Minggu, 30 Desember 2007

Bom Bunuh Diri Bukan Jihad (resensi atas buku jihad terindah)

Oleh: H Muhtadi Muntaha Lc/Penulis Buku “Jihad Terindah” dan “Kolonel Noer Ali”

Bom bunuh diri hukumnya haram. Ini harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Agama apa pun di muka bumi ini tidak ada yang mentolelir seseorang membunuh dirinya sendiri, terlebih lagi diri orang lain. Agak aneh kalau aksi bom bunuh diri dijadikan jalan untuk mencapai gelar mujahid fi sabilillah (Pejuang Allah).
Pertanyaannya sekarang, apakah sikap tegas ini sudah cukup untuk memerangi tindak terorisme? Pastikah diri ini akan terbebas dari bayang-bayang ancaman bom paska kematian Doktor Azahari, Misno, Salik Firdaus, Aip Hidayat dan penangkapan Abu Dujana cs.? Tidak inginkah kita mencari faktor “X” di balik sikap nekat pelaku bom bunuh diri yang sudah banyak memakan korban jiwa? Percayalah bahwa al-wiqayah khairun minal ilaj, mencegah lebih baik dari mengobati.
Atas segala pertanyaan di atas, novel bertajuk Jihad Terindah laiak hadir untuk menyingkapnya sekaligus mencarikan solusi yang tepat, bijak dan bermartabat dalam upaya memberantas tindakan brutal sekelompok orang di negeri ini, dengan mengingatkan mereka bahwa bom bunuh diri tidak ada dalam kamus jihad, setebal dan selengkap apa pun kamusnya.
Jihad Terindah ditulis oleh Ben Thayyeb Anwar Layu, mantan Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) dan Wakil Sekretaris ICMI Orsat Damaskus. Selain soal terorisme, penulis juga menyajikan berbagai problem hukum islam terkini di tengah-tengah masyarakat, seperti pro kontra pemakaian sitr (cadar penutup wajah wanita), musik gambus yang dianggap sebagai musik islami, legalisasi judi hingga ke persoalan ringan seperti hukum mencaplok sepotong daging ayam yang tidak disembelih dengan tata cara islam. Ada kesan kuat bahwa penulis ingin mendorong pembacanya agar selalu mengedepankan toleransi beragama yang diterjemahkan sebagai jihad paling indah di muka bumi ini.
Jihad, seperti yang ditulis cucu dari Pahlawan Nasional Republik Indonesia KH Noer Alie ini mengerahkan segala upaya untuk meninggikan kalimat Allah dan menegakkan masyarakat islam yang ditempuh melalui tiga tahapan; dakwah secara damai dengan mempersiapkan diri menghadapi tantangan dan ujian berat, melakukan perang defensif (membalas kekuatan dengan kekuatan), dan qital (perang) melawan siapa pun yang menghalangi penegakan masyarakat islam, yang berlandaskan Al-Quran surat al-Hajj ayat 39; “Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka (hlm. 222).
Dengan adanya tiga tahapan di atas, maka terhapuslah pendapat banyak orang yang membagi jihad ke dalam perang defensif dan ofensif, karena syariah jihad dilegalkan bukan atas dasar dua hal tersebut. Ia muncul karena kebutuhan pengakuan masyarakat islam pada sistem dan prinsip-prinsip islam (substantif), dan bukan bersifat simbolik (legalitas syariat). Maka terhapus pula pendapat sekelompok orang yang menganggap bom bunuh diri sebagai sebuah jihad. Sebab bagaimana bisa dikatakan jihad kalau syariat islam saja tidak wajib dilegalkan ke dalam undang-undang sebuah negara.
Jihad hanyalah implementasi dari kewajiban amar ma’ruf nahi munkar (kepekaan sosial) yang merupakan tanggung jawab setiap manusia terhadap sesama untuk membebaskan diri dari siksa abadi di hari kiamat. Jihad bukan berlatar belakang kedengkian dan dendam kesumat lalu membunuhi rakyat sipil. Hal ini pernah dialami sendiri oleh Rasulullah Saw. sesaat setelah kembali dari pengepungan kota Thaif. Kala itu sebagian sahabat memintanya agar berdoa untuk kehancuran musuh namun beliau malah berdoa agar Allah memberi hidayah kepada mereka, legowo memeluk islam. Sikap Rasulullah ini memberi sinyal kuat bagi umat islam bahwa seseorang dilarang berdoa kecuali doa tercurahkannya hidayah, keselamatan dan perbaikan untuk orang lain. (hlm. 227). Bahwa islam anti tindak kekerasan meski cuma sebatas mengeluarkan sumpah serapah di depan musuh. Islam sangat menjunjung tinggi etika politik dan konsisten mendukung upaya perdamaian di muka bumi. Sikap bijak inilah yang dahulu mendapat tempat di hati penduduk kota Madinah yang secara suka rela menyatakan masuk islam di hadapan Nabi Muhammad.
Metode dakwah ala Rasulullah tadi semestinya diikuti oleh seluruh umat islam. Sebab perjuangan (jihad) dengan menempuh cara-cara damai (silmiyyah) lebih diutamakan ketimbang jalan peperangan (qital). Dengan kata lain, ultimatum untuk berperang baru akan berlaku setelah melalui proses yang teramat panjang. Dan itu pun tidak bisa dilakukan hanya karena perasaan dendam terhadap musuh atau nekat ingin menghabisi nyawa anak-anak dan kaum wanita tak berdosa.
Terkait soal terorisme global, Jihad Terindah menyoroti kiprah Muhammad bin Usamah bin Ladin alias Osama bin Laden. Apa motifnya membenci Amerika yang dulu dibelanya mati-matian sewaktu melawan Uni Soviet di Afganistan? Benarkah miliarder Arab Saudi itu berjuang untuk islam ataukah hanya karena kehilangan posisi di Afganistan? Sepak terjang mendiang Saddam Husein juga tak luput dari sorotan. Presiden Irak terguling ini ditempatkan sebagai salah seorang mantan “kolega dekat” Amerika saat berperang melawan Iran pada dekade tahun 80-an, yang dalam sekejap berubah menjadi seteru abadi Amerika dan sekutunya.
Rasanya kurang afdol membahas masalah terorisme tanpa menyebut Amerika dan Israel di dalamnya. Novel ini menuding dua negara ini sebagai biang kerok yang telah memicu kebencian dan perlawanan terbuka dari berbagai kelompok di dunia. Amerika digugat atas segala sikap arogansinya. Sifatnya yang selalu mau tahu urusan negara lain. Di Palestina, Bush enggan mengakui pemerintahan Hamas yang nyata-nyata didukung rakyat lewat pemilu demokratis. Ini dilakukan semata-mata ingin melindungi kepentingan Israel yang jelas-jelas menjajah Palestina. Sedangkan dalam masalah Afganistan, Bush diberondong pertanyaan-pertanyaan kritis; “Mengapa Amerika menyerang rezim Taliban di Afganistan hanya karena tuduhan menyembunyikan Osama dan pengekangan hak-hak wanita? Mengapa Bush tidak menempuh jalan dialog yang panjang seperti dengan Korea Utara? Kenapa dia begitu bernafsu menghabisi Taliban yang berakibat jatuhnya ribuan korban jiwa, termasuk di antaranya anak-anak dan kaum perempuan tak berdosa? Apa hanya karena Taliban susah dikendalikan ataukah karena Bush ingin mengeruk kekayaan alam Afganistan saja?”
Sementara dalam kasus mendiang Saddam Husein, penulis novel ini memprediksi bakal berlangsung perang saudara tak berkesudahan antara kelompok sunni-syiah di Irak jika Saddam Husein dihukum gantung. Pertumpahan darah akibat perang berkepanjangan akan terjadi (hlm. 230). Terang saja, “penerawangan” penulis ternyata benar-benar terjadi. Kita tahu bahwa di Irak kini memang masih berlangsung “kiamat kecil” berupa aksi kekerasan dan bom bubuh diri paska eksekusi mati Saddam Husein.
Selain menyoal terorisme global, Jihad Terindah menyajikan juga sepak terjang para teroris rekrutan Noordin Moh.Top dan mendiang Doktor Azahari Husin seperti Misno, Salik Firdaus dan Aip Hidayat (anak-anak negeri yang menjadi eksekutor bom Bali II). Kelompok ini, oleh penulis dianggap sebagai komunitas yang tidak sabar menghadapi tantangan zaman dan realitas hidup (yaaisiin). Karena begitu gampang mereka menghabisi nyawanya dan nyawa orang lain dengan dalih panggilan jihad melawan Amerika dan sekutunya (hlm. 234). Bahkan saking “mangkel”nya terhadap Noordin Moh.Top dan mendiang Doktor Azahari, penulis menuding “ustaz-ustaz” asal Malaysia ini sebagai pejuang yang curang. Alasannya karena mereka tidak melakukan aksi bom bunuh diri di Malaysia. Padahal Malaysia setali tiga uang dengan Indonesia, yaitu dua negara yang tidak secara implisit memakai hukum islam sebagai dasar negara, dan sama-sama berhubungan baik dengan Amerika cs.. Lalu kenapa mereka mengekspresikan keyakinan yang aneh di negara kita?
Ada banyak hal yang dikemukakan dalam novel ini terkait sebab-sebab kemunculan pelaku teroris lewat aksi bom bunuh diri. Salah satunya adalah sistem intelijen negara yang dianggap tidak bekerja optimal. Penulis juga memfokuskan bahasan seputar “borok” agen Yahudi, yang menurutnya turut “punya saham” dalam “mencetak” para ekskutor bom bunuh diri di belahan dunia. Penulis lantas memaparkan secara panjang lebar sejarah penghianatan bangsa Yahudi sejak zaman Nabi Muhammad. Bangsa Yahudi, menurut penulis adalah bangsa yang identik dengan perilaku onar, teror dan kerap mengkhianati Rasulullah. Padahal Nabi begitu setia memegang butir-butir perjanjian damai dengan mereka.
Dalam novel ini terkuak satu per satu daftar bangsa Yahudi yang melakukan penghianatan, berikut isi penghianatannya. Lantas bagaimanakah Nabi menghadapinya? Apakah beliau menghunus pedang dan membunuh mereka? Jawabannya ada di novel setebal 273 halaman ini.

Berdialog Dengan Teroris
Novel ini mungkin dicap terlalu mengada-ada oleh para penegak hukum (Polisi) di negeri ini. Soalnya kita memang belum pernah mendengar ada perwira polisi yang mau berdialog dengan pelaku teroris seperti yang digagas penulis novel ini. Selama ini kita hanya mendengar tentang strategi pihak kepolisian dalam upaya menggagalkan rencana aksi teroris dan bagaimana cara menangkapnya.
Novel ini bisa menjadi alternatif bagi pihak kepolisian untuk mengubah paradigma dalam menghadapi aksi teroris. Tak cukup hanya mengandalkan “kehebatan” Tim Densus 88 Anti Teror yang dibentuk dengan biaya besar itu. Kapolri perlu mencari terobosan baru dengan menempuh cara-cara persuasif seperti melakukan dialog dengan pelaku, tersangka dan “calon” tersangka teroris.
Kalau memang elemen kepolisian enggan melakukan ide ini, toh ini masih bisa dilakukan oleh para pemuka agama. Kenapa tidak? Ketimbang sibuk masuk parpol, bukankah akan lebih terpuji jika para kyai berbuat sesuatu untuk menyelematkan generasi bangsa ini dari sebuah keyakinan keliru yang berakibat jatuhnya banyak korban jiwa. Sebab dengan dibukanya keran dialog dengan para tersangka dan pelaku tindak terorisme maka hal itu dapat mengeliminir tudingan bahwa pesantren adalah sarang teroris. Lagi pula kenapa kita alergi mengajak damai mereka? Berdialog untuk menyadarkan mereka secara baik-baik, bukan mengancam dengan senjata dan mobil lapis baja. Tahukah umat islam di negeri ini bahwa dengan orang-orang non muslim saja diwajibkan menjalin perdamaian, apalagi dengan saudara seagama?
Dalam hal ini pemimpin negara harus mengambil sikap berani bila ingin menciptakan iklim kondusif demi terselesaikannya berbagai krisis yang menghujam negeri ini (hlm. 242).
Sesungguhnya gagasan berdialog dengan musuh sudah sering dilakukan oleh Nabi Muhammad. Meski awalnya mendapat tantangan dari internal umat islam namun beliau tak bergeming menghadapinya. Tengoklah momentum deklarasi perjanjian Hudaibiyah yang sempat ditolak oleh para pengikuit Nabi. Malah di antaranya ada yang mengusulkan agar kaum muslim memerangi saja kelompok yang menghalangi kepergian mereka ke kota Mekah untuk ber-thawaf di Ka’bah. Tetapi Nabi bertahan dengan keputusannya dan tetap melakukan perdamaian dengan orang-orang kafir.
Jihad Terindah banyak bicara soal fikih, termasuk hukum bom bunuh diri. Ditulis seorang alumni fakultas syariah di salah satu universitas di Arab Suriah, negeri yang dianggap Amerika sebagai pelindung para teroris. Seberat apa pun kajian keislaman novel berisi 14 bab ini, pembaca dijamin akan merasa tetap enjoy karena bahasa yang disajikan sangat ringan dan membumi, yang dibungkus lewat budaya Betawi khas Bekasi (Betawi ora). Sehingga sesuatu yang serius dan njlimet berubah menjadi sebuah lelucon yang menggelitik perut tanpa kehilangan pokok permasalahan sedikit pun.

Read More..

Kekayaan Alam Dan Kemiskinan



Sesungguhnya, Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang kaya raya, makanya tak aneh bila Indonesia dijuluki sebagai zamrud khatulistiwa. Potensi kekayaan alam Indonesia antara lain, kekayaan hutan, perkebunan, kelautan, BBM, emas dan barang-barang tambang lainnya.
Menurut data, Indonesia memiliki 60 ladang minyak (basins), 38 di antaranya telah dieksplorasi, dengan cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas. Kapasitas produksinya hingga tahun 2000 baru sekitar 0,48 miliar barrel minyak dan 2,26 triliun TCF. Ini menunjukkan bahwa volume dan kapasitas BBM sebenarnya cukup besar dan sangat mampu mencukupi kebutuhan rakyat di dalam negeri (Sumber Data ; Walhi, 2004)


Salah satu ladang minyak Indonesia yang sangat potensial adalah Blok Cepu. Secara bisnis potensi minyak Blok Cepu sangat menggiurkan. Setiap harinya, ladang minyak Blok Cepu ini bisa menghasilkan sekitar sekitar 200.000 barel perhari. Jumlah itu dengan asumsi harga minyak US$60 perbarel, maka dalam sebulan bisa menghasilkan dana Rp 3,6 triliun atau Rp 43, 2 trilun setahun.
Demikian besarnya potensi minyak Indonesia, yang seyogianya bisa memakmurkan rakyat, namun kenyataan menunjukkan sebaliknya, di mana kemiskinan dan penderitaan semakin mendera rakyat banyak. Inilah sebuah ironi dan keadaan tragis bangsa kita. Yang paling ironi lagi adalah bahwa yang paling diuntungkan dalam pengelolaan eksplorasi dan eksploitasi minyak tersebut adalah para perusahaan asing
Sementara masyarakat di wilayah yang kaya minyak tetap miskin. Sebagai illustrasi, jumlah penduduk miskin di Kaltim naik 2,8 persen pada tahun 2001 dibandingkan tahun 1999 (data BKKBN). Dari total 2,7 juta populasi Kaltim 12% di antaranya adalah penduduk miskin merata di 13 kota dan kabupaten. Juara miskinnya adalah Kutai Kertanegara (17% dari total populasinya).
Proyek Exxon di Aceh dan Freeport di Papua, juga menjadi contoh betapa rakyat sekitarnya masih berada dalam kemiskinan. Padahal kekayaan tambangnya terus dikuras habis-habisan. Namun rakyat lebih banyak diam, karena bingung tak tau harus berbuat apa. Meskipun mereka memiliki wakil di DPR, suara mereka tak pernah terwakili. Rakyat sering tak mampu menyampaikan keresahannya kepada para pejabat. Mereka lebih banyak bersabar dan sering menyaksikan kemewahan hidup orang asing yang mengambil minyak dan kekayaan di wilayahnya. Mereka hanya lebih banyak bersikap sabar. Namun, jika kesabaran mulai habis, maka yang muncul adalah kejengkelan yang hal ini mudah menyulut gejolak sosial.
Begitulah, kemiskinan memang sering terdapat di wilayah pengurasan migas yang dikelola oleh perusahaan transnasional (yang menangguk laba jutaan dollar AS): Perlu diketahui, perusahaan asing yang mendominasi sumur minyak Indonesia saat ini mencapai 71 perusahaan, sedangkan yang sudah mendapat izin total 105 perusahaan (Sumber Departemen ESDM). Di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) terdapat 9 perusahaan; Riau ada 21 perusahaan; Sumatera Selatan sebanyak 22 perusahaan; Babelan Bekasi-Jawa Barat dan Jawa Timur sebanyak 13 perusahaan; Kalimantan Timur, 19 perusahan migas.
Berdasarkan data dari Walhi, saat ini penguasaan minyak bumi Indonesia hampir 90 % dikuasai asing. Realita ini sangat kontras dengan isi pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”.
Pasal itu seolah telah diganti, bahwa kekayaan alam yang ada di negeri Indonesia ini dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran pemilik modal, investor asing, atau tengkulak yang sudah keterlaluan mengkhianati rakyat.
Inilah ironi bangsa kita, mereka menderita kelaparan di lumbung padi. Kita adalah negara kaya raya, tetapi menjadi miskin karena kepicikan dan ketololan serta keserakahan bangsa kita sendiri.(baca pejabat kita sendiri). Mereka enak saja menyerahkan emas hitam tersebut ke tangan asing.
Selain fenomena tragis tersebut, di Pertamina sendiri sebagai BUMN, praktek korupsi belum bisa ditangani secara tuntas. Pendapatan negara dari migas tersebut cendrung dikelola secara terutup dan para pejabat Pertamina cendrung hidup mewah di tengah merebaknya kemiskinan dan penderitaan rakyat. Menurut audit PWC 1999 negara telah kehilangan jutaan dollar AS antara bulan April 1996 - Maret 1998, akibat kerugian yang dialami Pertamina karena praktek korupsi dan inefisiensi. Kasus penyeludupan minyak lewat pipa di bawah laut merupakan realita yang menyakiti hati rakyat. Di tengah kelangkaan dan tingginya harga BBM, malah oknum Pertamina melakukan penyeludupan BBM.
Sedikitnya ada 156 kasus (yang sudah didaftar di Kejagung) tentang salah-urusnya pengelolaan energi kita. Ilustrasinya:
– Krisis gas di Aceh: Potensi kerugian negara min. Rp 31,8 miliar/tahun dari pembayaran deviden PT ASEAN Aceh Fertilizer (AAF) saja.
– Kasus tukar-produk gas & minyak antara ConocoPhilips dan PT Caltex Pacific Indonesia (CPI): Potensi kerugian negara US$ 36 juta/bulan karena setiap hasil penjualan minyak mentah yang seharusnya masuk ke kas negara oleh CPI ditukar dengan gas milik ConocoPhilips.
– Kasus penjualan 2 tanker raksasa: Pertamina pasti rugi, karena laba penjualan sebuah tanker raksasa (US$ 95 juta) akan habis jika menyewa selama 10 tahun, padahal umur ekonomis tanker baru hanya 25 tahun.(Sumber Walhi, 2004)
Dengan naiknya harga BBM secara hebat, yakni 130 % pada bulan oktober yang didahului kenaikan 30 % pada bulan Maret, maka tingkat kemiskinan rakyat makin tinggi. Tak ayal lagi rakyat makin menderita dan sengsara, karena kenaikan BBM pasti diikuti harga-harga kebutuhan pokok. Dana kompensasi tak berarti apa-apa bagi rakyat miskin, karena dana yang diterima jauh mencukupi biaya kebutuhan mereka yang melonjak. Karena beratnya biaya akibat kenaikan harga BBM, maka banyak rakyat yang stress. Tak tergambarkan betapa menderitanya rakyat akibat naiknya harga BBM tersebut. Rakyat menjadi korban akibat salah urusnya sumberdaya energi kita yang kaya-raya ditambah praktek KKN yang demikian menggurita di sektor ini.

Penutup
Untuk keluar dari problem yang ironis ini, banyak langkah, strategi dan kebijakan politik yang harus diambil, Pertama, memberantas KKN di seluruh BUMN dan birikrasi. Kedua, efisiensi dalam pengeloaan perusahaan negara.. Ketiga, membatasi kekuasaan para perusahaan raksasa (modal swasta asing, modal negara asing & swasta dalam negeri). Energi (BBM), sebagai salah satu hajat hidup rakyat tidak boleh dijual (diserahkan kepada pihak asing atau swasta. Sabda Nabi Saw, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput gembalaan, dan api. (HR Ibn Majah).
Karena itu, negaralah yang harus mengelola sumberdaya energi. Jika di BUMN tersebut, banyak praktek korupsi dan inefisiensi, maka pengelolaannya jangan diserahkan kepada asing, tetapi KKNnya yang diberantas secara sungguh-sungguh.Jika ada tikus-tikus di lumbung padi, jangan lumbung padinya yang dibakar, tapi tikusnya yang diusir dan dihilangkan.

Read More..

Minyak Babelan Bekasi Resmi Berproduksi

JAKARTA, (PR).- PT Pertamina EP, subkontraktor PT Pertamina (Persero), secara resmi mulai melakukan produksi minyak dari Lapangan Pondok Tengah yang berlokasi di Babelan, Bekasi, Jawa Barat. Dengan beroperasinya lapangan ini, produksi minyak Indonesia meningkat 1.000-3.000 barel per hari (bph).

Peresmian produksi pertama dilakukan Wakil Dirut PT Pertamina (Persero) Iin Arifin Tahkyan di Jakarta, Rabu (9/8). Lapangan Pondok Tengah yang ditemukan pada 2003 itu mampu mencapai puncak produksi 16.000 barel per hari pada Oktober 2008.

”Produksi perdana ini lebih cepat dari target semula pada 2008. Lapangan Pondok Tengah akan menambah produksi minyak dan kondensat Pertamina yang selama Januari-Juli mencapai 89.895 barel per hari,” kata Iin.

Secara nasional, target produksi minyak dan kondensat dalam APBN 2006 sebesar 1,01 juta barel per hari. Pemerintah berharap Pertamina memberi kontribusi sekira 10 persen atau 110.000 barel per hari. Sementara produksi minyak dan kondensat seluruh produsen migas yang beroperasi di Indonesia Januari-Juli 2006 sebesar 1,029 juta barel per hari atau 98 persen dari target APBN 1,01 juta barel per hari.

Menurut Iin, lapangan Pondok Tengah juga memproduksi gas bumi dengan puncak produksi 16 juta kaki kubik per hari dan elpiji 200 ton/hari. Cadangan Lapangan Pondok Tengah sekira 146 miliar barel minyak dan 48 miliar kaki kubik gas.

Pengembangan Lapangan Pondok Tengah akan dilakukan dengan mengebor 46 sumur, terdiri dari 33 sumur produksi dan 13 sumur injeksi. ”Keseluruhan pengeboran dan pembangunan fasilitas produksi akan diselesaikan awal 2008,” kata Iin menjelaskan.

Setelah Pondok Tengah, produksi minyak Pertamina akan bertambah lagi dari Lapangan Sukowati, Bojonegoro antara 1.000-2.000 barel per hari mulai September 2006. ”Dengan demikian, sampai akhir tahun ini produksi minyak dan kondensat Pertamina bisa bertambah antara 3.000-5.000 barel per hari,” tutur Iin.

Di tempat yang sama, Dirut PT Pertamina EP, Kun Kurneli menjelaskan, saat ini terdapat 60 ladang migas berprospek yang siap untuk digarap PT Pertamina EP. Dari jumlah tersebut, sebanyak 37 ladang berprospek sudah melalui uji analisis teknis.

”Dari yang sudah uji analisis teksnis itu, sekarang tinggal dipilih mana yang mau diprioritas. Sebagian besar ladang migas yang prospektif terdapat di Jawa Barat dan Jawa Timur, serta Sumatra Selatan sekitar 5-7 ladang,” ujar Kun.

Deputi Derektur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina, Hanung Budya mengatakan, akibat musim kemarau yang berkepanjangan telah menimbulkan kendala alam dalam pendistribusian BBM di sejumlah daerah yang menggunakan transportasi air.

”Padahal ketahanan stok BBM nasional, per 8 Agustus 2006, cukup aman, yakni di level 22,8 hari. Tapi karena terjadi penyusutan/pendangkalan alur air, terjadi keterlambatan,” katanya.

Read More..

Ditemukannya satu sumur-sumur minyak baru di daerah miskin Babelan Bekasi ditengarai akan menjadikan daerah itu sekaya Riau.

TEMPO Edisi 9 – 15 Februari 2004 mengulasnya dalam rubrik Ekonomi Bisnis.
Sejauh ini sudah 16 sumur pengeboran bekerja di dua struktur minyak baru di Babelan – yaitu di Tambun dan Pondok Tengah. Tahun ini akan bertambah tiga sumur lagi dan jumlahnya akan makin banyak dalam beberapa tahun ke depan. Jadi jangan kaget jika kelak langit Babelan tak lagi mengenal kegelapan malam.


Nasib Babelan yang selama ini dikenal sebagai satu daerah termiskin di Bekasi tampaknya akan segera berubah. Masalah kecilnya pendapatan keluarga pendidikan air bersih dan kesehatan akan dapat segera teratasi jika 115 ribu warga Babelan yang ada benar-benar dapat menikmati sebagian dari hasil sumur-sumur minyak yang ditemukan di wilayahnya. Tapi akankah hal ini segera menjadi kenyataan?.

Direktur Hulu PERTAMINA Bambang Nugroho menyatakan kalau sejauh ini pihaknya telah mengucurkan bantuan senilai 4,7 milyar rupiah dimana 3,8 milyar diantaranya digunakan untuk perbaikan dan pembangunan jalan baru. PERTAMINA juga sudah memiliki program pembangunan komunitas yang akan dijalankan selama PERTAMINA beroperasi disana. Tapi menurutnya perubahan tidak serta merta tergantung pada PERTAMINA saja.

Pandangan tadi bisa jadi benar karena hingga saat ini – meskipun PERTAMINA atau anak-anak perusahaannya sudah menggandeng perusahaan-perusahaan daerah Bekasi namun pemerintah daerah Bekasi sendiri belum banyak melakukan upaya ‘menjemput bola’.

Pengamat perminyakan Kurtubi menyayangkan hal ini karena menurutnya temuan PERTAMINA itu tergolong luar biasa. Tidak saja karena jumlah cadangannya yang lumayan besar tapi juga karena lokasinya yang sangat dekat sehingga dapat dengan mudah dan murah dipasok ke kilang-kilang yang ada. Pemerintah daerah Bekasi seharusnya cepat menangkap peluang bisnis ini.

Selain itu di masa depan temuan ini akan menjadi sumber pendapatan yang lumayan besar bagi PERTAMINA yang kini mesti bersaing dengan raksasa minyak dunia seperti CALTEX atau BRITISH PETROLEUM. Indonesia bisa memperbaiki produksi minyaknya yang terus turun dari 1,5 juta barrel per hari menjadi di bawah 1 juta barrel pada Januari lalu. Indonesia juga bisa mengulur waktu terjadinya net oil importer. Kendati begitu semuanya masih di atas kertas. Kembali TEMPO.

Banyak hal masih tergantung pada kemampuan PERTAMINA. Jika temuan cadangan baru tak bisa menutup penurunan produksi akibat sejumlah sumur tua berhenti berproduksi maka hasilnya akan sama saja. Walhasil langit Babelan belum benar-benar dapat terang benderang dan posisinya hanya sekedar memperpanjang nafas Indonesia saja.

~~~~~~~~~~

Kawasan Asia mencapai rekor tertinggi dalam jumlah anak yang tidak sekolah. Demikian kesimpulan UNESCO yang dirilis dalam laporannya 10 Februari lalu sebagaimana dikutip KOMPAS.

Berdasarkan angka pendidikan resmi tahun 2000 dan 2001 di 22 negara kawasan Asia Selatan dan Timur diketahui kalau 46 juta anak usia sekolah tidak duduk di bangku sekolah. Anak perempuan bahkan memiliki nasib yang lebih parah karena 28 juta anak perempuan tidak memperoleh pendidikan dasar dibandingkan anak laki-laki yang mencapai 18 juta anak.

Data-data yang dirilis UNESCO ini jelas mengejutkan. Terlebih jika anda menyimak hasil penelitian lainnya.

Penelitian di kawasan Asia Selatan dan Timur yang berpenduduk 3,4 milyar orang atau lebih dari separuh dunia menemukan fakta bahwa 104 juta anak tidak sekolah. Disusul kawasan Afrika Sahara dimana 42% anaknya tidak mengenyam pendidikan.

Memang tak dapat dipungkiri bahwa jumlah pendaftar sekolah meningkat secara berarti namun diketahui pula bahwa jumlah anak putus sekolah dasar pun demikian besar.

Di India Republik Demokratis Rakyat Laos dan Myanmar hanya separuh anak yang masuk sekolah dasar mencapai kelas lima. Disusul Nepal Kamboja dan Bangladesh di urutan berikutnya. Data ini belum termasuk kesenjangan jenis kelamin.

Laporan UNESCO ini jelas tidak dapat dipandang remeh karena jika fakta ini dibiarkan maka bukan tak mungkin kawasan Asia Timur dan Selatan yang seharusnya bertanggungjawab atas 45% masa depan dunia malah menjadi satu generasi yang hilang.

Read More..

DPR Akan Kunjungi Ladang Minyak Babelan

TEMPO Interaktif, Bekasi:Kemelut yang terjadi di Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat (DOH JBB) Pertamina di Desa Kedung Jaya, Kecamatan Babelan, memancing perhatian kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sejumlah anggota DPR pada Rabu (10/3) akan bertandang ke lokasi ladang minyak dan gas itu.



Informasi yang dihimpun Tempo News Room di Pemerintah Kabupaten Bekasi pada Selasa (9/3) menyebutkan rombongan anggota Dewan yang rencananya datang ke Kabupaten Bekasi itu dipimpin Wakil Ketua DPR AM Fatwa.

Selain ke Pemkab, anggota Dewan juga akan bertemu dengan Bupati Bekasi Saleh Manaf, sekitar pukul 08.00 WIB, untuk membicarakan persoalan yang terjadi antara masyarakat Babelan, Pemerintah Kabupaten Bekasi, dan pihak Pertamina.

Anggota Dewan yang datang itu antara lain dari Ketua Komisi VIII Bidang Energi dan Lingkungan, Ketua Komisi IV Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah dan Ketua Komisi V yang membidangi masalah perindustrian. Kedatangan mereka diharapkan dapat menjembatani persoalan antara warga yang tinggal di sekitar lokasi pengeboran dengan Pemerintah Kabupaten Bekasi dan pihak Pertamina sendiri.

Menanggapi kedatangan para wakil rakyat itu, tokoh masyarakat Bekasi bagian utara, Abid Marzuki, mengatakan hal itu harus menjadi momentum bagi para pemimpin di Kabupaten Bekasi untuk menyelesaikan kemelut yang terjadi di tengah warga sekitar, terkait dengan keberadaan eksplorasi minyak dan gas Pertamina di Babelan.

Menurut Abid, masalah yang selalu mengganjal selama ini adalah tuntutan masyarakat sekitar. Namun, katanya, apapun yang dituntut oleh warga sebenarnya tidak berlebihan. “Warga ingin perlindungan alam sekitarnya tidak rusak oleh kegiatan penambangan, menginginkan pelaksanaan community development bisa berjalan baik," kata dia.

Abid berharap dengan kunjungan itu pemerintah, baik pusat dan daerah, dapat membandingkan kondisi di Babelan dengan di berbagai wilayah yang dijadikan ladang pengeboran minyak dan gas.

“Pemerintah harus bisa belajar kasus Timika dan Bontang di mana masyarakatnya miskin di tengah alam yang kaya dan berakibat pada resistensi kuat dari warga setempat,” kata dia. Oleh karena itu, tambahnya, kondisi di Babelan tidak boleh lagi seperti di wilayah lainnya.

Abid juga mengaku heran dengan kebijakan Pertamina yang tidak membuat kilang minyak dan gas di Babelan. Padahal, kalau diolah di Babelan, untuk pemasarannya ke Jakarta akan lebih mudah.

“Kalau diangkut tiap hari akan mendapat gangguan yang berakibat lambatnya pengiriman. Apalagi, secara geografis Babelan lebih dekat dengan market ketimbang dari Balongan, ini tidak masuk akal,” kata dia.(beragai sumber)

Read More..