Selasa, 12 Februari 2008

Pemikiran Agama Dalam Sejarah Islam

Oleh: Lukmanul Hakim S Th I
Dua peristiwa bersejarah berujung pembunuhan dua tokoh besar dalam Islam. Mihnah diambil dari kata bahasa arab. artinya, cobaan atau peristiwa yang terjadi pada diri Imam Ahmad Bin Hambali dan rekannya akibat pengakuannya bahwa qur’an itu qodim (kekal). Hal itu terjadi pada era khalifah Al Wasiq salah satu khalifah Abbasiyah di Baghdad. Kedua, nakhbah, artinya ujian, kasus yang sama dialamatkan kepada Ibnu Rusyd oleh khalifah Al Makmun salah satu khalifah Bani Muwahhidun di Maroko akibat berfiikiran kritis dalam agama.
Bagi Al-Jabiri, pemikir muslim asal Maroko itu, dua kasus itu tak sekedar murni urusan pemikiran keagamaan masing-masing. Imam Hambali dituding menolak menyebut Qur’an itu makhlug seperti yang diinginkan penguasa yang didominasi paham muktazilah. Dan Ibnu Rusyd dianggap berpikiran liberal dalam agama dan dimungkinkan merusak akibah umat Islam. Tapi, kata Jabiri ada faktor politik yang tersebunyi yang dirasakan meruskan stabilitas negara dan posisi khalifah dari kursinya.
Imam Hambali seperti tuduhan penguasa, dirinya dianggap sangat dekat dengan lawan politknya dari pihak Abu Muslim Alkhurasani di Irak. Kelompok ini bagi penguasa Abbasiyah dianggap separatisme yang mengancam posisi negara dan jabatannya. Masih dengan kelompok ini, mereka eks pendukung Abu Mislim Alkhurasani yang juga salah satu pendiri Dinasti Abbasiyah saat pendiriannya pertama namun di tengah perjalannya karirnya didepak habis oleh saingannya yaitu Al Makmun. Maka pengikut yang saat itu dekat dengan imam hambali sangat dicurigai sebagai cikal bakal pemberontakan terhadap negara. Sedangkan, Hambali dituding berada pada posisi yang dekat dengan kaum pemberontak.
Sedangkan Ibnu Rusyd dianggap sosok bersih dan memiliki karir yang cemerlang di istana. Karena pretasinya itu sainganya sulit untuk menggoyang posisinya. Namun kali ini, Ibnu Rusd dianggap membuat celah untuk dimejahijaukan oleh persaingnya lantaran mengomentari isi buku Plato yang berjudul “Republika” atau Jamawi Siyasati Aflatun. Dalam komentar ringkasanya, dirinya mengulas soal determinasi kaum perempuan dalam politik dan siklus kelahiran dinasti Muwahhidun yang didapat dari cara-cara teror dan peperangan dari dinasti sebelumnya. Meski dia, hanya membuat komentar yang tak tersebut dalam buku Plato, pemikirannya itu, dikira terlalu jauh dan merugikan pihak penguasa dan memperkuat separatisme yang menjadi saingannya yang juga berada di istana. Akhirnya karya Ibu Rusd dihanguskan berserta karya yang berbau filsafat lainnya.
Dua kasus ini bagi Jabiri, sebagai siklus sejarah dalam umat Islam yang amat penting. Terpenting baginya adalah bagaimana roda pemahaman keagamaan yang satu dapat berjalan dengan merugikan pihak yang lain? Ingin lebih rinci lagi silakan membaca buku serupa, Mustaqqopuna fil hadarah Arabiyyah. Mihnah Ibnu hambal wal Nakhbah Ibu Rusyd. man

Tidak ada komentar: