Selasa, 26 Februari 2008

Novel Kolonel Noer Ali Diluncurkan

Sastra Khas Bekasi Pun Menggeliat
Acara ini memiliki spirit seperti yang ada dalam slogan “revolusi kebudayaan” di Perancis yang monumental itu. Sebab dari sini, lounching buku, tengah dimulai kembali pembacaan ulang atas sosok, sepak terjang dan ajaran yang disampaikan Almaghfurlah, KH Noer Ali. Penemuan data baru dan perdebatan pun kembali terjadi.
Buku ini sedikit berbau ‘bantahan’ atas karya sebelumnya yang ditulis oleh sejarawan Bekasi, Ali Anwar atau karya lainnya yang mengulas soal sosok KH Noer Ali. Bisa jadi Ben Thayyeb Anwar Layu yang memiliki nama asli H Muhtadi Muntaha Lc ingin mengupas kembali soal ‘pernik’ KH Noer Ali dan kiprah para koleganya dalam membantu perjuangan Noer Ali namun kurang banyak ‘disebut’ dalam karya tersebut.
Buku ini setidaknya menjadi antitesa dari buku-buku sejenis yang lebih dahulu lahir soal KH Noer Ali. Ke depan diharapkan semakin banyak buku yang lahir dalam masalah yang sama maka akan lebih lengkap informasi dan data yang didapat pembaca. Dan bukan sebaliknya, sang penulis pertama akan terusik otoritasnya.
Buku ini lanyak dibaca bagi siapa saja terlebih bagi yang ingin mengenal secara luas tentang sosok KH Noer Ali. Ulasannya menggunakan khas bahasa betawi pinggir “ora” yang dikemas dalam bentuk novel. Hanya sekitar 100 halaman dan ukurannya sederhana sehingga memudahkan untuk dibawa kemana-mana.
Sekedar catatan, penggunaan kata “Kolonel” itu sendiri kurang didukung oleh data resmi. Corak penulisannya bergaya antologi yang sedikit menggangu kenyaman pembaca yang ingin tahu secara lengkap namun akan terputus lantaran dimulainya cerita baru yang relatif tak ada kaitannya. Di samping itu, gaya pembahasannya mencitrakan terlalu semangat sehingga ada beberapa hal yang disebut berulang-ulang.
Yang pasti buku ini mampu mengubah tradisi intelektual di Bekasi yang bergaya oral namun kini mulai mengarah pada penulisan buku. Buku ini, pada sisi tulisan akan menjadi catatan dalam banyak hal seperti geliat sastra ala bekasi dan tradisi inventarisasi data dalam bentuk buku. Perubahan kebudayaan ini idealnya direspon positif oleh oihak terkait.
Acara ini dihadiri Cawagub Jawa Barat Dedi Yusuf serta KH M Abid Marzuki, IKRA Attaqwa Pusat dan tokoh masyarakat. Sebagai tuan rumah M Abid dalam sambutannya mengulas soal kiprah KH Noer Ali diluar sebagai pejuang soal ide “mosi Integral M Natsir” serta kelahiran organisasi Majelis Ulama Indonesia yang sarat dengan aroma nasionalistik. Di luar itu, M Abid menyinggung soal letak geografis Bekasi ditinjau dari sudut geohistoris yang katanya Babad tanah Bekasi jauh lebih tua umurnya dari kerajaan Majapahit. Apa iya pak! Lukmanul Hakim

Tidak ada komentar: