Selasa, 11 Maret 2008

Orang Betawi Setelah Tahun 2000


Oleh: Lukmanul Hakim S ThI

Bicara Betawi atau lebih jelasnya suku Betawi saat ini kembali hangat untuk dibicarakan. Hanya saja tingkat penekanannya berbeda. Bila dahulu menyebut etnis asli penduduk Jakarta ini hanya untuk kepentingan budaya atau pelengkap kota Jakarta semata kini bicara Betawi justru menukik pada jati diri dan produk lain yang terkait dengannya. Pembicaraan ini tak terkait dengan urusan politik dalam arti efek kemenangan Fauzi Bowo sebagai Gubernur Jakarta yang berdarah Betawi.
Di lapangan pembicaraan soal Betawi relatif melebar dan rentan dengan pembiasan di sana-sini. Hal itu terjadi, kata banyak orang, akibat ketidaklengkapan data dan informasi yang didapat sehingga kesimpulan yang dibuat pun menjadi melenceng. Pencitraan soal betawi pun menjadi lain dari betawi itu sendiri. Ataukah memang apa yang dikatakan orang soal betawi saat ini ada benarnya. Seperti ‘kaum betawi kampungan,’ ‘bukan penduduk asli Jakarta’ atau ‘orang betawi tak berpendidikan’ dan segudang pencitraan negatif lainnya. Setuju atau tidak, ini pendapat yang kuat dan beredar di telinga masyarakat.
Lalu siapa betawi sebenarnya, banyak buku dan tulisan yang muncul beberapa tahun belakangan ini mengulas soal potret orang betawi atau kebetawian. Sebut saja kumpulan tulisan dari wartawan senior Alwy Shahab yang berseri. Buku tersebut bisa jadi sedikit dipercaya lantaran dirinya orang betawi dan melakuakn penelitian mendalam serta mampu mengenal budayanya secara baik. Terlihat dari mutu tulisannya yang padat dengan informasi berharga soal betawi. Dalam buku tersebut, suku betawi diakui sebagai suku asli Jakarta namun dalam perjalannya suku betawi banyak dipengaruhi oleh banyak kultur budaya asing. Sebut saja, budaya Arab, China, Potugis dan lainnya. Pendapat ini ada benarnya karena dapat dibuktikan kenyataannya di lapangan.
Bila kita penggal babak sejarah betawi setelah tahun 2000, bicara betawi banyak dipengaruhi dengan urusan formal. Seperti kelahiran berbagai organisasi yang mengatasnamakan orang betawi atau betawi.
Seperti dikatakan pengurus badan musyawarah masyarakat betawi (bamus Betawi) baru-baru ini, setidaknya tercatat mendekati 80 organisasi yang mengatasnamanakan betawi. Menariknya, kelahiran organisasi tersebut tak jauh dari tahun 2000-an.
Apakah sebelum tahun itu tak ada orang betawi yang ‘bisa’ membuat organisasi serupa? Atau masalah kesempatan dan waktu saja yang belum mendukung. Ini perubahan dahsat bagi orang betawi yang mendiami wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Paling tidak kata salah seorang pengurus dan pendiri Ormas betawi, menurutnya, era tahun 2000-an merupakan era kebangkitan orang betawi dari tidur panjangnya. Dahulu, orang betawi selalu dipinggirkan baik dalam kebijakan formal maupun kemasyarakatan. Sekarang orang betawi mulai unjuk gigi lewat kemunculan organisasi. Paling tidak kata dia, lewat inilah dirinya mampu berperan di Jakarta dan dapat membela hak-hak orang betawi yang dahulu terpinggirkan.
Saat ini, gubernur Jakarta telah dipegang oleh orang betawi. Kehadiran Foke menjadi orang nomor satu di Jakarta sedikit banyak mendorong komunitas ras betawi sedikit ‘diorangin.’ Maksudnya adalah penghargaan untuk orang betawi mulai naik ‘satu kelas’ dari kesan ketertinggalan yang melekat selama ini.
Masalah berikutnya, apakah dengan kemunculan banyak organisasi betawi plus gubernur Jakarta dari orang betawi justru akan menampakan orang betawi seperti jadi dirinya yang sebenarnya. Atau menjadi suku ‘predator’ yang siap memangsa suku lainnya di kampung sendiri. Ini tentu jangan sampai terjadi sebab siapan pun tahu orang betawi selalu ‘welcome’ alias terbuka kepada siapa saja untuk sejajar di sampingnya asalkan harge diri gue kaga lu usik-usik.









Read More..

Prestasi Gus Dur


SURABAYA— Kembalikan santri ke istana Presiden. Demikian instruksi Sekretaris Jenderal DPP PKB, Zannuba AC Wahid, ketika membacakan pengantar Deklarasi KH Abdurahman Wahid sebagai presiden RI pada pilpres 2009 mendatang, dihadapan pengurus PKB, FKB dan puluhan ribu massa pendukung PKB di Hall Jatim Expo, di Surabaya, Minggu (24/02). Yenny mengungkapkan sembilan alasan mengapa kembali mengusung Gus Dur untuk kursi RI-1 pada pemilu mendatang. Menurut putri Gus Dur itu, alasan pertama untuk mendukung adalah Gus Dur membangun geopolitik dengan menempatkan Indonesia sebagai bangsa yang besar di dunia, bukan bangsa yang mudah dijajah. "Alasan kedua, Gus Dur juga berupaya membentuk poros baru yakni Indonesia - Jepang - Cina - India yang tidak mengekor kepada negara barat. Tidak seperti pemerintah sekarang yang tidak tegas dengan pihak asing," katanya.

Alasan ketiga, Gus Dur adalah presiden yang mengutamakan kepentingan rakyat daripada elite (pemimpin). Buktinya, Gus Dur bekerjasama dengan Brasil untuk mewujudkan harga kedelai yang murah, bukan seperti sekarang yang membeli dari AS yang mahal. Gus Dur juga terbukti menaikkan gaji PNS dan TNI/Polri. Alasan keempat, Gus Dur melakukan desakralisasi Istana agar mudah dimasuki rakyat. Karena dengan cara itu maka pemimpin akan dapat mendengar keinginan rakyat secara langsung tanpa mendasarkan laporan pejabat yang sering cari muka.

Alasan kelima, Gus Dur mendekati masyarakat dengan kasih sayang. Sehingga rakyat Papua merasa senang karena diizinkan mengibarkan "bendera kultural" yakni bendera bintang kejora, tapi mereka tetap mengibarkan "bendera struktural" yakni bendera merah putih. Alasan keenam, Gus Dur berupaya meluruskan apa yang menyimpang, karena itu Gus Dur mengangkat Baharuddin Lopa dan akhirnya diganti Marsilam Simanjuntak sebagai Jaksa Agung yang tegas terhadap korupsi. Ketujuh, Gus Dur adalah mantan presiden yang antikorupsi sehingga miskin. Bahkan pesantrennya juga belum selesai. Selanjutnya, Gus Dur adalah presiden yang mengusulkan moratorium utang untuk membangun bangsa. Dan yang terakhir adalah karena Gus Dur mampu memberikan rasa aman. "Gus Dur memberi rasa aman, karena Gus Dur itu barokah. Gus Dur itu membuat rakyat tidak was was, karena Gus Dur tak mau mempersulit sesuatu, sehingga Gus Dur dikenal dengan pameo `Gitu Aja Kok Repot`," katanya. Yenny yang hadir disambut iringan sholawat sebelum membacakan pengantar deklarasi Gus Dur untuk pilpres 2009 mendatang berkesempatan meyematkan pin kehormatan kepada sejumlah tokoh yang dinilai telah berjasa bagi PKB. Diantara yang menerima Abdul Djalil, A Suady Abu Ahmad, Al Munatsir Ali, KH Muhid Muzadi, KH Khotib Umar, KH Mutawakkil Allahah, Alm WR Soepratman. dari berbagai sumber

Read More..

Senin, 10 Maret 2008

Profil Singkat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)


Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto lengser keprabon sebagai akibat desakan arus reformasi yang kuat, mulai yang mengalir dari diskusi terbatas, unjuk rasa, unjuk keprihatinan, sampai istighosah dan lain sebagainya. Peristiwa ini menandai lahirnya era baru di Indonesia, yang kemudian disebut era reformasi. Sehari setelah peristiwa bersejarah itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mulai kebanjiran usulan dari warga NU di seluruh pelosok tanah air. Usulan yang masuk ke PBNU sangat beragam, ada yang hanya mengusulkan agar PBNU membentuk parpol, ada yang mengusulkan nama parpol. Tercatat ada 39 nama parpol yang diusulkan. Nama terbanyak yang diusulkan adalah Nahdlatul Ummah, Kebangkitan Umat dan Kebangkitan Bangsa. Ada juga yang mengusulkan lambang parpol. Unsur-unsur yang terbanyak diusulkan untuk lambang parpol adalah gambar bumi, bintang sembilan dan warna hijau. Ada yang mengusulkan bentuk hubungan dengan NU, ada yang mengusulkan visi dan misi parpol, AD/ART parpol, nama-nama untuk menjadi pengurus parpol, ada juga yang mengusulkan semuanya. Di antara yang usulannya paling lengkap adalah Lajnah Sebelas Rembang yang diketuai KH M Cholil Bisri dan PWNU Jawa Barat. Dalam menyikapi usulan yang masuk dari masyarakat Nahdliyin, PBNU menanggapinya secara hati-hati. Hal ini didasarkan pada adanya kenyataan bahwa hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo yang menetapkan bahwa secara organisatoris NU tidak terkait dengan partai politik manapun dan tidak melakukan kegiatan politik praktis. Namun demikian, sikap yang ditunjukan PBNU belum memuaskan keinginan warga NU. Banyak pihak dan kalangan NU dengan tidak sabar bahkan langsung menyatakan berdirinya parpol untuk mewadahi aspirasi politik warga NU setempat. Diantara yang sudah mendeklarasikan sebuar parpol adalah Partai Bintang Sembilan di Purwokerto dan Partai Kebangkitan Umat (Perkanu) di Cirebon.
Akhirnya, PBNU mengadakan Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 3 Juni 1998 yang menghasilkan keputusan untuk membentuk Tim Lima yang diberi tugas untuk memenuhi aspirasi warga NU. Tim Lima diketuai oleh KH Ma'ruf Amin (Rais Suriyah/Koordinator Harian PBNU), dengan anggota, KH M Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Dr KH Said Aqil Siradj, M.A. (Wakil Katib Aam PBNU), HM Rozy Munir,S.E., M.Sc. (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU). Untuk mengatasi hambatan organisatoris, Tim Lima itu dibekali Surat Keputusan PBNU.
Selanjutnya, untuk memperkuat posisi dan kemampuan kerja Tim Lima seiring semakin derasnya usulan warga NU untuk menginginkan partai politik, maka pada Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 20 Juni 1998 memberi Surat Tugas kepada Tim Lima, selain itu juga dibentuk Tim Asistensi yang diketuai oleh Arifin Djunaedi (Wakil Sekjen PBNU) dengan anggota H Muhyiddin Arubusman, H.M. Fachri Thaha Ma'ruf, Lc., Drs. H Abdul Aziz, M.A., Drs. H Andi Muarli Sunrawa, H.M. Nasihin Hasan, H Lukman Saifuddin, Drs. Amin Said Husni dan Muhaimin Iskandar. Tim Asistensi bertugas membantu Tim Lima dalam mengiventarisasi dan merangkum usulan yang ingin membentuk parpol baru, dan membantu warga NU dalam melahirkan parpol baru yang dapat mewadahi aspirasi poitik warga NU.
Pada tanggal 22 Juni 1998 Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan rapat untuk mendefinisikan dan mengelaborasikan tugas-tugasnya. Tanggal 26 - 28 Juni 1998 Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan konsinyering di Villa La Citra Cipanas untuk menyusun rancangan awal pembentukan parpol. Pertemuan ini menghasilkan lima rancangan:
Pokok-pokok Pikiran NU Mengenai Reformasi Politik, Mabda' Siyasiy, Hubungan Partai Politik dengan NU, AD/ART dan Naskah Deklarasi.

Read More..

Profil Singkat Agum Gumelar


Agum GumelarLahir: Tasikmalaya, Jawa Barat, 17 Desember 1945Hobby: SepakbolaIstri: Linda Amaliasari (puteri mantan Menparpostel Achmad Tahir)Anak: 2 orang (Khaseli dan Ami)
Perjalanan karir:1964: Tamat SMA di Bandung1969: Masuk Akademi Militer Nasional (AMN)1973-1976: Staf Kopkamtib dan Bakin1987-1988: Wakil Asintel Kopassus1988-1990: Asisten Intelijen Kopassus1991-1992: Asisten Intelijen I Kasdam Jaya1992-1993: Danrem 043/Garuda Hitam Lampung1993-1994: Direktur A Badan Intelijen dan Strategis (BAIS) ABRI1993-1994: Komandan Kopassus ke-131994-1996: Kasdam I Bukit Barisan (1994-1996).1996: Staf Ahli Pangab bidang Polkam1996-1998: Pangdam VII/Wirabuana1998: Gubernur LemhanasOktober 1999: Menteri Perhubungan Kabinet Persatuan Nasional11 Nov 2000: purnawirawan2 Juni 2001: menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menko Polsoskam2001-2004: Menteri Perhubungan
BIOGRAFI
Agum Gumelar (lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 17 Desember 1945) adalah Menteri Perhubungan pada Kabinet Gotong Royong. Agum menempuh pendidikan SD hingga SMA di Bandung. Setelah lulus SMA tahun 1964, ia sempat kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran selama setahun. Kemudian ia masuk Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang tahun 1968. Agum adalah lulusan pendidikan Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Darat (Seskoad) tahun 1985, Sesko ABRI tahun 1991, dan ia juga memperoleh gelar Master of Science (MSc) dalam bidang Manajemen dari American University pada tahun 1998.
Sepanjang karier militernya, Agum pernah bertugas sebagai Staf Kopkamtib dan Bakin (1973-1976). Agum ikut dalam Operasi Penumpasan Pemberontakan PGRS/Paraku di Kalimantan Barat, Operasi Seroja di Timor Timur, dan Operasi Penumpasan GPK di Aceh dan Irian Jaya. Ia pernah pula menjabat Wakil Asintel Kopassus (1987-1988), Asisten Intelijen Kopassus (1988-1990), Asisten Intelijen I Kasdam Jaya (1991-1992), Komandan Korem 043/Garuda Hitam Lampung (1992-1993), Direktur A Badan Intelijen dan Strategis (Bais) ABRI (1993-1994), Komandan Kopassus ke-13 (1993-1994), Kepala Staf Kodam I Bukit Barisan (1994-1996), staf ahli Panglima ABRI bidang Polkam (1996), Panglima KodamVII Wirabuana (Agustus 1996-1998), dan Gubernur Lemhannas (1998). Agum pensiun 10 November 2000 dengan pangkat terakhir jenderal kehormatan.

Read More..

Senin, 03 Maret 2008

Mentambut harlah NU ke- 82 2 Februari 2008

Oleh: A. Effendy Choirie, ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR
Nahdlatul Ulama (NU) didirikan di Surabaya pada 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H). Sebagai jam’iyyah, NU kini berusia 82 tahun. Sebagai jama’ah, usia NU setua usia pesantren yang mewarisi doktrin Sunni dari Wali Sanga, terutama dalam gaya Sunan Kalijaga di tanah Jawa.Kelahiran NU penjelmaan dari tiga semangat kebangkitan di peralihan abad ke-20. Menghadapi keterpurukan rakyat akibat penjajahan politik dan ekonomi, para ulama membentuk tiga organ yang mewakili tiga semangat kebangkitan: yaitu kebangkitan politik melalui Nahdlatul Wathan (1916), kebangkitan intelektual melalui Tashwirul Afkar (1918), dan kebangkitan ekonomi melalui Nahdlatut Tujjar (1918).Dalam rentang kiprahnya yang tua, NU mengalami lompatan luar biasa dalam gerakan politik (kebangsaan) dan kecendekiaan. Sumbangan NU dalam dua aspek ini tidak bisa diingkari. Dalam aspek yang pertama, NU tampil sebagai pengawal Republik dan penjaga NKRI yang teruji. NU terlibat dalam pembentukan Laskar Hizbullah dan Sabilillah (1945-1949), salah satu cikal bakal TNI, untuk membebaskan Republik dari cengkeraman penjajah.Pada 1945, NU mengeluarkan Resolusi Jihad yang menggelorakan perjuangan para pembela Republik. Melalui wakilnya di PPKI, KH A. Wahid Hasyim, NU menolak “Piagam Jakarta” demi persatuan bangsa.Pada periode pergolakan politik yang mengancam NKRI (1950-1960-an), NU mengecam gerakan separatis berlabel agama seperti DI/TII di Jawa Barat, PRRI/Permesta, maupun pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan. Demi menjaga “wibawa religius” pemerintahan, NU pada 1953 menggelari Soekarno dengan julukan waliyyul amri al-dlarûri bi al-syaukah, sebuah pengakuan terhadap keabsahan kekuasaan nasional dalam sudut pandang agama.Kian KukuhPilar kebangsaan NU makin kukuh pada 1984, ketika para ulama pada Muktamar Ke-27 NU di Situbondo menerima Pancasila dan menetapkan NKRI sebagai capaian final seluruh bangsa.Komitmen kebangsaan NU juga dibuktikan saat para ulama membidani kelahiran PKB. Partai yang pendiriannya difasilitasi PB NU itu tidak berasas Islam, tetapi Pancasila dan bersifat kebangsaan. Sejalan dengan garis politik NU, Fraksi Kebangkitan Bangsa di DPR menolak upaya mengembalikan Piagam Jakarta dalam perubahan konstitusi.Dalam aspek yang kedua, NU sejak awal memperjuangkan kebebasan intelektual, dengan menolak upaya penyeragaman mazhab keagamaan oleh Wahabisme. Komite Hijaz yang dibentuk para ulama adalah untuk membela keragaman tafsir atas Islam sebagaimana diwakili para ulama mazhab. Sikap ini membuat NU menjelma menjadi organisasi Islam dengan khazanah intelektual yang sangat kaya.NU mewarisi berjilid-jilid kitab tafsir Alquran, syarah kitab-kitab hadits, fikih, kalam, dlsb. Pluralisme menjadi sesuatu yang tidak asing dalam nalar komunitas Nahdliyin.Gerakan intelektual ini mencapai masa keemasannya ketika NU dipimpin KH Abdurrahman Wahid (1984-1999). NU memperoleh berkat terselubung dari impitan politik Orde Baru. Di tengah struktur politik yang meminggirkan NU, Gus Dur mengambil terobosan kultural penting.Hasilnya mengejutkan. Anak-anak muda NU yang berbasis pesantren tiba-tiba berada di garda depan wacana seputar pluralisme, demokrasi, dan civil society. NU mulai dibicarakan secara luas dan mengundang minat banyak sarjana asing karena pemihakannya yang jelas kepada demokrasi, penegakan HAM, dan civil society.Dari komunitas sarungan, anak-anak muda NU kini banyak terlibat dalam gerakan pengayaan wacana Islam di Indonesia. Sebagian di antara mereka menjadi ikon gerakan liberalisme baru.Berbeda dengan kepeloporannya di bidang kebangsaan dan kecendekiaan yang menjanjikan, pilar ketiga NU, yaitu kemandirian ekonomi, adalah pilar NU yang paling rapuh. Kendati Nahdlatut Tujjar adalah elemen penting dari embrio lahirnya NU, diskursus pengembangan ekonomi umat tampaknya hingga kini tidak menempati urutan prioritas program paling atas. Dari sekian wacana-wacana yang digeluti para kader NU, sedikit sekali yang diceritakan tentang kiprah Nahdlatut Tujjar sebagai pendahulu NU.Tidak heran, wacana entrepreneurship jauh tertinggal ketimbang wacana politik (pilpres, pilkada, sistem pemilu, partai politik, dlsb) atau wacana LSM (demokrasi, HAM, gender, dst). Menjadi pengusaha, tampaknya, di seberang ufuk cita-cita Nahdliyin ketimbang menjadi politisi, tokoh agama, atau LSM.Jihad EkonomiPada 1990, NU mengambil ijtihad ekonomi yang penting. Berkongsi dengan Bank Summa, PB NU membentuk Bank Perkreditan Rakyat Nusumma. Hanya dalam satu tahun, bank yang diorientasikan untuk mengucurkan kredit usaha kecil di pedesaan itu limbung setelah induknya, Summa, rontok dihantam kredit macet.BPR Nusumma kemudian sempat mengalami beberapa kali peralihan kepemilikan saham. Sebelum kembali ke PT Duta Dunia Perintis milik PB NU, mayoritas sahamnya sempat pindah tangan ke PT Jawa Pos dan PT Hawari Sekawan.Pada awal 2006, terdapat 2.300 BPR yang beroperasi di seluruh Indonesia, namun jumlah itu menyusut hingga menjadi 2.000 pada akhir 2006 dan terus berkurang tinggal 1.767. BPR Nusumma adalah proyek ekonomi NU yang kurang berhasil meski tidak gagal total.NU sebenarnya memiliki konsen untuk menggarap bidang perekonomian. NU, misalnya, memiliki Lembaga Perekonomian NU (LPNU) yang tersebar di 24 wilayah dan 207 cabang di seluruh Indonesia. NU juga mempunyai Lembaga Pengembangan Pertanian NU (LP2NU) di 19 wilayah dan 140 cabang.Selain itu, NU mempunyai Induk Koperasi Pesantren (Inkopotren), Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja NU (LPTKNU), dan Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi). Namun, dibanding dengan gerakan tradisi intelektual dan politik, program ekonomi dan pemberdayaan sosial menjadi gerbong terakhir dari lokomotif NU. Program-program NU di bidang ekonomi jauh dari memadai. Sebagian masih wacana dan belum menyentuh masyarakat secara langsung.Dirgahayu Nahdlatul Ulama

Read More..