Kamis, 28 Februari 2008

Sayur Gabus Udin Kombo: Rasanya Ora Nahaa....

Betawi yang satu ini letaknya di pinggiran Jakarta, masuk daerah Bekasi. Keluar jalan tol Cacing (Cakung-Cilincing), sedikit menyusur Jalan Raya Bekasi yang berakhir di kawasan Perumahan Harapan Indah, sebuah warung berbentuk rumah yang memanjang akan segera tampak di depan mata. Ada spanduk bertuliskan “Warung Masakan Khas Betawi, Sayur Gabus”. Hmmm…, tentulah menggoda untuk dicoba.
Duduk di dalam warung serasa dibuai angin yang bertiup sepoi-sepoi dari jeruji kayu jendela. Sawah yang menghijau terhampar di sisi selatan warung; sementara di seberangnya terdapat lahan kecokelatan, pertanda habis di panen. Panas mentari yang terik terhapus oleh embusan angin. Bertandang ke warung milik Syamsuddin ini seperti rehat sejenak dari kepenatan metropolitan. Selanjutnya, tentu saja kita wajib mencobai menu andalan Syamsuddin yang panggilan akrabnya Udin Kombo ini. Ikan gabus lazim dijumpai dalam bentuk ikan asin. Namun, gabus racikan Udin Kombo datang dalam wujud sayur. Berkuah hitam pekat serta berisi potongan ikan gabus yang menghitam. “Ini masakan khas Betawi,” ujar Udin Kombo lantang.
Rasa kuah sayur gabus ini tak ubahnya seperti hidangan rawon yang khas Jawa Timur. Warna hitam kuah berasal dari buah pucung atau keluwak. Jadi, jika Anda terbiasa menyantap rawon, ditanggung tidak akan kaget tersengat rasa sayur gabus itu. “Kalau rawon kan tetap tidak pakai gabus,” papar Udin Kombo. Di seputar warung Udin ini adalah tempat bernaungnya orang Betawi asli. Nah, sayur gabus merupakan masakan turun-temurun orang Betawi. Kebetulan ibu kandung Udin sangat pandai mengolah sayur gabus. “Sejak kecil saya sudah disosor sayur gabus,” ujarnya dengan logat Betawi yang kental. Tak hanya itu, sang emak juga kerap menjajakan hasil racikannya ke tetangga kiri kanan rumah.
Jual emas demi sayur gabus
Namun, nasib sering tak akur dengan lidah. Kelezatan sayur gabus dalam kenangan Udin serasa tenggelam dalam gelombang makanan cepat saji dan masakan luar Betawi yang cepat populer. Alhasil, sayur gabus yang masih dikerjakan secara tradisional ini semakin jarang terlihat. Menurut Udin, sayur gabus menghilang bukan lantaran orang Betawi sudah tak doyan, tapi proses pembuatannya cukup rumit, alias cuma bisa dikerjakan oleh tangan-tangan terampil saja.
Lantaran sayur gabus makin langka, Udin berinisiatif membuka warung yang khusus menjual masakan ikan ini. Enam tahun lalu bermodal 30 gram emas yang harganya Rp 27.000 per gram, Udin membeli sepetak gubuk reot di tepi sawah. Kebetulan, gubuk itu berada persis di pertigaan jalan, yang dikelilingi sawah. Demi memperbaiki gubuk yang nyaris ambruk itu, lagi-lagi Udin merogoh 80 gram persediaan emas miliknya. Gubuk diperbaiki, namun bentuk bangunannya tetap dibikin semipermanen dengan jendela yang lebar dan panjang. “Supaya suasana alami tercipta,” katanya.
Perjuangan belum selesai. Membuat masakan sayur gabus yang khas, seperti bikinan emaknya, ternyata tidak mudah. Berkali-kali Udin dan istrinya mengobrak-abrik resep untuk kuah. “Sampai menemukan rasa yang pas,” timpal Udin. Untung saja, eksperimen bumbu ini cuma memakan waktu sebulan. Bulan berikutnya, warung sayur gabus kreasi Udin sudah siap beroperasi.
Bumbu sayur gabus terdiri dari cabai, bawang merah dan putih, lada, jahe, kemiri, dan kacang tanah yang ditumis. Campuran bumbu ini dituangkan bersama pucung ke dalam kuali berisi air, sampai mendidih. Selanjutnya, menyusul potongan ikan gabus. Lantas, siap sudah sajian khas Betawi ini.
Semua ikan gabus itu hasil tangkapan
Selain menaruh perhatian pada racikan bumbu, pengolahan ikan gabus juga harus dicemati. Maklum, tidak sembarang orang bisa mengolah ikan gabus. Terutama, saat menyisik sirip ikan gabus. Selain membutuhkan pisau yang tajam, si penyisik juga harus bisa mengelupas semua sisik ikan sampai putih dan bersih. “Kalau masih ada sisiknya akan amis,” kata Udin yang mempekerjakan 15 orang ini. Tak heran jika Udin tidak asal mencomot tenaga pembersih. Kebanyakan karyawan di sana adalah ibu-ibu yang masih memiliki hubungan saudara, atau tetangga Udin sendiri.
Satu kilogram ikan gabus, yang jumlahnya antara tiga dan empat ekor, bisa dibikin menjadi lima porsi sayur gabus. Seporsi sayur gabus, oleh Udin, dijual Rp 7.500. Untuk sayur gabus lengkap dengan nasi putih, lalapan, plus minuman dingin, biasanya tak lebih dari Rp 20.000 per orang.
Awalnya dulu, Udin cuma mampu menghabiskan 2 kg ikan gabus dalam sehari. Perlahan tapi pasti, kebutuhan ikan gabus pun meningkat. Pertanda orang mulai berdatangan ke tempat makannya. Kini pelanggan Udin bukan cuma para tetangga, atau penduduk daerah sekitar Bekasi. Pelanggan sayur gabusnya datang dari mana-mana. Dari Tebet, Rawamangun, Pulogadung, dan pelosok Jakarta lain. “Kalau si Pitung masih hidup, pasti mampir juga,” celotehnya.
Belakangan ini saban hari Udin harus menyediakan sekitar 40 kg ikan gabus. Malah, untuk akhir pekan dan hari libur, kebutuhannya meningkat menjadi 60 kg per harinya. Selain itu, Udin juga harus menyediakan 30 kg-50 kg beras sehari. Tak ketinggalan juga, 20 kg pucung yang diambil isinya.
Udin jelas membutuhkan ikan gabus dalam jumlah banyak. Namun, dia tak pernah khawatir mengecewakan pengunjung. Malah, Udin hanya ongkang-ongkang kaki menunggu para pengepul ikan gabus datang ke warungnya. Tiap hari, tak kurang dari 50 kg ikan gabus diantar para pengepul dari berbagai daerah, seperti Babelan, Bekasi, Tangerang, dan Cikampek. Ikan ini bukan datang dari peternak, lo. “Semua ikan gabus itu tangkapan,” ujarnya. Lantas, Udin menaruh ikan itu di beberapa kolam dekat warungnya, demi menjaga kesegaran.
Nah, sembari menikmati angin yang semilir dan menunggu para pengepul ikan menyerahkan bawaannya, Udin pun berhitung-hitung. Menurut pengakuannya, omzet sayur gabus kelas warung ini tak kurang dari Rp 2 juta sehari. “Lumayan, saya bisa menghidupi keluarga dan tetangga,” ujar bapak delapan anak ini.
Mengincar Greng atau Warisan?
Konon, ikan gabus sulit ditangkar. Memungutnya pun tak segampang mengambil katak sawah, karena kebanyakan menggunakan setrum. Maklum, ikan yang kepalanya mirip lele ini betah mengendon di dasar air berlumpur. Namun, kegurihan daging gabus membikin penyantapnya lupa bahwa berburu gabus itu susah. Sudah begitu, menurut Syamsuddin, pemilik warung Sayur Gabus, ikan gabus banyak khasiatnya. Misalnya, menyantap ikan gabus dipercaya lekas menyembuhkan luka habis melahirkan. “Itu yang saya tahu, lo,” kata Udin Kombo, panggilan akrab Syamsuddin.
Belum cukup. Bagi lelaki Betawi, ikan gabus dipercaya mempunyai khasiat yang joss. Yaitu, “Bisa meningkatkan hormon laki-laki,” bisik Udin. Nah, bagian potongan ikan gabus mana yang punya daya greng? Ternyata bagian dalam kepala ikan gabus, yakni di otaknya. Cuma nanti dulu, jangan langsung memecahkan batok kepala si gabus. Setelah semua daging di sisi-sisi kepala terambil, baru mengambil isi kepalanya. Caranya dengan mengisap langsung di bagian mulut gabus tersebut. “Sekali sroot… semua isi akan termakan,” kata Udin mengajari “encrotan” ala gabus.
Nah, menyusur tradisi, konon, sayur gabus ini juga bisa meluluhkan hati para juragan tanah yang memiliki anak gadis. Jika Anda menaksir gadis Betawi, tak perlu pamer emas, kekayaan, atau jabatan. Cukuplah bertandang membawa sayur gabus, dua atau tiga kali berurutan. “Pasti dah, ente kebagian tanah warisan,” tutur Udin sambil tersenyum. Masalahnya, sekarang banyak orang Betawi yang bukan juragan tanah lagi, nih. dari berbagai sumber

Tidak ada komentar: