kamboja dan Bangladesh di urutan berikutnya. Data ini belum termasuk kesenjangan jenis kelamin.

Laporan UNESCO ini jelas tidak dapat dipandang remeh karena jika fakta ini dibiarkan maka bukan tak mungkin kawasan Asia Timur dan Selatan yang seharusnya bertanggungjawab atas 45% masa depan dunia malah menjadi satu generasi yang hilang.

Read More..

DPR Akan Kunjungi Ladang Minyak Babelan

TEMPO Interaktif, Bekasi:Kemelut yang terjadi di Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat (DOH JBB) Pertamina di Desa Kedung Jaya, Kecamatan Babelan, memancing perhatian kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sejumlah anggota DPR pada Rabu (10/3) akan bertandang ke lokasi ladang minyak dan gas itu.



Informasi yang dihimpun Tempo News Room di Pemerintah Kabupaten Bekasi pada Selasa (9/3) menyebutkan rombongan anggota Dewan yang rencananya datang ke Kabupaten Bekasi itu dipimpin Wakil Ketua DPR AM Fatwa.

Selain ke Pemkab, anggota Dewan juga akan bertemu dengan Bupati Bekasi Saleh Manaf, sekitar pukul 08.00 WIB, untuk membicarakan persoalan yang terjadi antara masyarakat Babelan, Pemerintah Kabupaten Bekasi, dan pihak Pertamina.

Anggota Dewan yang datang itu antara lain dari Ketua Komisi VIII Bidang Energi dan Lingkungan, Ketua Komisi IV Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah dan Ketua Komisi V yang membidangi masalah perindustrian. Kedatangan mereka diharapkan dapat menjembatani persoalan antara warga yang tinggal di sekitar lokasi pengeboran dengan Pemerintah Kabupaten Bekasi dan pihak Pertamina sendiri.

Menanggapi kedatangan para wakil rakyat itu, tokoh masyarakat Bekasi bagian utara, Abid Marzuki, mengatakan hal itu harus menjadi momentum bagi para pemimpin di Kabupaten Bekasi untuk menyelesaikan kemelut yang terjadi di tengah warga sekitar, terkait dengan keberadaan eksplorasi minyak dan gas Pertamina di Babelan.

Menurut Abid, masalah yang selalu mengganjal selama ini adalah tuntutan masyarakat sekitar. Namun, katanya, apapun yang dituntut oleh warga sebenarnya tidak berlebihan. “Warga ingin perlindungan alam sekitarnya tidak rusak oleh kegiatan penambangan, menginginkan pelaksanaan community development bisa berjalan baik," kata dia.

Abid berharap dengan kunjungan itu pemerintah, baik pusat dan daerah, dapat membandingkan kondisi di Babelan dengan di berbagai wilayah yang dijadikan ladang pengeboran minyak dan gas.

“Pemerintah harus bisa belajar kasus Timika dan Bontang di mana masyarakatnya miskin di tengah alam yang kaya dan berakibat pada resistensi kuat dari warga setempat,” kata dia. Oleh karena itu, tambahnya, kondisi di Babelan tidak boleh lagi seperti di wilayah lainnya.

Abid juga mengaku heran dengan kebijakan Pertamina yang tidak membuat kilang minyak dan gas di Babelan. Padahal, kalau diolah di Babelan, untuk pemasarannya ke Jakarta akan lebih mudah.

“Kalau diangkut tiap hari akan mendapat gangguan yang berakibat lambatnya pengiriman. Apalagi, secara geografis Babelan lebih dekat dengan market ketimbang dari Balongan, ini tidak masuk akal,” kata dia.(beragai sumber)

Read More..

Jumat, 28 Desember 2007

KNPI Kab Bekasi Ingatkan DPRD Soal Kekosongan Jabatan Ketua

Pemuda Bekasi menyesalkan sikap anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang lamban mencari ketua DPRD secara definitiv lantaran kosong sejak setahun lalu. Kekosongan jabatan ketua membuat pembangunan Bekasi makin terhambat.


Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Bekasi Rahmat Damanhuri SH dan anak buahnya, Ali Makmur SE, A Maliki SE, Lukmanul Hakim STh I dan Enjon, H Muhtadi Muntaha Lc mereka menilai bekasi kembali dilanda krisis kepemimpinan untuk kedua kalinya. Kekosongan kursi ketua dewan yang ditinggalkan Drs M Saaduddin MM yang kini menjabat Bupati saat dirinya menyalonkan diri sebagai bupati pada Pilkada 2007. Kasus ini mirip dialami Bupati Saleh Manaf yang kasusnya terombang-ambing setelah didongkrak Wikanda D mantan saingannya pada Pilkada tahun 2002 lalu. Bila tak ditangani segera abakan mengurangi wibawa dan menghambat pembangunan daerah
“Panitia khusus udah, Panitia teknis juga udah jadi apalagi hingga tak jelas juntrungannya? KNPI ingin menggedor dewan dalam waktu dekat dan menanyakan apa mau mereka hingga masalah jabatan ketua DPRD berlarut larut hingga satu tahun lebih inikan memalukan orang bekasi,” kata Rahmat.
Rahmat tak habis pikir soal kinerja para wakil rakyat bekasi itu dalam bekerja. Setahu dirinya, mekanisme pengangkatan ketua DPRD telah baku dan telah diatur dalam ketentuan DPRD. “Mereka dapat mengacu apakah menggunakan mekanisme tata tertib atau kembali melakukan kocok ulang. Itu telah diatur jadi nunggu apalagi,” katanya tak habis pikir.
Menurut sumber media ini memdapatkan bukti kuat, 45 anggota DPRD Bekasi umumnya tak lulus sekolah menengah atas. Kalau pun ada yang menggunakan gelar sarjana tapi title itu didapat bukan dari jenjang sekolah resmi. Tak sedikit anggota dewan tersebut yang justru rajin menghadiri proses pelelangan proyek yang sebenarnya bukan tugas dewan. Karenanya wajar saja bila urusan kekosongan ketua DPRD tak kunjung selesai lantaran sibuk ngurusin proyek.

Read More..

Minggu, 23 Desember 2007

Beasiswa S2 Filsafat dan Tasawuf Islam

Program Pasca Sarjana (S2) ICAS - Paramadina Jurusan Tasawuf dan Filsafat Islam Islamic College for Advanced Studies (ICAS) berpandangan bahwa dunia atau peradaban kontemporer sedang menghadapi beberapa tantangan yang sangat rumit yang membutuhkan perhatian yang mendalam, wawasan yang terus menerus dievaluasi, kearifan yang reflektif, dan pemikiran keagamaan yang sangat mendalam dari dunia Islam.ICAS berkeyakinan bahwa pendekatan-pendekatan filosofis dan rasional dalam agama, khususnya Islam, akan sangat bermanfaat dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang telah disebutkan di atas. ICAS didirikan di London pada tahun 1999, kemudian tumbuh dan berkembang ke manca negara, termasuk di Jakarta. ICAS Jakarta mengembangkan riset dan pendidikan dengan pendekatan-pendekatan yang ilmiah, rasional dan filosofis terhadap pemikiran keislaman. Dalam hal ini, ICAS menawarkan sebuah pendidikan Islam level tinggi melalui pengayaan pemikiran dan peradaban Islam dengan pemikiran, kebudayaan dan peradaban kontemporer. Dialog adalah kata kunci bagi ICAS. Di samping membangun sebuah dialog yang seimbang antara peradaban Islam dan peradaban-peradaban lainnya di dunia ini, ICAS juga mencoba untuk membangun dialog antara filsafat dan agama, filsafat dan sains, agama dan sains, filsafat dan tasawuf, serta tasawuf dan hukum agama (Fikih). PROGRAM PENDIDIKAN ICAS menawarkan dua jurusan untuk program magister :
Filsafat Islam
Tasawuf Islam KURIKULUM Bahasa pengantar di ICAS dalam seluruh aspek pendidikan adalah bahasa Inggris. Kedua program magister, yang masing-masing terdiri dari 44 SKS (termasuk 8 SKS untuk seminar dan tesis), harus diselesaikan dalam periode empat semester. Adapun mata kuliah yang dipelajari adalah sebagai berikut : Mata Kuliah Pengantar
An Introduction to Logic
An Introduction to Islamic Philosophy
The Interpretation of The Quran
An Introduction to Islamic Theology
An Introduction to Islamic Mysticism (Theoretical-practical) Mata Kuliah Jurusan Islamic Philosophy
A History of Islamic Philosophy I
A History of Islamic Philosophy II
Islamic Epistemoilogy
Islamic Ontology I
Islamic Ontology II
Islamic Mysticism
Islamic Theology
Theology in Transcendent Philosophy
Rational Thinking in The Quran and Sunnah
A History of Islamic Civilization
Contemporary Islamic Philosophy
A History of Greek and Medieval Western Philosophy
A History of Modern Western Philosophy
Philosophy of Religion
Philosophy of Science
Comparative Epistemology
Hermeneutics
Some Critical Approaches to the Islamic Philosophy Mata Kuliah Jurusan Islamic Mysticism
A History of Islamic Mysticism I
A History of Islamic Mysticism II
Islamic Contemporary Mysticism
A History of Islamic Civilization
Islamic Mysticism I
Islamic Mysticism II
Islamic Practical Mysticism (Al-Irfan Al-‘Amali) I
Islamic Practical Mysticism (Al-Irfan Al-‘Amali) II
A History of Eastern Mysticism
A History of Western Mysticism
Comparative Mysticism
Philosophy of Mysticism
Islamic Philosophy
Hermeneutics
Islamic Theology
Mystical Interpretation of The Quran
The Relation of Mysticism and Sharee`ah
The Relation of Mysticism and Transcendent Philosophy BIAYA PERKULIAHAN DAN BEASISWA Biaya perkuliahan program magister (S2) tasawuf dan filsafat Islam di ICAS ini adalah sebesar Rp 3.500.000. ICAS memberikan beasiswa untuk biaya perkuliahan hanya untuk mahasiswa-mahasiswa yang memenuhi persyaratan. Persyaratan tersaebut didasarkan pada prestasi akademik yang dicapai, yaitu nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut :
Bagi yang memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,50 - 4,00 akan menerima beasiswa pendidikan 100% (bebas uang kuliah).
Bagi yang mmemiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,00 - 3,49 akan menerima beasiswa pendidikan 50% dari biaya kuliah. Adapun besarnya biaya kuliah adalah sebesar Rp 3.500.000. PENDAFTARAN Persyaratan Masuk
Fotokopi KTP
Pas photo 2 x 3 dan 3 x 4 (masing-masing 2 lembar)
Fotokopi ijazah S1 (legalisir)
Fotokopi transkrip akademik S1 (legalisir)
Mengisi formulir pendaftaran
Membayar uang pendaftaran dan biaya ujian masuk sebesar Rp 50.000
Mengikuti ujian masuk (Ujian tertulis dan wawancara) Persyaratan Mengikuti Kuliah Semester Persiapan
Pendaftaran ulang
Melunasi biaya kuliah semester persiapan (preliminary semester) sebesar Rp 1.200.000
Membayar dana fasilitas mahasiswa (DFM) sebesar Rp 100.000
Membayar uang anggota perpusatakaan untuk dua tahun sebesar Rp 100.000 Informasi-Informasi Penting Lainnya
Masa Pendaftaran : 21 November 2005 - 5 Januari 2006
Ujian Masuk dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 7 Januari 2006di Kampus ICAS (Plaza III Pondok Indah, Blok F5, Jln. T.B. Simatupang, Jakarta Selatan, 12310).
Ujian Tertulis : pukul 09.00 - 12.30 WIB
Wawancara : pukul 13.30 - 16.30 WIB
Perkuliahan akan dilaksanakan pada hari Jum’at dan Sabtu.
Perkuliahan (semester persiapan) akan dimulai pada tanggal 3 Maret 2006.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi :Kampus Islamic College for Advanced Studies (ICAS) Jakarta, Plaza III Pondok Indah, Blok F5, Jln. T.B. Simatupang, Jakarta Selatan, Telp. : (021) 765-1534 (Samanto atau Hasan), Fax. : (021) 765-1601, atau Contact Person : Max (0856-8681555)

Read More..

NEW STUDENTS REGISTRATION ICAS-PARAMADINA FOR MASTER DEGREE OF:
ISLAMIC PHILOSOPHY AND ISLAMIC MYSTICISM

ENTRANCE ELIGIBILITY 1. Copy of ID Card 2. Recent Photograph size 2x3 and 3x4 (2 pieces) 3. Copy of S1 Academic Transcript (legalized) 4. To fulfil the registration form 5. To pay the registration and entrance test fee as Rp. 100.000,- 6. To follow the entrance test (written and interview)
PRELIMINARY SEMESTER ELIGIBILITY 1. Passed the entrance test 2. Re-registration 3. To pay the college payment of Preliminary Semester as Rp. 1.200.000,- 4. To pay Student Facility Contribution as Rp. 100.000,- 5. To pay Library Membership Contribution as Rp. 200.000,-
OTHER INFORMATION 1. Pre-Registration period : November 2007 - February 19, 2008 2. Entrance Test will be held in ICAS Campus (Plaza 3 Pondok Indah Blok F5, Jl. TB. Simatupang, Jakarta Selatan 12310) as follow:
First Period :
a. Written Test : Thursday, December 27, 2007, at 9 PM – End b. Interview : Friday-Saturday, December 28-29, 2007 , at 10.00 – 16.00 WIB
Second Period:
a. Written Test : Thursday, February 21, 2008, at 9 PM – End b. Interview : Friday-Saturday, February 22-23, 2008 , at 10.00 – 16.00 WIB (Interview Schedule will be informed by ICAS) 3. The Lecturing will be held on Friday and Saturday 4. The First Period Test Result will be announced on Januari 19, 2008 & Second Period: March 4, 2008 5. The failed participants in the first test period can take part in the second test without registration fee required. 6. Re-registration for the first period will take place on January 19 - February 19, 2008, and for The Second Period: March 4 - 19, 2008. 7. Preliminary Semester will start on March 21, 2008. 8. Further information, please contact :
Islamic College for Advanced Studies (ICAS) CampusPlaza III Pondok Indah, Blok F5, Jln. T.B Simatupang, Jakarta Selatan 12310Phone : 021-7651534, ( Mr. Samantho / Mr. Hasan /Mr. Safinuddin )Fax : 021-7651601 E-Mail : info@icas-indonesia.org, icas@indosat.net, ay_samantho@yahoo.comWebsite : www.icas-indonesia.org

Read More..

Masa Depan Kabupaten Bekasi Era Bupati Saaduddin MM

PEKERJAAN PERENCANAAN KAWASAN KHUSUS PANTAI UTARA KABUPATEN BEKASI TAHAP I RENCANA PENGEMBANGAN PEREKONOMIAN
1. Pertanian Untuk rencana pengembangan sektor pertanian di Kawasan Pantai Utara Bekasi dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Mengembangkan areal produksi tanaman pangan dan perkebunan terutama untuk komoditas utama dengan memanfaatkan potensi/ kesesuaian lahan. b. Mengembangkan areal produksi perikanan melalui : Kepiting di Kec. Muara Gembong Utara (KP I), di Desa Pantai BaktiRumput laut di Kec. Muara Gembong Utara (KP I), di Desa Pantai Sederhana· Udang dan Bandeng di Kec. Muara Gembong Selatan (KP II), di Desa Pantai Mekar· Tambak di Kec. Muara Gembong Utara (KP I), Muara Gembong Selatan (KP II), serta CBL dan sekitarnya (KP III). 2. Perdagangan dan Jasa Pengembangan sektor perdagangan dan jasa di Kawasan Pantai Utara Bekasi dilakukan dalam bentuk perdagangan dan jasa campuran, serta jasa modern pendukung perikanan, sebagai berikut : a. Untuk perdagangan regional yang berupa pusat perbelanjaan dan niaga dialokasikan di Pusat Utara Kawasan tepatnya di Desa Segara Makmur di KP IV. b. Untuk perdagangan local direncanakan di : Desa Babelan Kota ( Pusat KP V )Desa Segara Makmur ( Pusat KP merangkap Pusat Utama Kawasan )Desa Muarabakti ( Pusat KP III ) Desa Pantai Bahagia ( Pusat KP I )Desa Pantai Mekar ( Pusat KP II )Pusat pada lahan hasil reklamasi ( Pusat KP VI ), belum dapat ditentukan keberadaannya. 3. Industri Pengembangan sektor industri di Kawasan Pantai Utara Bekasi direncanakan di Desa segarajaya yang berbatasan dengan Kec. Marunda dan Cilincing, sebagai berikut : Industri (umum) dikembangkan di KP II, KP III, KP IV dan KP VIIndustri modern pengolahan perikanan untuk pengolahan hasil perikanan laut direncanakan di KP I, KP II, KP IV dan KP VIIndustri modern pengolahan perikanan untuk pengolahan hasil perikanan darat direncanakan di KP III. 4. Perkantoran Pengembangan sektor perkantoran di Kawasan Pantai Utara Bekasi lokasinya diutamakan berada pada persimpangan jalan, atau pada Pusat KP, sehingga dapat melayani kegiatan industri, jasa, perdagangan dan kebutuhan penduduk. 5. Pariwisata Pengembangan sektor pariwisata di Kawasan Pantai Utara Bekasi direncanakan di KP I ( yang sudah ada Obyek Daya tarik wisata/ ODTW berupa Pantai Asdam ) dan KP III yakni di tepi CBL. 6. Pergudangan/ Terminal Peti Kemas Pengembangan sektor pergudangan/ terminal peti kemas di Kawasan Pantai Utara Bekasi direncanakan berdekatan dengan industri umum, industri modern pengolahan perikanan laut, perdagangan dan jasa campuran, jasa modern pendukung perikanan dan pelabuhan, juga yang berdekatan dengan jalan kolektor primer/ rencana Jalan Tol Karang Tanjung. KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI (B3) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah Kabupaten Bekasi yang begitu cepat terlihat dari meningkatnya pembangunan sektor industri, sarana dan prasarana umum dan perumahan. Perkembangan tersebut akan membawa dampak yang bersifat positif maupun negatif terhadap lingkungan.Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan dari sector industri adalah dihasilkannya limbah buangan.Limbah industri yang sulit dalam pengolahannya adalah limbah yang masuk dalam kategori bahan berbahaya dan beracun ( B3 ) sehingga banyak menimbulkan masalah lingkungan.Adanya resiko pencemaran lingkungan yang tinggi, dikarenakan sifat racun limbah - limbah tersebut, maka Pusat Pengolahan Limbah B3 (PPL- B3) tidak dapat didirikan/ dibangun di sembarang lokasi. Perusahaan yang menghasilkan limbah B3 seperti terlihat pada tabel 1 1.2. Tujuan Tujuan dilaksanakannya kajian pengelolaan limbah industri (B3) adalah : a. Mencari dan mengkaji kelayakan lokasi yang sesuai untuk mengadakan kegiatan pengolahan limbah B3 di wilayah Kabupaten Bekasi. b. Mengkaji kelayakan teknis untuk dilakukannya pembangunan pusat pengolahan limbah B3 di Kabupaten Bekasi. c. Melindungi lingkungan hidup dari bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri dengan cara melakukan pengelolaan limbah. d. Memastikan ada atau tidaknya lokasi di wilayah Kabupaten Bekasi yang cocok untuk mengadakan kegiatan pengolahan limbah B3. e. Inventarisasi limbah B3 dari industri - industri di wilayah Kabupaten Bekasi. KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI (B3) f. Mengkaji sistem pengolahan limbah B3 di Kabupaten Bekasi. 1.3. Dasar Hukum a. Peraturan Pemerintah : Nomor 18 tahun 1999 dan Nomor 85 tahun 1999 b. Keputusan Kepala Bapedal : Nomor Kep-68/Bapedal/05/1994, Nomor Kep-01/Bapedal/09/1994, Nomor Kep-02/Bapedal/09/1994, Nomor Kep-03/Bapedal/09/1994, Nomor Kep-04/Bapedal/09/1994, Nomor Kep-05/Bapedal/09/1994, Nomor Kep-02/Bapedal/01/1994, Nomor Kep-03/Bapedal/01/1994 dan Nomor Kep-04/Bapedal/01/1994 II. PELAKSANAAN 2.1. Pelaksana Pelaksana kajian ini adalah : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bekasi bekerjasama dengan Unit Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (UPPM) Politeknik Negeri Bandung. 2.2. Lokasi Syarat lokasi pengelolaan limbah B3 (PPL-B3) harus mengikuti aturan Sesuai PP No. 18 Tahun 1999 Jo. PP No. 85 Tahun 1999 dan Kep. Kepala Bapedal No. 01, No. 13, No. 04 Tahun 1995 2.3. Metode Dalam analisa penentuan lokasi PPL-B3 yang aman sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan digunakan teknologi pengukuran dengan teknik geolistrik ( investigasi tahan jenis ), serta proses pengolahan limbah B3 dilakukan secara fisika dan kimia, stabilisasi/ solidifikasi dan insinerasi. KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI (B3) 2.4. Hasil Berdasarkan hasil analisis geolistrik dan penilaian serangkaian kondisi fisik wilayah serta dengan memperhatikan persyaratan - persyaratan lokasi pusat pengolahan limah industri ( PPL-B3 ) juga sesuai dengan PP. Nomor 18 tahun 1999 jo. PP. Nomor 04 tahun 1995, diperoleh hasil penelitian bahwa Desa Sukamukti Kecamatan Cibarusah Kabupaten Bekasi yang terletak pada titik posisi S 06 24' 44, 22'', dan E 107 11' 32, 1'' mempunyai tingkat kesesuaian paling baik dibandingkan dengan daerah lainnya di wilayah Kabupaten Bekasi sebagai calon lokasi PPLI-B3. III. REKOMENDASI 1. Pemda Kabupaten Bekasi agar segera melakukan tindakan pengelolaan limbah B3 dengan baik. 2. Pemda Kabupaten Bekasi agar segera merealisasikan atau memfasilitasi adanya Pusat Pengelolaan Limabah Industri ( PPLI-B3 ). 3. Perlu dilakukan kajian kelayakan ekonomis ( feasibility study ) dari rencana pembangunan PPLI-B3 yang berada di Desa Sukamukti Kecamatan Cibarusah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Kabupaten Bekasi mengalami perkembangan yang sangat pesat disebabkan oleh meningkatnya kegiatan terutama industri dan pemukiman, juga dipacu oleh keberadaan Jalan Tol Jakarta - Cikampek.. Salah satu tindakan penting yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah membuat perencanaan program secara sistematis dan terpadu untuk mengakomodasikan serta menciptakan kemudahan dalam rangka melaksanakan pembangunan, sehingga kesatuan wilayah perkotaan atau pedesaan tempat manusia dan makhluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dapat berlangsung secara berdaya guna dan berhasil guna, selaras, seimbang dan berkelanjutan. Pembangunan system transportasi memberikan dampak yang kuat terhadap pertumbuhan dan perkembangan social ekonomi, terutama untuk mendukung keseimbangan pertumbuhan kota dan daerah, yang ditandai dengan salah satu factor pembentuk struktur ruang kota berupa pengembangan jaringan jalan. Penataan yang tepat mengenai fungsi penggunaan transportasi regional dan local diharapkan dapat membantu dalam penataan pola pergerakan secara lebih optimal dan efisien. 1.2. Tujuan a. Mengetahui performa lalu lintas pada ruas-ruas jalan di Kabupaten Bekasi. b. kembali fungsi dan klasifikasi jalan di Kabupaten Bekasi, sehingga secara hirarki peranan dari masing - masing ruas dapat dioptimalkan. c. Menentukan prioritas dan mensinkronisasikan proyek - proyek jalan yang telah diprogramkan oleh Pemerintah Daerah KAJIAN POLA JARINGAN JALAN II. PELAKSANAAN 2.1. Pelaksana Pelaksana Kajian Pola Jaringan Jalan Kabupaten Bekasi adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi. 2.2. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian Pola Jaringan Jalan Kabupaten Bekasi adalah seluruh jaringan jalan yang berada di daerah administrasi Kabupaten Bekasi, terutama ruas - ruas jalan yang berstatus jalan kabupaten. 2.3. Metode Untuk mencapai tujuan dalam kajian pola jaringan jalan Kabupaten Bekasi dicapai melalui suatu rangkaian pekerjaan yang dimulai dari pengumpulan data sekunder, data primer dari survei lapangan, kompilasi data, serta analisa data. Analisa yang dilakukan dalam kajian adalah : a. Analisis permintaan lalulintas b. Analisis performa lalulintas c. Mengevaluasi dan menentukan skala prioritas terhadap program - program pembangunan jalan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. 2.4. Hasil 2.4.1. Proyeksi Kendaraan a. Kepemilikan kendaran di Kabupaten Bekasi b. Proyeksi kepemilikan kendaraan Kabupaten Bekasi KAJIAN POLA JARINGAN JALAN c. Pada bulan Mei 2001, dari hasil pengamatan di 10 titik pos ( seperti terlihat pada tabel 3-1 ), terlihat bahwa volume kendaraan di 5 (lima) pos ( pos 01, 02, 04, 05 dan 09 ) didominasi oleh dua jenis kendaraan pribadi yaitu kendaraan penumpang pribadi ( JENIS 1 ) DAN SEPEDA MOTOR ( JENIS 2 ). Sedangkan di 5 pos lainnya, kendaraan penumpang pribadi ( pada pos 03 dan 10 ) sangat mencolok prosentasenya, yaitu di atas 50 %, dan pada pos 06, 07 dan 08 terlihat bahwa prosentase sepeda motor sangat dominan, yaitu di atas 60 % dari total kendaraan yang melintas. d. Matriks asal - tujuan hasil data SWPJ ( seperti terlihat pada tabel 3-2 ), menggambarkan bahwa pola pergerakan lalu lintas di Kabupaten Bekasi didominasi oleh pergerakan dari zona 3 ( Serang ) ke zona 18 ( DKI Jakarta ) dan sebaliknya, zona 3 ( Serang ) ke zona 19 ( Kota Bekasi ) dan sebaliknya, hal ini disebabkan adanya aktifitas yang terjadi pada zona di satu sisi dan sebagai wilayah pemukiman di sisi lainnya
KAJIAN PEKERJAAN PRA STUDI KELAYAKAN JALAN TOL CIKARANG - TANJUNG PRIUK I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berpindahnya Pusat Pemerintahan Kabupaten Bekasi yang akan terletak di Kota Cikarang tepatnya di Desa Sukamahi Kecamatan Serang, diharapkan akan mempercepat daerah sekitarnya. Kabupaten Bekasi nantinya akan difungsikan sebagai wilayah pengembangan yang akan mampu menampung kegiatan sektor industri, perumahan dan pertanian. Untuk mewujudkan fungsi tersebut Pemda Kabupaten Bekasi berupaya membangun Jalan Tol Karang Tanjung, yang akan dimulai dengan studi kelayakan jalan tol. 1.2. Tujuan Memberi gambaran mengenai kelayakan jalan tol yang meliputi kelayakan secara teknik, ekonomi, serta sosial budaya. 1.3. Dasar Hukum a. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1998 b. Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTRW ) Kabupaten Bekasi pada lembaran Perda Nomor 2 Tahun 1999 dan Perda Perubahan Nomor 7 Tahun 2000. 1.4. Lokasi Proyek Jalan Tol Karang Tanjung melibatkan daerah Koridor Utara Kabupaten Bekasi, yang akan dimulai dari daerah Tegal Danas ( terintegrasi dengan Simpang Susun Cikarang Timur ) melintasi Daerah Lemah Abang, Cikarang, Cibitung, Babelan, Tarumajaya dan akan berakhir di daerah Cilincing - Tanjung Priuk - Jakarta Utara. KAJIAN PEKERJAAN PRA STUDI KELAYAKAN JALAN TOL CIKARANG - TANJUNG PRIUK II. PELAKSANAAN 2.1. Pelaksana Pekerjaan Pra Studi Kelayakan Jalan Tol Karang Tanjung dikerjakan oleh PT.AKASA UPAKARTI. 2.2. 2.2 Metode Pra Studi Kelayakan Jalan Tol Karang Tanjung dicapai melalui serangkaian proses yang dimulai dengan pengumpulan data - data sekunder, data primer dari survei lapangan, kompilasi data, serta analisa data 2.3. Hasil a. Berdasarkan RUTR Kabupaten Bekasi telah ditetapkan bahwa koridor rute jalan tol Cikarang Tanjung Priok berada di sebelah selatan CBL ( Cikarang - Bekasi - Laut ). b. Rute optimal jalan tol Karang Tanjung direncanakan berawal di simpang susun Cikarang Timur Sta. 37+370 ruas jalan tol Jakarta - Cikampek, melalui Desa atau Kelurahan Hegarmukti, Kertajaya, Jatireja, Karangsari, Karang Rahayu, Karangrahaja, Karangasih, Wanajaya, Telagamurni, Sukajaya, Wanasari, Sumberjaya, Srimahi, Srimukti, Srijaya, Sukamekar, Muarabakti, Kedungpengawas, Buni Bakti, Samudrajaya, Pantai Makmur dan berakhir di Desa Segara Makmur Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. c. Terdapat 4 ( empat ) lokasi simpang susun yang melayani lalu lintas dari jalan tol ke jalan arteri dan 1 ( satu ) lokasi simpang susun yang melayani lalu lintas dari jalan tol ke jalan tol dan juga dari jalan tol ke jalan arteri, yaitu : KAJIAN PEKERJAAN PRA STUDI KELAYAKAN JALAN TOL CIKARANG - TANJUNG PRIUK 1) Simpang Susun Tegal Danas 2) Simpang susun ini merupakan pertemuan antara rencana jalan tol Cikarang - Tanjung Priok Sta. 0+000 dengan jalan tol Jakrta - Cikampek Sta. 37+370. 3) Simpang Susun Karangsari 4) Simpang susun ini merupakan persilangan antara rencana jalan tol Cikarang - Tanjung Priok Sta. 8+100 dengan jalan raya di Karangsari 5) Simpang Susun Telaga Asih 6) Simpang susun ini merupakan persilangan antara rencana jalan tol Cikarang - Tanjung Priok Sta. 16+700 dengan jalan raya di Telaga Asih. 7) Simpang Susun Srimukti 8) Simpang susun ini merupakan persilangan antara rencana jalan tol Cikarang Tanjung Priok Sta. 27+000 dengan jalan raya di Srimukti. 9) Simpang Susun Bunibakti 10) Simpang susun ini merupakan persilangan antara jalan tol Cikarang - Tanjung Priok Sta. 36+600 dengan jalan raya Bunibakti. d. Data Teknis Jalan Tol Cikarang - Tanjung Priok 1) Panjang jalan tol = 43,858 Km 2) Ipealinyemen vertical = elevated (1,50 KM) dan at grade (42,358 Km) 3) Kecepatan rencana = 100 Km/ jam 4) Jumlah lajur lalu lintas = 2 x 2 m 5) Lebar lajur lalu lintas = 3,60 m
KAJIAN PEKERJAAN PRA STUDI KELAYAKAN JALAN TOL CIKARANG - TANJUNG PRIUK 6) Lebar bahu jalan = bahu luar = 3,00 m dan bahu dalam = 1,00 m 7) Lebar median = 9,70 m 8) Lebar DAMIJA = 45 - 60 m 9) Jumlah simpang susun = 5 ( lima ) e. Biaya proyek mencakup : 1) Biaya konstruksi proyek Direct Cost = Rp.864.572.316.000,- Contigency (5%xDirect Cost) = Rp. 43.228.615.800,- Overhead 10 % dar = Rp. 90.780.093.100,- Sub Total = Rp. 998.581.024.900,- 2) Biaya engineering service Perencanaan = Rp. 19.971.620.500,- Contigency (5%xDirect Cost) = Rp. 24.964.525.625,- Sub Total = Rp. 998.581.024.900,- 3) Pengadaan tanah = Rp. 479.230.400.000,- 4) Biaya peralatan tol = Rp. 3.592.310.000,- 5) Biaya operasi = Rp. 12.225.722.000,- 6) Biaya perawatan rutin per 1 tahun = Rp. 11.602.716.000,- 7) Biaya perawatan periodik per 5 tahun = Rp. 6.844.780.000,- Total Biaya = Rp.1.557.013.099.000,- KAJIAN PEKERJAAN PRA STUDI KELAYAKAN JALAN TOL CIKARANG - TANJUNG PRIUK III. REKOMENDASI Dari hasil Studi Kelayakan Jalan Tol Karang Tanjung, perlu ditindaklanjuti dengan pelaksanaan pembangunan Jalan Tol Karang Tanjung, yang mencakup tahapan kegiatan : Pra Studi Kelayakan, Studi Kelayakan, Proposal Investasi, Detail Desain, Pembebasan Tanah, Konstruksi Fisik, dan Masa Pengoperasian, yang terangkum pada tabel berikut. KAJIAN PEKERJAAN PRA STUDI KELAYAKAN JALAN TOL CIKARANG - TANJUNG PRIUK II. PELAKSANAAN 2.1. Pelaksana Pekerjaan Pra Studi Kelayakan Jalan Tol Karang Tanjung dikerjakan oleh PT.AKASA UPAKARTI. 2.2. 2.2 Metode Pra Studi Kelayakan Jalan Tol Karang Tanjung dicapai melalui serangkaian proses yang dimulai dengan pengumpulan data - data sekunder, data primer dari survei lapangan, kompilasi data, serta analisa data 2.3. Hasil a. Berdasarkan RUTR Kabupaten Bekasi telah ditetapkan bahwa koridor rute jalan tol Cikarang Tanjung Priok berada di sebelah selatan CBL ( Cikarang - Bekasi - Laut ). b. Rute optimal jalan tol Karang Tanjung direncanakan berawal di simpang susun Cikarang Timur Sta. 37+370 ruas jalan tol Jakarta - Cikampek, melalui Desa atau Kelurahan Hegarmukti, Kertajaya, Jatireja, Karangsari, Karang Rahayu, Karangrahaja, Karangasih, Wanajaya, Telagamurni, Sukajaya, Wanasari, Sumberjaya, Srimahi, Srimukti, Srijaya, Sukamekar, Muarabakti, Kedungpengawas, Buni Bakti, Samudrajaya, Pantai Makmur dan berakhir di Desa Segara Makmur Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. situs resmi Pemda Kabupaten Bekasi

Read More..

Profil Kabupaten Bekasi
Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi jawa Barat dan tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkan sebagai lahirnya Kabupaten Bekasi.
Mengingat perkembangan Kabupaten Bekasi yang cukup pesat, maka berdasarkan PP No. 48 Tahun 1981 dibentuk Kota Administratif Bekasi yang meliputi 4 wilayah kecamatan, yaitu Bekasi Barat, Bekasi Timur, Bekasi Selatan dan Bekasi Utara.Dan berdasarkan UU No. 9 Tahun 1996 tanggal 16 Desember 1996 Kota Administratif Bekasi ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Bekasi.
Setelah terbentuknya Kotamadya Bekasi (sekarang Kota Bekasi), maka wilayah Administratif Kabupaten Bekasi menjadi 15 Kecamatan dan 187 Desa dengan luas wilayah yang semula 148.437 Ha menjadi 127.388 Ha. Dan berdasarkan Peraturan Daerah No. 26 Tahun 2001 Wilayah Kabupaten Bekasi terbagi menjadi 23 Kecamatan.
Dengan kondisi Ibukota Kabupaten yang masih berada di Kota Bekasi maka akan diadakan pemindahan Ibukota Kabupaten Bekasi ke Desa Sukamahi Kecamatan Cikarang Pusat berdasarkan PP No. 82 Tahun 1998 tanggal 2 Desember 1998 dan dipertegas Inmendagri No. 9 Tahun 1999 tanggal 4 April 1999 dan Blok Plan Rencana Pembangunan Pusat Perkantoran Kabupaten Bekasi telah mendapatkan persetujuan DPRD Kabupaten Bekasi tanggal 5 Juli 2000.

Read More..

Selasa, 20 November 2007

KH Abdurrahman Wahid

Pengalaman Pendidikan
Pertama kali belajar, Gus Dur kecil belajar pada sang kakek, K।H। Hasyim Asy'ari। Saat serumah dengan kakeknya, ia diajari mengaji dan membaca al-Qur'an. Dalam usia lima tahun ia telah lancar membaca al-Qur'an. Pada saat sang ayah pindah ke Jakarta, di samping belajar formal di sekolah, Gus Dur masuk juga mengikuti les privat Bahasa Belanda. Guru lesnya bernama Willem Buhl, seorang Jerman yang telah masuk Islam, yang mengganti namanya dengan Iskandar. Untuk menambah pelajaran Bahasa Belanda tersebut, Buhl selalu menyajikan musik klasik yang biasa dinikmati oleh orang dewasa. Inilah pertama kali persentuhan Gu Dur dengan dunia Barat dan dari sini pula Gus Dur mulai tertarik dan mencintai musik klasik.Menjelang kelulusannya di Sekolah Dasar, Gus Dur memenangkan lomba karya tulis (mengarang) se-wilayah kota Jakarta dan menerima hadiah dari pemerintah. Pengalaman ini menjelaskan bahwa Gus Dur telah mampu menuangkan gagasan/ide-idenya dalam sebuah tulisan. Karenanya wajar jika pada masa kemudian tulisan-tulisan Gus Dur menghiasai berbagai media massa. Setelah lulus dari Sekolah Dasar, Gus Dur dikirim orang tuanya untuk belajar di Yogyakarta. Pada tahun 1953 ia masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Gowongan, sambil mondok di pesantren Krapyak. Sekolah ini meskipun dikelola oleh Gereja Katolik Roma, akan tetapi sepenuhnya menggunakan kurikulum sekuler. Di sekolah ini pula pertama kali Gus Dur belajar Bahasa Inggris. Karena merasa terkekang hidup dalam dunia pesantren, akhirnya ia minta pindah ke kota dan tinggal di rumah Haji Junaidi, seorang pimpinan lokal Muhammadiyah dan orang yang berpengaruh di SMEP. Kegiatan rutinnya, setelah shalat subuh mengaji pada K.H. Ma'sum Krapyak, siang hari sekolah di SMEP, dan pada malam hari ia ikut berdiskusi bersama dengan Haji Junaidi dan anggota Muhammadiyah lainnya. Ketika menjadi siswa sekolah lanjutan pertama tersebut, hobi membacanya semakin mendapatkan tempat. Gus Dur, misalnya, didorong oleh gurunya untuk menguasai Bahasa Inggris, sehingga dalam waktu satu-dua tahun Gus Dur menghabiskan beberapa buku dalam bahasa Inggris. Di antara buku-buku yang pernah dibacanya adalah karya Ernest Hemingway, John Steinbach, dan William Faulkner. Di samping itu, ia juga membaca sampai tuntas beberapa karya Johan Huizinga, Andre Malraux, Ortega Y. Gasset, dan beberapa karya penulis Rusia, seperti: Pushkin, Tolstoy, Dostoevsky dan Mikhail Sholokov. Gus Dur juga melahap habis beberapa karya Wiill Durant yang berjudul 'The Story of Civilazation'. Selain belajar dengan membaca buku-buku berbahasa Inggris, untuk meningkatan kemampuan bahasa Ingrisnya sekaligus untuk menggali informasi, Gus Dur aktif mendengarkan siaran lewat radio Voice of America dan BBC London. Ketika mengetahui bahwa Gus Dur pandai dalam bahasa Inggis, Pak Sumatri-seorang guru SMEP yang juga anggota Partai Komunis-memberi buku karya Lenin 'What is To Be Done' . Pada saat yang sama, anak yang memasuki masuki masa remaja ini telah mengenal Das Kapital-nya Karl Marx, filsafat Plato,Thales, dan sebagainya. Dari paparan ini tergambar dengan jelas kekayaan informasi dan keluasan wawasan Gus Dur. Setamat dari SMEP Gus Dur melanjutkan belajarnya di Pesantren Tegarejo Magelang Jawa Tengah. Pesantren ini diasuh oleh K.H. Chudhari, sosok kyai yang humanis, saleh dan guru dicintai. Kyai Chudhari inilah yang memperkenalkan Gus Dur dengan ritus-ritus sufi dan menanamkan praktek-praktek ritual mistik. Di bawah bimbingan kyai ini pula, Gus Dur mulai mengadakan ziarah ke kuburan-kuburan keramat para wali di Jawa. Pada saat masuk ke pesantren ini, Gus Dur membawa seluruh koleksi buku-bukunya, yang membuat santri-santri lain terheran-heran. Pada saat ini pula Gus Dur telah mampu menunjukkan kemampuannya dalam berhumor dan berbicara. Dalam kaitan dengan yang terakhir ini ada sebuah kisah menarik yang patut diungkap dalam paparan ini adalah pada acara imtihan-pesta akbar yang diselenggarakan sebelum puasa pada saat perpisahan santri yang selesai menamatkan belajar-dengan menyediakan makanan dan minuman dan mendatangkan semua hiburan rakyat, seperti: Gamelan, tarian tradisional, kuda lumping, jathilan, dan sebagainya. Jelas, hiburan-hiburan seperti tersebut di atas sangat tabu bagi dunia pesantren pada umumnya. Akan tetapi itu ada dan terjadi di Pesantren Tegalrejo. Setelah menghabiskan dua tahun di pesantren Tegalrejo, Gus Dur pindah kembali ke Jombang, dan tinggal di Pesantren Tambak Beras. Saat itu usianya mendekati 20 tahun, sehingga di pesantren milik pamannya, K.H. Abdul Fatah, ia menjadi seorang ustadz, dan menjadi ketua keamanan. Pada usia 22 tahun, Gus Dur berangkat ke tanah suci, untuk menunaikan ibadah haji, yang kemudian diteruskan ke Mesir untuk melanjutkan studi di Universitas al-Azhar. Pertama kali sampai di Mesir, ia merasa kecewa karena tidak dapat langsung masuk dalam Universitas al-Azhar, akan tetapi harus masuk Aliyah (semacam sekolah persiapan). Di sekolah ia merasa bosan, karena harus mengulang mata pelajaran yang telah ditempuhnya di Indonesia. Untuk menghilangkan kebosanan, Gus Dur sering mengunjungi perpustakaan dan pusat layanan informasi Amerika (USIS) dan toko-toko buku dimana ia dapat memperoleh buku-buku yang dikehendaki. Terdapat kondisi yang menguntungkan saat Gus Dur berada di Mesir, di bawah pemerintahan Presiden Gamal Abdul Nasr, seorang nasioonalis yang dinamis, Kairo menjadi era keemasan kaum intelektual. Kebebasan untuk mengeluarkkan pendapat mendapat perlindungan yang cukup. Pada tahun 1966 Gus Dur pindah ke Irak, sebuah negara modern yang memiliki peradaban Islam yang cukup maju. Di Irak ia masuk dalam Departement of Religion di Universitas Bagdad samapi tahun 1970. Selama di Baghdad Gus Dur mempunyai pengalaman hidup yang berbeda dengan di Mesir. Di kota seribu satu malam ini Gus Dur mendapatkan rangsangan intelektual yang tidak didapatkan di Mesir. Pada waktu yang sama ia kembali bersentuhan dengan buku-buku besar karya sarjana orientalis Barat. Ia kembali menekuni hobinya secara intensif dengan membaca hampir semua buku yang ada di Universitas. Di luar dunia kampus, Gus Dur rajin mengunjungi makam-makam keramat para wali, termasuk makam Syekh Abdul Qadir al-Jailani, pendiri jamaah tarekat Qadiriyah. Ia juga menggeluti ajaran Imam Junaid al-Baghdadi, seorang pendiri aliran tasawuf yang diikuti oleh jamaah NU. Di sinilah Gus Dur menemukan sumber spiritualitasnya. Kodisi politik yang terjadi di Irak, ikut mempengaruhi perkembangan pemikiran politik Gus Dur pada saat itu. Kekagumannya pada kekuatan nasionalisme Arab, khususnya kepada Saddam Husain sebagai salah satu tokohnya, menjadi luntur ketika syekh yang dikenalnya, Azis Badri tewas terbunuh. Selepas belajar di Baghdad Gus Dur bermaksud melanjutkan studinya ke Eropa. Akan tetapi persyaratan yang ketat, utamanya dalam bahasa-misalnya untuk masuk dalam kajian klasik di Kohln, harus menguasai bahasa Hebraw, Yunani atau Latin dengan baik di samping bahasa Jerman-tidak dapat dipenuhinya, akhirnya yang dilakukan adalah melakukan kunjungan dan menjadi pelajar keliling, dari satu universitas ke universitas lainnya. Pada akhirnya ia menetap di Belanda selama enam bulan dan mendirikan Perkumpulan Pelajar Muslim Indonesia dan Malaysia yang tinggal di Eropa. Untuk biaya hidup dirantau, dua kali sebulan ia pergi ke pelabuhan untuk bekerja sebagai pembersih kapal tanker. Gus Dur juga sempat pergi ke McGill University di Kanada untuk mempelajari kajian-lkajian keislaman secara mendalam. Namun, akhirnya ia kembali ke Indoneisa setelah terilhami berita-berita yang menarik sekitar perkembangan dunia pesantren. Perjalanan keliling studi Gus Dur berakhir pada tahun 1971, ketika ia kembali ke Jawa dan mulai memasuki kehidupan barunya, yang sekaligus sebagai perjalanan awal kariernya. Meski demikian, semangat belajar Gus Dur tidak surut. Buktinya pada tahun 1979 Gus Dur ditawari untuk belajar ke sebuah universitas di Australia guna mendapatkkan gelar doktor. Akan tetapi maksud yang baik itu tidak dapat dipenuhi, sebab semua promotor tidak sanggup, dan menggangap bahwa Gus Dur tidak membutuhkan gelar tersebut. Memang dalam kenyataannya beberapa disertasi calon doktor dari Australia justru dikirimkan kepada Gus Dur untuk dikoreksi, dibimbing yang kemudian dipertahankan di hadapan sidang akademik. sumber gusdur.net

Read More..

Kolumnis Diadili

Kolumnis diadili, cemarkan Kejaksaan Agung Gara-gara pelarangan buku sejarah SMP dan SMU serta novel Pramoedya Ananta Toer
Menulis kolom opini di surat kabar bisa menuai perkara di meja hijau. Kasus itulah yang menimpa penulis kolom, Bersihar Lubis yang diadili di Pengadilan Negeri (PN) Depok karena didakwa menghina instansi Kejaksaan Agung dan dituntut sesuai pasal 207 KUHP dan pasal 316 yo 310 ayat (1) KUHP. Jaksa Penuntut Umum Tikyono dari Kejaksaan Negeri Depok menuntut terdakwa dengan hukuman delapan bulan penjara pada 14 November lalu. Lubis menyampaikan pledooinya pada 21 November 2007.
Kisah ini berawal ketika Lubis menulis kolom pendapat di Koran TEMPO edisi 17 Maret 2007 yang berjudul "Kisah Interogator yang Dungu." Tulisan opini itu mengkritisi pelarangan buku sejarah SMP dan SMU oleh Kejaksaan Agung pada Maret lalu. Lubis juga mengaitkannnyadengan pelarangan novel Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia (BM) dan Anak Semua Bangsa (ASB) pada 1981, juga oleh Kejaksaan Agung.
Dalam kasus Pram, Lubis mengutip ceramah lisan Joesoef Isak, penerbit Hasta Mitra yang menerbitkan novel Pram, BM dan ASB pada 1981 lalu di Hari Sastra Indonesia di Paris pada Oktober 2004 lalu. Lubis mengutip, Joesoef Isak diperiksa interrogator dari KejaksaanAgung pada 1981 yang menuturkan mulanya ia meminta supaya Kejaksaan Agung menggelar sebuah symposium ahli untuk membicarakan secara obyektif karya-karya Pram. Tapi ditolak dengan alasan interrogator lebih paham dari siapapun bahwa BM dan ASB adalah karya sastra Marxis.
Tapi kemudian pemeriksa meminta Joesoef Isak menunjukkan baris-baris mana yang memperlihatkan adanya teori Marxis dalam novel BM dan ASB. Padahal, semula katanya lebih paham dari siapapun. Interrogator beralasan bahwa mereka memang tidak bisa mengidentifikasi pada baris-baris mana teori Marxis dalam novel itu, tapi dapat merasakannya. Itulah yang membuat Joesoef mengucapkan "kata dungu" di Hari Sastra Indonesia di Paris itu. Nah, kutipan kata "dungu" dalam kontek interogasi Joesoef Isak itulah yang dicuplik Lubis, sehingga ia didakwa telah menghina instansi Kejaksaan Agung.
Kisah lama itu ditulis Lubis sehubungan dengan langkah Kejaksaan Agung melarang belasan buku sejarah SMP dan SMU karena tidak mencantumkan kebenaran sejarah tentang pemberontakan PKI di Madiun (1948) dan pemberontakan PKI pada 1965. "Itu pemutarbalikan fakta sejarah," kata Muchtar Arifin, Jaksa Agung Muda Intelijen, kini Wakil Jaksa Agung RI.
Dalam kolomnya, Lubis mengkritisi pelarangan buku sejarah itu dari sudut kesejarahan belaka. "Seandainya ada bahasan ilmiah yang melibatkan sejarawan seperti Asvi Warman Adam dan Anhar Gonggong, dan lainnya, mungkin pelarangan itu sedikitnya telah bertolak dari pandangan ilmiah," tulis Lubis di Koran TEMPO.
Kebebasan Berpendapat
Dalam pembelaannya yang dibacakan pada 21 November 2007 di PN Depok, Lubis mantan wartawan Majalah TEMPO (1978-1994) itu mengutip berbagai fakta dalam persidangan. Ternyata tak seorang saksi pun yang secara tegas dan meyakinkan mengatakan bahwa kata "dungu" itu berasal dari Lubis. Dua saksi dari Kejaksaan Negeri Depok, sekaligus saksi pelapor ke Polres Depok, yakni Pudin Saprudin dan Abdul Syukur, semula berkata bahwa kata "dungu" dalam tulisan itu berasal dari Lubis. Kemudian keduanya bimbang setelah dicecar hakim.Akhirnya, keduanya berkata, "tidak tahu."
Beda dengan saksi Susanto SH, juga dari Kejaksaan Negeri Depok, mengatakan bahwa kata "dungu" adalah kutipan dari Joesoef Isak. Keterangan saksi Daru Priyambodo selaku Redaktur Eksekutif Koran TEMPO dengan tegas mengatakan bahwa kata-kata "dungu" itu berasaldari Joesoef Isak, bukan terdakwa.
Saksi Joesoef Isak, mulanya menjelaskan bahwa istilah "dungu" itu tidak sepenuhnya mencerminkan ceramah lisannya di Paris. Tapi mantan Pemred Harian Merdeka ini mengaku tak bisa mengulanginya secara persis (beliau sudah berusia 79 tahun). Namun ketika Lubismemperlihatkan teks pidatonya sehubungan karya-karya Pram di Fordham University, New York pada 24 April 1999 di depan Majelis Hakim, Joesoef Isak membenarkan. Ia mengakui adanya kata "idiocy" dalam pidatonya di New York tersebut. Ia pun membenarkan beberapa butir teks pidatonya di New York, yang dikonfirmasikan terdakwa di depan majelis dan klop dengan tulisan terdakwa di Koran TEMPO.
Joesoef Isak adalah penerima Hadiah Jeri Laber Pour La Liberte De l'edition dari Perhimpunan Penerbit Amerika, Partner Pen American Center, April 2004 di New York. Selain juga penghargaan dari Australia dan Belanda.
Menurut Lubis, teks pidato Joesoef di New York juga dibagikan-bagikan pada Hari Sastra Indonesia di Paris pada 2004. Ceramah dan teks pidato itulah yang kemudian dilaporkan oleh JJ Kusni, koresponden Majalah MEDIUM di Paris dan mengirimkannya ke Majalah MEDIUM lengkap dengan foto-foto Joesoef Isak di Paris dan dimuat pada edisi 27 Oktober-9 November 2004. Pada saat itu, Lubis menjadi Pemimpin Redaksi Majalah MEDIUM di Jakarta.
Ketika Kejaksaan Agung melarang buku sejarah SMP dan SMU pada Maret 2007 lalu, Lubis pun mengutip laporan dari Hari Sastra Indonesia di Paris itu, sebagai bahan untuk tulisan Pendapat atau Opini di Koran TEMPO edisi 17 Maret 2007.
Keterangan saksi Joesoef Isak ini klop dengan keterangan saksi ahli Frans Asisi Datang, M. Hum dari UI Jakarta yang menjelaskan bahwa jika kata dungu itu berasal dari tulisan (teks pidato Joesoef Isak, pen), harus dikonfirmasikan kepada yang bersangkutan.
Dalam pledooinya, Lubis mengatakan bahwa tulisannya di Koran TEMPO bukanlah perbuatan pidana. "Tetapi adalah wujud ekspresi dalam kebebasan berpendapat sebagaimana dibenarkan dalam pasal 28 UUD 1945, dan merupakan bagian dari alam demokrasi di Indonesia," kataLubis. Untuk itu ia mohon Majelis Hakim membebaskannya dari segala dakwaan.
Komunitas Sejarah
Dalam pleedoinya, Lubis juga mengutip keterangan Ketua PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Azasi Manusia) Jhonson Panjaitan di media massa yang mengkritik Kejaksaan Agung terkait pelarangan 13 buku sejarah. PBHI mewakili Komunitas Sejarah Indonesia melihatpelarangan itu tak berdasar. Misalnya, pelarangan buku pelajaran kelas I SMP karena pemberontakan Madiun dan 1965 dalam buku tersebut tidak mencantumkan kata PKI dalam penulisan G30S.
Padahal, buku sejarah kelas I SMP yang dilarang memang tidak memuat peristiwa Madiun dan 1965 karena pengajaran pada kelas I SMP baru membahas sejarah kerajaan Nusantara. Belum sampai ke periode Peristiwa Madiun dan G30S/PKI 1965. Bahkan, selain melarang bukuyang tidak mencantumkan G30S/PKI (Matrodji, Sejarah Kelas 3 SMP, Erlangga) tetapi juga melarang buku yang tetap menggunakan istilah G30S/PKI (Tugiyono dkk, Pengetahuan Sosial, Grasindo).
Bertolak dari pelarangan novel Pramoedya Ananta Toer dan pelarangan buku sejarah untuk SMP dan SMU, menurut Lubis, telah menimbulkan ketidak-pastian hukum. Bahkan dapat menghambat kreatifitas penulisan dan penerbitan karya sastra maupun buku-buku sejarah yang merugikan dunia penerbitan secara ekonomi dalam kaitannya dengan pencerdasanbangsa. Mengutip pasal 310 ayat (3) KUHAP, maka kritik yang dilakukan Lubis adalah demi kepentingan umum, dan bukan merupakan perbuatan pidana pencemaran tertulis (Bersihar Lubis).
Catatan:
1. Bersihar Lubis, 57 tahun. Nomor HP. 081317889457. Penah bekerja di Majalah TEMPO (1978-1994); Majalah GATRA (1995-1999); Majalah GAMMA (1999-2003); Majalah MEDIUM (2003- awal 2006). Sekarang penulis tetap Weekly Review di Medan Bisnis (Medan) tulisan Opini di Harian Analisa (Medan), Harian Riau Pos (Pekanbaru), Sumut Pos (Medan), Pikiran-Rakyat (Bandung), Batak Pos (Jakarta); Koran TEMPO (Jakarta) dan sesekali di Harian KOMPAS (Jakarta) dan Sinar Harapan (Jakarta). Ayah empat anak, kelahiran Gunungtua Batangonang, Tapanuli Selatan Sumatera Utara, 25 Februari 1950.
2. Dalam persidangan, saya tidak didampingi penasihat hukum. Tapi berdiskusi dan menerima masukan dari rekan-rekan PBHI Jakarta (Irfan Fahmi al Kindy, HP, 08159023416). media-jakarta.blogspot.com

Read More..

Kamis, 15 November 2007

Rosihan Anwar : Symbol Kebebasan Berpikir

Dia wartawan, penulis, pendidik, seniman dan sejarawan sepanjang hidup. Sosok yang layak disenut sebagai simbol kebebasan berpikir. Rezim Orde Baru dan Lama menyimpan rasa love-hate terhadapnya. Karena dia selalu mengikuti insting jurnalistiknya, menyuarakan isi hatinya, mengungkapkan kebenaran, ketidakadilan. Tak satu gembok pun bisa mengunci kebebasan berpikirnya.
Banyak yang pernah berhubungan dengan Rosihan atau mengenalnya dari jauh, menganggapnya sebagai pribadi yang arogan. Ada pula yang menggambarkan Rosihan sebagai tokoh yang punya karisma kuat, disayang, tetapi dibenci. Tetapi, sebagian terbesar dari 60 tahun lebih karier jurnalistiknya penuh ambivalensi dalam hubungannya dengan dua rezim pertama negeri ini.
Begitu Abdullah Alamudi, Wartawan senior, instruktur pada Lembaga Pers Dr Soetomo, Jakarta, menggambarkan sosok Rosihan dalam kolomnya di Kompas (10/5). Berikut penuturan Abdullah perihal profil Rosihan:
Rezim Orde Baru dan Lama tampak menyimpan rasa love-hate terhadap Rosihan. Sebagian besar karena dia selalu mengikuti insting jurnalistiknya, menyuarakan isi hatinya, mengungkapkan kebenaran, ketidakadilan, yang tidak satu gembok pun bisa mengunci kebebasan berpikirnya. Seperti kata Virginia Woolf itu.
Ketika Jenderal Spoor dan pasukannya melancarkan aksi polisionil Belanda pertama, Juli 1947, mereka menyekap Rosihan di penjara Bukitduri, Jakarta Selatan. Lalu, Presiden Soekarno menutup korannya, Pedoman, pada tahun 1961. Pemerintah Orde Baru menghargai pengabdian tiada henti Rosihan sebagai wartawan sejak sebelum Revolusi Indonesia dengan menganugerahinya Bintang Mahaputra III, tetapi mereka menutup Pedoman pada tahun 1974-kurang dari setahun setelah Presiden Soeharto mengalungkan bintang itu di leher para penerimanya-termasuk Jakob Oetama.
Sekarang pun, sikap kritisnya tidak berubah. Ini tercermin, misalnya, dalam tulisannya di Jakarta Post (4/3/01). Di sana, Rosihan bercerita mengenai pengalaman dan pendapat seorang penulis dan wartawan Belanda, Willem Walraven, tentang pergerakan Indonesia di tahun 1940-an.
Walraven meninggal di kamp konsentrasi Jepang di Jawa Timur pada tahun 1943. Dan Rosihan berkomentar: "Oligarki pribumi". "Tanpa ampun terhadap bangsa sendiri". "Penderitaan yang menyedihkan bagi pekerja biasa". "56 tahun merdeka, 15 bulan dalam pemerintahan Gus Dur. Aku melihat sekeliling republik yang luas ini dan semuanya seperti tiada perubahan."
Di harian Kompas (26/4), dia mengingatkan pers Indonesia tentang kecenderungan penguasa sekarang dan anggota DPR untuk mengekang kebebasan pers seperti di zaman kolonial. Rosihan mengingatkan wartawan supaya tidak banyak menaruh harapan kepada para anggota DPR dan elite politik kini yang digambarkannya sebagai golddiggers, pemburu harta. Dia berseru kepada masyarakat pers agar mereka "merapatkan barisan untuk siap siaga terhadap datangnya malapetaka pemasungan atas diri mereka."
Sikap kerasnya itu merupakan reaksi terhadap golddiggers yang berusaha memasung pers dengan mengajukan rancangan undang-undang tentang Rahasia Negara dan RUU tentang Penyiaran yang lebih banyak berisi larangan ketimbang mengembalikan hak masyarakat untuk memperoleh informasi.
Ketika memperingati "Hari Kemerdekaan Pers Dunia" (Kompas, 7/5/97), Rosihan mengingatkan, ada suatu masa di zaman Revolusi pers Indonesia menikmati kebebasan, yakni sewaktu Perdana Menteri Mohammad Hatta membiarkan pers mengkritiknya dan koran-koran oposisi mengecamnya. "...Warisan sejarah itu jangan dilupakan," katanya. Pesan ini baik juga diingat oleh golddiggers yang ingin mengembalikan pers Indonesia ke zaman kolonial.
Sebagai reporter Asia Raya sejak 1943, redaktur harian Merdeka, pendiri dan pemimpin redaksi majalah Siasat sebelum mendirikan harian Pedoman, Rosihan banyak menulis tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada edisi pertama harian Merdeka 1 Oktober 1945, Rosihan menulis sajak yang pesan-pesannya amat kiri, berjudul, “Kini Abad Rakyat Merdeka.” Sebagian dari sajak itu berbunyi:"... Kami putra abad sekarang/Gairah berjuang terus-menerus/Mewujudkan cita semboyan kudus:/SAMA RASA, SAMA RATA/Tiada lagi bangsa terjajah/Mereka semua berdaulat sendiri/Buat jaminan damai abadi."
Ensiklopedi berjalanLahir di Kubang Nan Dua, Sumatera Barat, 10 Mei 1922, Rosihan belajar di sekolah rakyat (HIS) dan SMP (MULO) di Padang. Dia melanjutkan pendidikannya di AMS di Yogyakarta. Dari sana Rosihan mengikuti berbagai workshop di dalam dan di luar negeri, termasuk di Yale University dan School of Journalism di Columbia University, New York, Amerika Serikat. Ayahnya adalah Asisten Demang Anwar, gelar Maharaja Sutan di Sumatera Barat.
Memulai karier jurnalistiknya sejak berumur 20-an, sedikitnya Rosihan sudah menulis 21 judul buku dan mungkin ratusan artikel di hampir semua koran dan majalah utama di negeri ini dan di beberapa penerbitan asing. Dia juga bermain dalam beberapa film Indonesia sejak tahun 1950, bahkan dia salah satu pendiri Perusahaan Film Nasional (Perfini) pada tahun 1950 bersama (alm) Usmar Ismail dan tetap menjadi kritikus film sampai sekarang.
Rosihan adalah bagian dari sejarah Indonesia. Dia seolah ensiklopedia Indonesia berjalan. Karena itu pula Masyarakat Sejarah Indonesia mengangkatnya menjadi salah seorang anggota kehormatannya.
Dalam pengantarnya pada buku H Rosihan Anwar: Wartawan Dengan Aneka Citra, Jakob Oetama, Pemimpin Redaksi harian Kompas, menggambarkan Rosihan sebagai "...wartawan sejati, bukanlah man of power melainkan man of conscience and of culture, lebih cenderung kepada suara hati dan kebudayaan (baca: kemanusiaan) daripada kekuasaan."
Sakit hati Rosihan pada Pemerintah Orde Baru, yang tetap menolak Pedoman terbit kembali meski Menteri Penerangan Mashuri sudah memintakannya kepada Presiden Soeharto. Itu tercermin pada penolakannya menjadi duta besar dan berkuasa penuh untuk Vietnam. Rosihan menolaknya secara halus dengan alasan dia tidak bisa meninggalkan anak-anaknya yang masih duduk di sekolah menengah.
Banyak peninjau politik melihat keputusan Rosihan saat itu sebagai tindakan terlalu berani untuk menolak penugasan terhormat dari seorang "Raja Jawa" (baca: Presiden Soeharto). Tetapi, itulah Haji Waang-julukan banyak orang terhadap Rosihan, yang mereka ambil dari nama tokoh lugu dan polos dalam tajuk-tajuk rencana Pedoman setiap Jum'at. Rosihan memang tidak membentak atau menghardik orang, tetapi sentilannya (baca: arogansinya) dalam menghujam di hati, lama mendengung di kuping.
Rosihan juga seorang pendidik, fair, dan selalu memberi kesempatan kepada stafnya untuk maju. Keterampilannya menulis menjadikan Rosihan kolumnis yang mungkin terbaik di Indonesia saat ini. Dia bercerita sebagai seorang storyteller dan menunjukkan authenticity artikelnya dengan menampilkan diri dalam tulisannya, menjadi saksi sejarah, sehingga pembaca hanyut dalam arus ceritanya.
Bila menulis obituary, Rosihan bercerita tentang the life and work orang bersangkutan dan tempatnya dalam sejarah negeri ini sehingga pembaca bisa meneteskan air mata. Selalu ada warna dalam ceritanya, tetapi tanpa flowery words dan tak ada lubang dalam tulisannya.
Penampilan fisik H Rosihan Anwar, yang hari ini berumur 80 tahun, rasanya tidak berbeda dengan penampilannya pada 1968. Bahkan, Rosihan tampak lebih rapi karena dia tidak lagi mengenakan ciri khasnya yang dulu: saputangan di tengkuk untuk melindungi kerah baju dari keringatnya.
Namun, betapapun penampilan dan arogansinya, Rosihan adalah panutan para wartawan dalam menghadapi orang-orang yang dia sebut golddiggers.

Sumber : tokohindonesia.com

Read More..

Rosihan Anwar : Symbol Kebebasan Berpikir

Dia wartawan, penulis, pendidik, seniman dan sejarawan sepanjang hidup. Sosok yang layak disenut sebagai simbol kebebasan berpikir. Rezim Orde Baru dan Lama menyimpan rasa love-hate terhadapnya. Karena dia selalu mengikuti insting jurnalistiknya, menyuarakan isi hatinya, mengungkapkan kebenaran, ketidakadilan. Tak satu gembok pun bisa mengunci kebebasan berpikirnya.
Banyak yang pernah berhubungan dengan Rosihan atau mengenalnya dari jauh, menganggapnya sebagai pribadi yang arogan. Ada pula yang menggambarkan Rosihan sebagai tokoh yang punya karisma kuat, disayang, tetapi dibenci. Tetapi, sebagian terbesar dari 60 tahun lebih karier jurnalistiknya penuh ambivalensi dalam hubungannya dengan dua rezim pertama negeri ini.
Begitu Abdullah Alamudi, Wartawan senior, instruktur pada Lembaga Pers Dr Soetomo, Jakarta, menggambarkan sosok Rosihan dalam kolomnya di Kompas (10/5). Berikut penuturan Abdullah perihal profil Rosihan:
Rezim Orde Baru dan Lama tampak menyimpan rasa love-hate terhadap Rosihan. Sebagian besar karena dia selalu mengikuti insting jurnalistiknya, menyuarakan isi hatinya, mengungkapkan kebenaran, ketidakadilan, yang tidak satu gembok pun bisa mengunci kebebasan berpikirnya. Seperti kata Virginia Woolf itu.
Ketika Jenderal Spoor dan pasukannya melancarkan aksi polisionil Belanda pertama, Juli 1947, mereka menyekap Rosihan di penjara Bukitduri, Jakarta Selatan. Lalu, Presiden Soekarno menutup korannya, Pedoman, pada tahun 1961. Pemerintah Orde Baru menghargai pengabdian tiada henti Rosihan sebagai wartawan sejak sebelum Revolusi Indonesia dengan menganugerahinya Bintang Mahaputra III, tetapi mereka menutup Pedoman pada tahun 1974-kurang dari setahun setelah Presiden Soeharto mengalungkan bintang itu di leher para penerimanya-termasuk Jakob Oetama.
Sekarang pun, sikap kritisnya tidak berubah. Ini tercermin, misalnya, dalam tulisannya di Jakarta Post (4/3/01). Di sana, Rosihan bercerita mengenai pengalaman dan pendapat seorang penulis dan wartawan Belanda, Willem Walraven, tentang pergerakan Indonesia di tahun 1940-an.
Walraven meninggal di kamp konsentrasi Jepang di Jawa Timur pada tahun 1943. Dan Rosihan berkomentar: "Oligarki pribumi". "Tanpa ampun terhadap bangsa sendiri". "Penderitaan yang menyedihkan bagi pekerja biasa". "56 tahun merdeka, 15 bulan dalam pemerintahan Gus Dur. Aku melihat sekeliling republik yang luas ini dan semuanya seperti tiada perubahan."
Di harian Kompas (26/4), dia mengingatkan pers Indonesia tentang kecenderungan penguasa sekarang dan anggota DPR untuk mengekang kebebasan pers seperti di zaman kolonial. Rosihan mengingatkan wartawan supaya tidak banyak menaruh harapan kepada para anggota DPR dan elite politik kini yang digambarkannya sebagai golddiggers, pemburu harta. Dia berseru kepada masyarakat pers agar mereka "merapatkan barisan untuk siap siaga terhadap datangnya malapetaka pemasungan atas diri mereka."
Sikap kerasnya itu merupakan reaksi terhadap golddiggers yang berusaha memasung pers dengan mengajukan rancangan undang-undang tentang Rahasia Negara dan RUU tentang Penyiaran yang lebih banyak berisi larangan ketimbang mengembalikan hak masyarakat untuk memperoleh informasi.
Ketika memperingati "Hari Kemerdekaan Pers Dunia" (Kompas, 7/5/97), Rosihan mengingatkan, ada suatu masa di zaman Revolusi pers Indonesia menikmati kebebasan, yakni sewaktu Perdana Menteri Mohammad Hatta membiarkan pers mengkritiknya dan koran-koran oposisi mengecamnya. "...Warisan sejarah itu jangan dilupakan," katanya. Pesan ini baik juga diingat oleh golddiggers yang ingin mengembalikan pers Indonesia ke zaman kolonial.
Sebagai reporter Asia Raya sejak 1943, redaktur harian Merdeka, pendiri dan pemimpin redaksi majalah Siasat sebelum mendirikan harian Pedoman, Rosihan banyak menulis tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada edisi pertama harian Merdeka 1 Oktober 1945, Rosihan menulis sajak yang pesan-pesannya amat kiri, berjudul, “Kini Abad Rakyat Merdeka.” Sebagian dari sajak itu berbunyi:"... Kami putra abad sekarang/Gairah berjuang terus-menerus/Mewujudkan cita semboyan kudus:/SAMA RASA, SAMA RATA/Tiada lagi bangsa terjajah/Mereka semua berdaulat sendiri/Buat jaminan damai abadi."
Ensiklopedi berjalanLahir di Kubang Nan Dua, Sumatera Barat, 10 Mei 1922, Rosihan belajar di sekolah rakyat (HIS) dan SMP (MULO) di Padang. Dia melanjutkan pendidikannya di AMS di Yogyakarta. Dari sana Rosihan mengikuti berbagai workshop di dalam dan di luar negeri, termasuk di Yale University dan School of Journalism di Columbia University, New York, Amerika Serikat. Ayahnya adalah Asisten Demang Anwar, gelar Maharaja Sutan di Sumatera Barat.
Memulai karier jurnalistiknya sejak berumur 20-an, sedikitnya Rosihan sudah menulis 21 judul buku dan mungkin ratusan artikel di hampir semua koran dan majalah utama di negeri ini dan di beberapa penerbitan asing. Dia juga bermain dalam beberapa film Indonesia sejak tahun 1950, bahkan dia salah satu pendiri Perusahaan Film Nasional (Perfini) pada tahun 1950 bersama (alm) Usmar Ismail dan tetap menjadi kritikus film sampai sekarang.
Rosihan adalah bagian dari sejarah Indonesia. Dia seolah ensiklopedia Indonesia berjalan. Karena itu pula Masyarakat Sejarah Indonesia mengangkatnya menjadi salah seorang anggota kehormatannya.
Dalam pengantarnya pada buku H Rosihan Anwar: Wartawan Dengan Aneka Citra, Jakob Oetama, Pemimpin Redaksi harian Kompas, menggambarkan Rosihan sebagai "...wartawan sejati, bukanlah man of power melainkan man of conscience and of culture, lebih cenderung kepada suara hati dan kebudayaan (baca: kemanusiaan) daripada kekuasaan."
Sakit hati Rosihan pada Pemerintah Orde Baru, yang tetap menolak Pedoman terbit kembali meski Menteri Penerangan Mashuri sudah memintakannya kepada Presiden Soeharto. Itu tercermin pada penolakannya menjadi duta besar dan berkuasa penuh untuk Vietnam. Rosihan menolaknya secara halus dengan alasan dia tidak bisa meninggalkan anak-anaknya yang masih duduk di sekolah menengah.
Banyak peninjau politik melihat keputusan Rosihan saat itu sebagai tindakan terlalu berani untuk menolak penugasan terhormat dari seorang "Raja Jawa" (baca: Presiden Soeharto). Tetapi, itulah Haji Waang-julukan banyak orang terhadap Rosihan, yang mereka ambil dari nama tokoh lugu dan polos dalam tajuk-tajuk rencana Pedoman setiap Jum'at. Rosihan memang tidak membentak atau menghardik orang, tetapi sentilannya (baca: arogansinya) dalam menghujam di hati, lama mendengung di kuping.
Rosihan juga seorang pendidik, fair, dan selalu memberi kesempatan kepada stafnya untuk maju. Keterampilannya menulis menjadikan Rosihan kolumnis yang mungkin terbaik di Indonesia saat ini. Dia bercerita sebagai seorang storyteller dan menunjukkan authenticity artikelnya dengan menampilkan diri dalam tulisannya, menjadi saksi sejarah, sehingga pembaca hanyut dalam arus ceritanya.
Bila menulis obituary, Rosihan bercerita tentang the life and work orang bersangkutan dan tempatnya dalam sejarah negeri ini sehingga pembaca bisa meneteskan air mata. Selalu ada warna dalam ceritanya, tetapi tanpa flowery words dan tak ada lubang dalam tulisannya.
Penampilan fisik H Rosihan Anwar, yang hari ini berumur 80 tahun, rasanya tidak berbeda dengan penampilannya pada 1968. Bahkan, Rosihan tampak lebih rapi karena dia tidak lagi mengenakan ciri khasnya yang dulu: saputangan di tengkuk untuk melindungi kerah baju dari keringatnya.
Namun, betapapun penampilan dan arogansinya, Rosihan adalah panutan para wartawan dalam menghadapi orang-orang yang dia sebut golddiggers.
Sumber : tokohindonesia.com

Read More..

Pahlawan Nasional Republik Indonesia KH Noer Ali

Gerilyawan Handal, Revolusioser Karismatik, Tokoh Spiritual, Pejuang Pendidikan, Republiken Tulen, Anggota Konstituante dari Partai Masyumi, Politisi di Era Demokrasi Liberal, Pelopor Kealahiran MUI Pusat, Ideolog Resmi Warga Betawi, Pemersatu Dalam Semua Bidang, Toleran, Rendah Hati, Tegas, Ahli Ibadah, dan Istiqomah (Konasisten).
"Bukan orang Bekasi namanya kalau dia tidak kenal KH. Noer Ali". ya itu adalah ungkapan yang sering saya dengar dari para orang tua dulu. Sosok beliau sangat terkenal dimata orang bekasi karena ia menjadi ikon kebanggaan masyarakat betawi (khususnya di Karawang-Bekasi) pada masa revolusi. Beliau terkenal dengan sebutan "Singa Karawang Bekasi" atau ada juga yang menyebutnya "si Belut Putih".
Saya memang tidak banyak tau tentang sejarah beliau. Saya hanya dapat kisahnya dari para orang tua. Beliau adalah seorang ulama dan pemimpin pada zaman revolusi.
Kembali ke KH. Noer Ali, selain berjuang melawan penjajah beliau juga memiliki pesantren At- Taqwa yang berpusat di Kampung Ujung Harapan (dulu bernama Ujung malang) . Kini pesantren tersebut sudah memiliki lebih dari 50 Cabang. Dan saya adalah orang yang termasuk salah satu santri dicabangnya (At- Taqwa VIII). Cerita perjuangan beliau begitu banyak yang saya dapatkan baik dari para orang tua maupun guru (ceritanya seperti film-film kolosal ^_^). Ia selalu bisa lolos/menghilang ketika ditangkap belanda (mungkin karena itu kali ya dia berjuluk si belut putih), meriam-meriam belanda yang tidak bisa meledak, murid-muridnya yang kebal peluru karena amalan wirid dan ratibnya, dll. Beliau juga sangat terkenal di mata masyarakat non muslim karena sikap tolerannya, hal itu dibuktikan ketika beliau sangat melindungi masyarakat tiong hoa yang non Muslim dari penjajah Belanda.
Alhamdulillah pada 9 November 2006 akhirnya ia diangkat menjadi pahlawan Nasional, pemerintah RI menganugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Adipradana.

"Singa Karawang-Bekasi"
Sebagaimana biografi yang ditulis Ali Anwar, Noer Ali lahir tahun 1914 di Kp. Ujungmalang (sekarang menjadi Ujungharapan),Kewedanaan Bekasi, Kabupaten Meester Cornelis, Keresidenan Batavia. Ayahnya bernama H. Anwar bin Layu, seorang petani dan ibunya bernama Hj. Maimunah binti Tarbin.
Meskipun ayahnya hanya sebagai petani, namun karena kemauan keras untuk menuntut ilmu, Noer Ali pergi ke Mekah dengan meminjam uang dari majikan ayahnya yang harus dibayar dicicil selama bertahun-tahun. Selama enam tahun (1934-1940) Noer Ali belajar di Mekah.
Saat di Mekah, semangat kebangsaannya tumbuh ketika ia merasa dihina oleh pelajar asing yang mencibir: "Mengapa Belanda yang negaranya kecil bisa menjajah Indonesia. Harusnya Belanda bisa diusir dengan gampang kalau ada kemauan!". Noer Ali pun "marah" dan menghimpun para pelajar Indonesia khususnya dari Betawi untuk memikirkan nasib bangsanya yang dijajah. Ia diangkat teman-temannya menjadi Ketua Perhimpunan Pelajar Betawi di Mekah (1937).
Sekembalinya ke tanah air, Noer Ali mendirikan pesantren di Ujungmalang. Ketika Indonesia merdeka, ia terpilih sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Cabang Babelan. Tanggal 19 September 1945 ketika diselenggarakan Rapat Raksasa di Lapang Ikada Jakarta, Noer Ali mengerahkan massa untuk hadir. Dalam mempertahankan kemerdekaan, ia menjadi Ketua Lasykar Rakyat Bekasi, selanjutnya menjadi Komandan Batalyon III Hisbullah Bekasi. Bung Tomo saat itu dalam pidato-pidatonya dalam Radio Pemberontak menyebutnya sebagai Kiai Haji Noer Ali sehingga selanjutnya ia dikenal sebagai K.H. Noer Ali.
Peranan pentingnya muncul ketika terjadi Agresi Militer Juli 1947. K.H. Noer Ali menghadap Jenderal Oerip Soemohardjo di Yogyakarta. Ia diperintahkan untuk bergerilya di Jawa Barat dengan tidak menggunakan nama TNI. K.H. Noer Ali pun kembali ke Jawa Barat jalan kaki dan mendirikan serta menjadi Komandan Markas Pusat Hisbullah-Sabilillah (MPHS) Jakarta Raya di Karawang. Saat itu, Belanda menganggap tentara Republik sudah tidak ada. Noer Ali meminta rakyat Rawagede untuk memasang ribuan bendera kecil-kecil dari kertas minyak ditempel di pepohonan. Tentara Belanda (NICA) melihat bendera-bendera itu terkejut karena ternyata RI masih eksis di wilayah kekuasaannya. Belanda mengira hal itu dilakukan pasukan TNI di bawah Komandan Lukas Kustaryo yang memang bergerilya di sana. Maka pasukan Lukas diburu dan karena tidak berhasil menemukan pasukan itu, Belanda mengumpulkan rakyat Rawagede sekitar 400 orang dan kemudian dibunuh. Peristiwa ini membangkitkan semangat rakyat sehingga banyak yang kemudian bergabung dengan MPHS.
Kekuatan pasukan MPHS sekitar 600 orang, malang melintang antara Karawang dan Bekasi, berpindah dari satu kampung ke kampung lain, menyerang pos-pos Belanda secara gerilya. Di situlah K.H. Noer Ali digelari "Singa Karawang-Bekasi". Ada juga yang menyebutnya sebagai "Belut Putih" karena sulit ditangkap musuh. Sebagai kiai yang memiliki karomah, Noer Ali menggunakan tarekat untuk memperkuat mental anak buahnya. Ada wirid-wirid yang harus diamalkan, namun kadang-kadang anak buahnya ini tidak taat. Tahun 1948 Residen Jakarta Raya mengangkat K.H. Noer Ali sebagai Koordinator Kabupaten Jatinegara.
Ketika terjadi Perjanjian Renville, semua pasukan Republik harus hijrah ke Yogyakarta atau ke Banten. Ia hijrah ke Banten melalui Leuwiliang, Bogor. Di Banten, MPHS diresmikan menjadi satu baltalyon TNI diPandeglang. Saat akan dilantik, tiba-tiba Belanda menyerbu. Noer Ali pun bersama pasukannya bertempur di Banten Utara sampai terjadinya Perjanjian Roem-Royen. Dalam Konferensi Meja Bundar yang mengakhiri Perang Kemerdekaan 1946-1949, Noer Ali diminta oleh Mohammad Natsir membantu delegasi Indonesia. Selain itu, ia pun masuk ke luar hutan untuk melakukan kontak-kontak dengan pasukan yang masih bertahan. Ketika pengakuan kedaulatan ditandatangani Belanda, MPHS pun dibubarkan. Jasa-jasanya selama masa perang kemerdekaan dihargai orang termasuk oleh A.H. Nasution, yang menjadi Komandan Divisi Siliwangi waktu itu. Kemudian dimulailah perjuangan K.H. Noer Ali dalam mengisi kemerdekaan melalui pendidikan maupun melalui jalur politik.
Prof. Dr. Nina H. Lubis, M.S. adalah Guru Besar Ilmu Sejarah Fak. Sastra Unpad, Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Unpad, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat menyebut, pemikiran Noer Ali untuk memajukan pendidikan di negeri ini, sebenarnya sudah dimulai sejak ia mendirikan pesantren sepulang dari Mekah. Setelah merdeka, peluang lebih terbuka. Tahun 1949, ia mendirikan Lembaga Pendidikan Islam di Jakarta. Selanjutnya
Januari 1950 mendirikan Madrasah Diniyah di Ujungmalang dan selanjutnya mendirikan Sekolah Rakyat Indonesia (SRI) di berbagai tempat di Bekasi, kemudian juga di tempat lain, hingga ke luar Jawa.
Di lapangan politik, peran Noer Ali memang menonjol. Saat Negara RIS kembali ke negara kesatuan, ia menjadi Ketua Panitia Amanat Rakyat Bekasi untuk bergabung ke dalam NKRI. Tahun 1950, Noer Ali diangkat sebagai Ketua Masyumi Cabang Jatinegara.
Tahun 1956, ia diangkat menjadi anggota Dewan Konstituante dan tahun 1957 menjadi anggota Pimpinan Harian/Majelis Syuro Masyumi Pusat. Tahun 1958 menjadi Ketua Tim Perumus Konferensi Alim Ulama-Umaro se-Jawa Barat di Lembang Bandung, yang kemudian melahirkan Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat.
Tahun 1971-1975 menjadi Ketua MUI Jawa Barat. Di samping itu, sejak 1972 menjadi Ketua Umum Badan Kerja Sama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat. Dalam perkembangan selanjutnya, ia bersikap sebagai pendamai, tidak pro satu aliran. Dengan para kiai Muhammadiyah, NU, maupun Persis, ia bersikap baik.
Gelar pahlawan nasional sebenarnya bukan tujuan akhir bagi sang syuhada ini. Ia dilahirkan untuk membela manusia yang ’teraniyaya’ dari koloni dan kekeringan spiritual. Meski dirinya seorang ulama, kiyayi, namun pola pikirnya dalam banyak hal kemanusaian cocok untuk masanya. Sebut saja soal pendidikan, pertanian, kemasyarakatan, nasionalesme, manajemen, dan penyumbang ide sekaligus aktor dalam kelahiran wadah ulama secara nasional (Majelis Ulama Indonesia), wakaf, dan lainnya. Itu semua dilakukan dengan bingkai keagamaannya yang sangat kokoh.
Saat ini segudang agenda besar yang telah ditancapkannya belum banyak yang melihat secara detail, kecuali hanya diiedentikkan dengan posisi pahlawan nasional semata. Di luar itu menjadi garapan kita semua atas karya abadi dalam dan untuk bangsa ini yang sangat dicintainya. Ke depan usaha-usaha menginventarisasi karya al-maghfurlah sangat di tunggu untuk menjadi referensi bagi generasi setelahnya yang membangun bangsa ini dalam bingkai agama. Dari berbagai sumber
.

Read More..

Sejarah Jakarta
"Sejarah adalah guru dari penghidupan dan pembawa berita dari masa yang lampau" Cicero, Filsuf

Kota Jakarta pada awalnya hanyalah sebuah bandar kecil bernama Sunda Kalapa, terletak di muara Sungai Ciliwung pada sekitar 500 tahun silam। Pada Abad ke-14 wilayah ini masuk dalam bagian kekuasaan dari Kerajaan Pajajaran, yang berfungsi sebagai kota perdagangan, kemudian berkembang menjadi pusat perdagangan Internasional yang cukup ramai dikunjungan para saudagar dari berbagai mancanegara.


Bangsa Eropa pertama yang datang ke bandar Kalapa pada tahun 1522 berasal dari para pedagang Portugis dalam rangka mengembangkan perdagangannya di Asia Tenggara. Mereka lalu berusaha bekerja sama dengan Kerajaan Padjajaran yang dipimpin Sri Baduga Maharaja. Kala itu, Raja Padjajaran sedang menggalang kekuatan dan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk bantuan kekuatan armada dari bangsa Portugis.
Dukungan kekuatan itu, diperlukan untuk mengantisipasi adanya perluasan kekuasaan dari kerajaan-kerajaan yang sedang berkembang di Jawa bagian Timur melakukan ekspansi ke Jawa bagian Barat. Munculnya kekhawatiran Raja seperti itu, memang terbukti. Beberapa tahun kemudian Kerajaan Demak yang terkenal dengan kekuatan agama Islam-nya, melakukan perluasan kekuasaan dan menyebarkan pengaruhnya ke Jawa bagian Barat.
Pemimpin perluasan itu, dipimpinan oleh Falatehan -atau lebih dikenal sebagai Fatahilah, seorang guru agama terkenal dan kharismatik dari Kerajaan Demak, yang memimpin penyerangan, kemudian merebut Banten dan Sunda Kalapa dari tangan Kerajaan Pajajaran --yang ketika itu beribukota di daerah pedalaman, dekat kota Bogor sekarang (Batu Tulis).
Fatahillah kemudian mengubah nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta -yang berarti "Kemenangan Akhir"-- pada 22 Juni 1527. Tanggal inilah yang kini diperingati sebagai hari lahir kota Jakarta. Kekuasaan Fatahillah, kemudian direbut oleh orang-orang Belanda yang tiba di Sunda Kalapa pada tahun 1596.
Tahun 1602, Belanda mendirikan Benteng di Teluk Jakarta oleh Van Raay, seorang pegawai VOC, diberi nama "Batavia". Benteng ini menjadi pusat persekutuan dagang VOC untuk wilayah Hindia Timur. Sejak itulah Belanda memulai penjajahannya di seluruh kepulauan Nusantara.

Dari Gemeente Sampai Jakaruta Tokubetsu Shi
Berdasarkan Ordonansi (Undang-undang) tanggal 18 Maret 1905, Kota Batavia -- pada tanggal 1 April 1905-- ditetapkan sebagai sebuah daerah lokal, yang mempunyai kewenangan mengatur keuangan sendiri, berikut Dewan Daerah yang berdiri sendiri dengan nama: Gemeente Batavia. Ini adalah Gemeente pertama yang dibentuk di Hindia-Belanda. Luasnya ketika itu kurang lebih 125 km per segi, belum termasuk pulau-pulau yang ada di Teluk Batavia (kini Pulau Seribu).
Pada tahun 1908, untuk keperluan menjalankan pemerintahan Pamongpraja, Afdeling Stad en Voorsteden van Batavia dibagi menjadi 2 Distrik, yakni Distrik Batavia dan Weltevreden, serta 6 Onderdistrik (Mangga Besar, Penjaringan, Tanjung Priok, Gambir, Senen, Tanah Abang), yang dikepalai oleh para Wedana dan Assisten-Wedana. Dari 6 Onderdistrik dibagi lagi menjadi 27 buah Wijk, dan masing-masing Wijk dibagi lagi dalam Kampung-kampung.
Sebelumnya, tahun 1904 ada ketentuan baru bahwa untuk "Gemeente" tertentu oleh Gubernur-Jenderal dapat diangkat seorang Ketua Dewan "Gemeente" tersendiri. Ketua Dewan yang diangkat itu memakai sebutan Burgemeester (Walikota). Burgemeester Batavia pertama-yang diangkat oleh Gubernur-Jenderal pada tahun 1916 adalah Mr, G.J. Bisschop (nama Burgermeester Bisshopplein kemudian diabadikan untuk jalan yang sekarang menjadi JI Taman Suropati).
Disamping jabatan Burgemeester, ada pula jabatan "Loco-burgemeester" (Wakil Walikota). Beberapa tokoh bangsa Indonesia yang pernah duduk sebagai anggota Gemeente Batavia, antara lain: Prof. Dr. Sardjito (almarhum), bekas Rektor Universitas Gajah Mada, Prof. Dr. Husein Djajadiningrat (almarhum), Sutan Mohammad (almarhum), Abdulmoeis (almarhum), dan yang paling terkenal adalah Mohammad Husni Thamrin (almarhum).
Husni Thamrin -yang asli putra Betawi-- pernah pula menjabat Loco-burgemeester dari Batavia, merangkap anggota Volksraad Kantor Sekretariat Gemeente Batavia hingga tahun 1912 di Binnen Nieuwpoortstraat (Gedung Balaikota pada masa Pemerintahan V.O.C. Tahun 1913, dan Binnen Nieuwpoortstraat lalu pindah ke Tanah Abang Barat No. 35, dan sejak 1919 hingga kini pindah di Koningsplein Zuid 9, yaitu Balaikota sekarang di Jl Merdeka Selatan No. 8-9 Jakarta Pusat).
Pada masa Pemerintahan Hindia-Belanda abad ke-19, Stad (kota) Batavia dengan daerah-daerah sekelilingnya merupakan suatu Karesidenan, yang dipimpin oleh seorang residen. Daerah administratip Karesidenan Batavia ini dibagi pula secara administratip dalam lingkungan-lingkungan yang lebih kecil, yang disebut "afdeling". Sampai permulaan abad ke-20, Karesidenan tersebut terdiri dari lima wilayah, yakni:

1. Afdeling "Stad en Voorsteden van Batavia" (Kota dan pinggiran kota Batavia),
2. Afdeling Meester Cornelis (sekarang Jatinegara),
3. Afdeling Tanggerang,
4. Afdeling Buitenzorg (sekarang Bogor)
5. Afdeling Krawang.

Afdeling "Stad en Voorsteden van Batavia" dikepalai seorang Asisten Residen. Afdeling ini dibagi lagi menjadi 4 distrik, yaitu: Distrik Penjaringan, Pasar Senen, Mangga Besar dan Tanah Abang. Termasuk pula dalam afdeling ini pulau-pulau di Teluk Batavia dan sebelah Utaranya (sekarang Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu).
Pada tahun 1922 keluarlah Undang-undang tentang Pembaharuan Pemerintahan. Berdasarkan Undang-undang ini berturut-turut terbitlah Undang-undang (UU) Propinsi (1924), UU Regentschap (Kabupaten, 1924) dan UU Stadsgemeente (Stadsgemeente Ordonnantie, disingkat: S.G.O., 1926).
Selanjutnya "Gemeente Batavia" ditetapkan menjadi "Stadsgemeente Batavia", yang kemudian menyelenggarakan Pemerintahan Daerahnya menurut ketentuan-ketentuan dalam S.G.O.
S.G.O. menetapkan susunan Pemerintahan suatu Stadsgemeente terdiri dari:
1. Raad (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah),
2. College van Burgemeester en Wethouders (Dewan Pemerintah Daerah),
3. Burgemeester (Walikota);

Jakaruta Tokubetsu Shi
Tanggal 5 Maret 1942 kota Batavia jatuh ke tangan balatentara Jepang. Dan pada tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia-Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Setelah itu, pihak Jepang lalu mengeluarkan Undang-undang No.42 tentang "Perobahan Tata Pemerintahan Daerah". Menurut UU tersebut, Pulau Jawa dibagi dalam satuan-satuan Daerah yang disebut "Syuu" (Karesidenan), "Syuu'" dibagi dalam beberapa "ken" (Kabupaten) dan "Shi" (Stadsgemeente).
Kalau dalam Stadsgemeente hanya merupakan Badan yang mengurus rumah tangganya saja, tanpa melaksanakan urusan Pamongpraja, maka menurut UU Tata Pemerintahan Daerah pada masa pemerintahan Jepang, "'Shi" (Stadsgemeente) mengerjakan segala urusan pemerintahan (pamongpraja) dalam lingkungan daerahnya.
Urusan Pemerintahan (Pamongpraja) di dalam Stadsgemeente' yang diurus oleh Regent (Bupati), Wedana, Assisten-Wedana, Kepala Kampung atau Wijkmeester, sekarang termasuk dalam kekuasaan "Shichoo" (Walikota). Mereka itu menjadi pegawai Shi dan menjalankan urusan Pemerintahan Shi dibawah perintah dan pimpinan "Shichoo".
Selanjutnya menurut Undang-undang tersebut diatas, "Gunseikani' (Kepala Pemerintahan Balatentara Jepang) dapat membentuk "Tokubetsu Shi" (Stadsgemeente luar biasa). Bedanya antara "Tokubetsu Shi" dan "Shi" adalah, bahwa Tokubetsu Shi tidak merupakan Daerah Otonom dibawah Syuu, melainkan langsung dibawah Gunseikan. Dengan demikian, maka kedudukan Pemerintahan kota Jakarta telah meningkat lagi, "Jakaruta Tokubetsu Shi" dipimpin oleh "Tokubetsu Shichoo" dan beberapa orang "Zyoyaku" (Pegawai Tiggi), yang masing-masing diangkat pula oleh Gunseikan.
Sampai berakhirnya pendudukan Jepang dalam tahun 1945, kota Jakarta adalah satu-satunya "Tokubetsu Shi" di Indonesia. Jakaruta Tokubetsu Shichoo yang pertama adalah Tsukamoto, dan yang terakhir adalah Hasegawa.

Menjadi DCI/DKI Jakarta
Ketika bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, yang ditandai dengan upacara pembacaan teks Proklamasi oleh Suwirjo di Pegangsaan Timur (sekarang Jalan Proklamasi) No. 56, istilah "Jakaruta Tokubetsu Shi' diganti dengan "Pemerintahan Nasional Kota Jakarta". Sebagai Walikota pertama yang diangkat oleh Presiden Soekarno pada 29 September 1945 adalah Suwirjo -yang menjadi Ketua Panitia dan pembaca teks Proklamasi tersebut.
Tanggal 21 Nopember 1947, sewaktu Walikota Suwirjo bersama beberapa orang pejabat ditangkap dan kemudian diusir dari kota Jakarta oleh Pemerintah NICA (The Netherlands Indies Civil Affairs), maka untuk sementara kekuasaan Pemerintahan Nasional Kota Jakarta fakum. Baru pada tanggal 27 Desember 1949 Pemerintah Kerajaan Belanda mengakui Kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara yang berbentuk Federasi dengan sebutan: Republik Indonesia Serikat.
Bagi Stadsgemeente Jakarta tidak ada banyak perubahah. Hanya saja-sesuai dengan ketetapan semula, Majelis Pemerintahan Kota Jakarta dan Badan Pemerintah Harian, pada tanggal 1 Maret 1950 meletakkan jabatannya. Untuk menghindari kekosongan Pemerintahan, pada tanggal 22 Februari 1950 Presiden R.I. memutuskan, bahwa semua kekuasaan dan kewajiban yang menurut Undang-undang seharusnya dilakukan oleh Dewan Perwakilan Kota dan 'College van Burgemeester en Wethouders" dari "Haminte-Kota Jakarta, untuk sementara waktu diselenggarakan oleh Walikota, yang waktu itu masih dijabat oleh Mr. Sastromuljono.
Hal ini tidak berlangsung lama. Karena pada akhir bulan Pebruari 1950, dengan persetujuan Kementerian Dalam Negeri R.I.S. dibentuklah "Panitia Tujuh", yang terdiri dari tujuh orang tokoh. Yakni Suwirjo sebagai Ketua, dan sebagai anggota masing-masing: Supranoto, Mr. Sudjono, Mr. Jusuf Wibisono, Sjamsudin Saat, Mr. St. Takdir Ali Sjahbana dan B.A. Motik. Panitia ini bertugas untuk dalam waktu singkat membentuk Majelis baru yang didalamnya duduk wakil-wakil dari aliran-aliran politik dan lainnya yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya dari masyarakat Kota Jakarta pada saat itu.
Tugas Panitia Tujuh berakhir pada tanggal 9 Maret 1950 dengan membentuk:
Pemerintahan Kotapraja Jakarta, yang terdiri dari:
Dewan Perwakilan Kota Sementara.
Badan Pemerintah Harian,
Walikota;
Dewan Perwakilan Rakyat Sementara, yang terdiri dari 25 orang anggota. Walikota menjadi anggota merangkap Ketua. Anggota-anggota diangkat oleh Menteri Dalam Negeri;
B.P .H. terdiri dari Wali kota sebagai anggota merangkap Ketua, dan 4 orang anggota lainnya, yang dipilih dari anggota-anggota D.P.K. Sementara;

Oleh karena diharapkan bahwa pemilihan umum akan dapat segera diadakan, maka D.P. K. Sementara dan B.P.H. tersebut, hanya diberi masa kerja 3 bulan saja, tetapi seiambat-lambatnya pada tanggal 1 Juli 1950 harus sudah meletakkan jabatannya.
Keputusan Panitia Tujuh tersebut diatas disahkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri R.I.S. tanggal16 Maret 1950 No. B.J.3/4/13, terhitung mulai tanggal15 Maret 1950.
Yang diangkat untuk pertama kali sebagai anggota B.P.H. adalah Supranoto, Sardjono, Tabrani dan De Quelju. Dan pada tanggal 23 Maret 1950 Suwirjo diangkat oleh Presiden R.I.S. sebagai Walikota Jakarta lagi. Mr. Sastromuljono mengadakan timbang-terima kepada Suwirjo pada tanggal 30 Maret 1950. Disusul dengan penyerahan kekuasaan Pemerintahan pada tanggal 31 Maret 1950 dari Gubernur Distrik Federal (Gubernur Batavia en Ommelanden) kepada Walikota Suwirjo, lingkungan wilayah Kotapraja ditambah dengan beberapa wilayah baru, yaitu:

Pulau Seribu
Onderdistrik Cengkareng, .
Sebagian dari Distrik Kebayoran (Onderdistrik Kebonjeruk, Kebayoran ilir dan Kebayoran Udik), dan
Sebagian dari Distrik Bekasi (Onderdistrik Pulogadung dan sebagian dari Onderdistrik Cilincing).

Apabila kota lainnya, yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sebagian disebut "Kota Besar" dan lainnya "Kota Kecil", maka Kota Jakarta adalah satu-satunya yang dengan resmi disebut: "Kotapraja". Wilayahnya waktu itu terdiri dari: 6 Kawedanan, 20 Kecamatan dan 136 Kelurahan.
Untuk menunjang pengelolaan manajemen pemerintah kota Jakarta yang semakin kompleks dan luas, tahun 1955, walikota Sudiro membagi kota Jakarta menjadi tiga wilayah kabupaten administratif. Yakni Jakarta Utara, Jakarta Tengah dan Jakarta Selatan. Masing-masing wilayah dipimpin Wedana Senior dengan pangkat Patih.

Setara Menteri
Setelah bertahun-tahun menjadi ibukota negara, baru tahun 1964 -melalui UU No 10/1964, status Jakarta menjadi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya (saat itu disebut Daerah Chusus Ibukota/DCI Djakarta Raja).
Dengan alasan agar gerak Gubernur DKI Jakarta semakin dinamis, maka keluar lagi Penetapan Presiden tanggal 14 Juli 1965 No 15/1965 yang menyatakan -kedudukan Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta disetarakan dengan Menteri.
Sementara itu tahun 1964, Gubernur DKI Jakarta Soemarno sempat melepaskan jabatannya dan digantikan oleh Gubernur Henk Ngantung. Namun, berdasarkan Keppres No.289/1965 yang dikeluarkan 14 Juli 1965, Soemarno diangkat kembali Menteri/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta merangkap sebagai Menteri Dalam Negeri.
Dalam rangka dekonsentrasi, melalui Lembar Daerah No.4 tahun 1966, wilayah DKI Jakarta dibagi menjadi lima wilayah Kota Administratif, Yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Wilayah kota adminsitratif tersebut dipimpin oleh seorang Walikota. Namun batas wewenang dan tanggungjawabnya hanya meliputi teknis administratif, taktis operasional dan koordinasi teritorial. Kini, lima wilayah di DKI tersebut telah meningkat menjadi Kotamadya yang masing-masing dipimpin seorang walikota.

Foto :

Foto lukisan pelabuhan Sunda Kelapa/Batavia (landscape pelabuhan dengan latar belakang Stad Batavia (kota Jakarta Tempo Doeloe)
Foto museum Fatahila
Foto Balaikota DKI Jakarta
Foto DPR tahun 1950-an
Foto Bung Karno dan walikota Sumarno di Gedung Pola
Foto Pembangunan dan peresmian Bundaran HI
Foto jalan raya di Jakarta jaman 1960an
Foto lalulintas (trem, truk dll) di Jakarta
Foto Jalan Thamrin tempo doeloe
Foto kegiatan para mantan Gubernur DKI Jakarta dengan Presiden Soekarno
Dll (foto-foto tempo doeloe yang berkaitan dengan kegiatan pemerintahan DKI Jakarta).


Pointers :

Sejarah Jakarta

Abad ke-14 bernama Sunda Kelapa sebagai pelabuhan Kerajaan Pajajaran.
22 Juni 1527 oleh Fatahilah, diganti nama menjadi Jayakarta (tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari j adi kota Jakarta keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/1956).
4 Maret 1621 oleh Belanda untuk pertama kali bentuk pemerintah kota bernama Stad Batavia.
1 April 1905 berubah nama menjadi Gemeente Batavia.
8 Januari 1935 berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia.
8 Agustus 1942 oleh Jepang diubah namanya menjadi Jakaruta Toko Betsu Shi.
September 1945 pemerintah kota Jakarta diberi nama Pemerintah Nasional Kota Jakarta.
20 Februari 1950 dalam masa Pemerintahan Pre Federal berubah nama menjadi Stad


Gemeente Batavia.

24 Maret 1950 diganti menjadi Kota Praja Jakarta.
18 Januari 1958 kedudukan Jakarta sebagai Daerah swatantra dinamakan Kota Praja Jakartaa Raya.
Tahun 1961 dengan PP No. 2 tahun 1961 jo UU No. 2 PNPS 1961 dibentuk Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.
31 Agustus 1964 dengan UU No. 10 tahun 1964 dinyatakan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta.


Tulisan II Jakarta Tempo Doloe :



"Queen of The East" & Weltevreden
Pada pertengahan Abad ke-18, ketika masih bernama Batavia, Jakarta sudah terkenal di dunia sebagai salah satu kota pantai yang menjadi pusat perdagangan di Timur Jauh. Tak mengherankan, ketika itu Jakarta dijuluki sebagai "Queen of The East".
Pemerintahan Hindia Belanda sangat mengandalkan Jakarta --sebagai pelabuhan dan pusat perdagangan-di Timur Jauh. Apalagi ketika tahun 1886 dibangun pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan modern. Ini, membuat peran Jakarta semakin penting dan diperhitungkan, sekaligus menjadi pengimbang dalam perdagangan dunia yang kian dinamis, setelah pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869.
Sebagai kota yang penting dan diperhitungkan di dunia, pembangunan dan pengembangan Batavia ketika itu tidak lagi hanya sebagai kota dagang dan persinggahan. Tetapi ditujukan menjadi daerah koloni yang nyaman, sesuai selera orang Eropa. Karena itu, pemerintahan Hindia Belanda memindahkan pusat pemerintahan dari Oud Batavia (kota lama) ke Weltevreden, dengan membangun kota baru. Berbagai gaya arsitektur bangunan Eropa yang telah diadaptasikan dengan iklim tropis, dimasukkan dalam penataan dan pelaksanaan kota.
Sarana dan prasarana pun di bangun dalam skala sebuah kota besar. Tahun 1873, dibangun jaringan transportasi darat, seperti jalan raya, jalur kereta api dari Batavia (Jakarta) sampai Buitenzorg (kini Bogor). Dilanjutkan dengan pembangunan jaringan-jaringan rel kereta pai ke berbagai kota. Di dalam kota dibangun pula jaringan trem uap.
Di pusat pemerintahan Weltevreden, dibangun istana Waterlooplein yang kemudian berfungsi sebagai kantor pemerintah, gedung pengadilan Hoogeerechtshof, gereja Katholik Kathedral, gereja Protestan Willemskerk, sekolah-sekolah, gedung kesenian Schowburg, asrama militer dan rumah sakit.
Sejak itu minat orang-orang Eropa ke Batavia kian tinggi. Berdasarkan data Gemeente Register, pada tahun 1924 penduduk Eropa di Batavia berjumlah 27.960 orang. Jumlah ini meningkat menjadi 28.848 orang pada tahun 1925. Dan pada (sensus) 21 Oktober 1926, jumlah bangsa Eropa di Batavia naik menjadi 29.126 jiwa. Sedangkan penduduk Tionghoa mencapai 40 ribu jiwa, Arab 13 ribu jiwa, dan yang terbanyak adalah penduduk asli Indonesia (bumiputra), mencapai 228.000 jiwa.
Ketika itu, luas Gemeente Batavia hanya 125 km persegi, tidak termasuk Kepulauan Seribu. Namun, sejak tahun 1917, sejalan dengan perkembangan kota, Gemeente Batavia diperluas. Tahun 1936, ketika Meester Cornelis (sekarang Jatinegara) digabungkan, luas Stadsgemeente Batavia bertambah menjadi 182 km persegi.

Kawasan Menteng.
Strategi planologi yang berkembang di Eropa sangat berpengaruh pada strategi pembangunan dan perencanaan Batavia. Pada awal Abad 20, di Eropa sedang populer penataan kota taman (Garden City) dan Ir Thomas Kaarsten adalah salah seorang planolog taman saat itu. Tak heran di Batavia pun muncul peraturan untuk membangun taman-taman kota. Sejak itu, bermunculanlah taman-taman kota. Dan Batavia semakin cantik dengan adanya Wilhelminapark (kini kompleks Masjid Istiqlal), Frombergspark (kini Taman Chairil Anwar), Decapark (taman di depan Istana Merdeka), serta Burgermeester Bisschopplein (kini Taman Surapati).
Pengaruh tersebut (penataan kota taman) terlihat saat mengembangkan Menteng. Kawasan yang diambil dari van Muntinghe, pemilik awal lahan di Menteng itu, dibangun menjadi kawasan prestisius. Bahkan proyek ini dikuatkan oleh peraturan BBV 1919. Dibentuk pula badan Bowploeg, sebagai pengarah pembangunan. Pola penataan ruang kota disesuaikan dengan syarat kota modern. Jalan utama Nassau Boulevard (kini Jalan Imam Bonjol) dan Oranye Boulevard (kini Jalan Diponegoro) merupakan arteri, dengan titik pertemuan di Bisschoplein (Taman Surapati) dengan van Heuzt Boulevard.
Untuk membangun vila-vila, sengaja diundang arsitek-arsitek Eropa. Di sinilah awal berkembangnya seni arsitektur Indotropis.
Menteng yang dulunya terdiri dari Niew Gondangdia dan Menteng, merupakan salah satu contoh perancangan kota modern pertama di Indonesia. Menteng dibangun oleh developer swasta NV de Bouwploeg yang dipimpin arsitek PJS Moojen yang tampaknya juga merencanakan tata letak dasar keseluruhan kawasan tersebut.
Sistem Zoning. Strategi peruntukkan lahan kota di Batavia dulu, mengadaptasi Sistem Zoning yang telah dikembangkan di kota-kota Eropa. Tetapi sebenarnya sejak tahun 1930 metoda peruntukkan lahan kota telah diperkenalkan. Misalnya di Utara, Oud Batavia (kota tua) dipertahankan sebagai kawasan perdagangan. Di tengah, yaitu Noordwijk (kini Jalan Juanda), Rijswijk (kini Jalan Veteran), sampai Pasar Baru dijadikan sebagai kawasan campuran antara pertokoan, perkantoran, arena hiburan dan hotel-hotel. Di Selatan, yakni Koningsplein (kini kawasan Monas) sebagai perkantoran dan pemukiman. Setelah abad ke-20 Koningsplein berkembang sebagai pusat pemerintahan.
Pada tahun 1818, Daendels-lah yang pertama kali membuka lapangan seluas 1 x 0,85 km ini sebagai tempat latihan militer. Peningkatan peran kawasan ini (sekarang Monas), diawali ketika istana Waterloplein (kini Gedung Departemen Keuangan di Lapangan Banteng) ditetapkan sebagai kantor pemerintahan. Sehingga Gubernur Jendral berdiam di Di Rijswijk (kini Istana Merdeka). Tempat itu kemudian dibangun menjadi istana dengan dua wajah. Yakni menghadap Rijswijk (kini Istana Merdeka) dan menghadap ke Koningsplein (kini Istana Negara).
Di sekeliling Koningsplein berdiri pula rumah-rumah mewah kediaman para pembesar pemerintahan Hindia Belanda, disusul bangunan penting, seperti Museum (kini Museum Gajah), kantor Gemeenteraad, Rechtshoogeschool atau Sekoilah Tinggi Hukum (kini Kantor Hankam), kantor Pelayaran Nederland & Rotterdamsche Indische Radio Omroep Maatschappij atau disingkat NIROM (kini RRI), kantor perusahaan minyak Koloniale Petroleum Verkoop Maatschappij (KPM), Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM).

Gedung-gedung Bersejarah di Jakarta (berupa parade foto)
Foto :
Pasar Senen Tempo Doeloe dan sekarang
Pasar Tanah Abang Tempo Doloe dan sekarang
Lapangan Monas Tempo Doeloe dan sekarang
Istana Merdeka Tempoe Doeloe dan sekarang
Markas KKO dan bangunan bersejarah lainnya yang berkaitan dengan tulisan

Sumber bangyos.com
.

Read More..