Selasa, 11 Maret 2008

Prestasi Gus Dur


SURABAYA— Kembalikan santri ke istana Presiden. Demikian instruksi Sekretaris Jenderal DPP PKB, Zannuba AC Wahid, ketika membacakan pengantar Deklarasi KH Abdurahman Wahid sebagai presiden RI pada pilpres 2009 mendatang, dihadapan pengurus PKB, FKB dan puluhan ribu massa pendukung PKB di Hall Jatim Expo, di Surabaya, Minggu (24/02). Yenny mengungkapkan sembilan alasan mengapa kembali mengusung Gus Dur untuk kursi RI-1 pada pemilu mendatang. Menurut putri Gus Dur itu, alasan pertama untuk mendukung adalah Gus Dur membangun geopolitik dengan menempatkan Indonesia sebagai bangsa yang besar di dunia, bukan bangsa yang mudah dijajah. "Alasan kedua, Gus Dur juga berupaya membentuk poros baru yakni Indonesia - Jepang - Cina - India yang tidak mengekor kepada negara barat. Tidak seperti pemerintah sekarang yang tidak tegas dengan pihak asing," katanya.

Alasan ketiga, Gus Dur adalah presiden yang mengutamakan kepentingan rakyat daripada elite (pemimpin). Buktinya, Gus Dur bekerjasama dengan Brasil untuk mewujudkan harga kedelai yang murah, bukan seperti sekarang yang membeli dari AS yang mahal. Gus Dur juga terbukti menaikkan gaji PNS dan TNI/Polri. Alasan keempat, Gus Dur melakukan desakralisasi Istana agar mudah dimasuki rakyat. Karena dengan cara itu maka pemimpin akan dapat mendengar keinginan rakyat secara langsung tanpa mendasarkan laporan pejabat yang sering cari muka.

Alasan kelima, Gus Dur mendekati masyarakat dengan kasih sayang. Sehingga rakyat Papua merasa senang karena diizinkan mengibarkan "bendera kultural" yakni bendera bintang kejora, tapi mereka tetap mengibarkan "bendera struktural" yakni bendera merah putih. Alasan keenam, Gus Dur berupaya meluruskan apa yang menyimpang, karena itu Gus Dur mengangkat Baharuddin Lopa dan akhirnya diganti Marsilam Simanjuntak sebagai Jaksa Agung yang tegas terhadap korupsi. Ketujuh, Gus Dur adalah mantan presiden yang antikorupsi sehingga miskin. Bahkan pesantrennya juga belum selesai. Selanjutnya, Gus Dur adalah presiden yang mengusulkan moratorium utang untuk membangun bangsa. Dan yang terakhir adalah karena Gus Dur mampu memberikan rasa aman. "Gus Dur memberi rasa aman, karena Gus Dur itu barokah. Gus Dur itu membuat rakyat tidak was was, karena Gus Dur tak mau mempersulit sesuatu, sehingga Gus Dur dikenal dengan pameo `Gitu Aja Kok Repot`," katanya. Yenny yang hadir disambut iringan sholawat sebelum membacakan pengantar deklarasi Gus Dur untuk pilpres 2009 mendatang berkesempatan meyematkan pin kehormatan kepada sejumlah tokoh yang dinilai telah berjasa bagi PKB. Diantara yang menerima Abdul Djalil, A Suady Abu Ahmad, Al Munatsir Ali, KH Muhid Muzadi, KH Khotib Umar, KH Mutawakkil Allahah, Alm WR Soepratman. dari berbagai sumber

Read More..

Senin, 10 Maret 2008

Profil Singkat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)


Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto lengser keprabon sebagai akibat desakan arus reformasi yang kuat, mulai yang mengalir dari diskusi terbatas, unjuk rasa, unjuk keprihatinan, sampai istighosah dan lain sebagainya. Peristiwa ini menandai lahirnya era baru di Indonesia, yang kemudian disebut era reformasi. Sehari setelah peristiwa bersejarah itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mulai kebanjiran usulan dari warga NU di seluruh pelosok tanah air. Usulan yang masuk ke PBNU sangat beragam, ada yang hanya mengusulkan agar PBNU membentuk parpol, ada yang mengusulkan nama parpol. Tercatat ada 39 nama parpol yang diusulkan. Nama terbanyak yang diusulkan adalah Nahdlatul Ummah, Kebangkitan Umat dan Kebangkitan Bangsa. Ada juga yang mengusulkan lambang parpol. Unsur-unsur yang terbanyak diusulkan untuk lambang parpol adalah gambar bumi, bintang sembilan dan warna hijau. Ada yang mengusulkan bentuk hubungan dengan NU, ada yang mengusulkan visi dan misi parpol, AD/ART parpol, nama-nama untuk menjadi pengurus parpol, ada juga yang mengusulkan semuanya. Di antara yang usulannya paling lengkap adalah Lajnah Sebelas Rembang yang diketuai KH M Cholil Bisri dan PWNU Jawa Barat. Dalam menyikapi usulan yang masuk dari masyarakat Nahdliyin, PBNU menanggapinya secara hati-hati. Hal ini didasarkan pada adanya kenyataan bahwa hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo yang menetapkan bahwa secara organisatoris NU tidak terkait dengan partai politik manapun dan tidak melakukan kegiatan politik praktis. Namun demikian, sikap yang ditunjukan PBNU belum memuaskan keinginan warga NU. Banyak pihak dan kalangan NU dengan tidak sabar bahkan langsung menyatakan berdirinya parpol untuk mewadahi aspirasi politik warga NU setempat. Diantara yang sudah mendeklarasikan sebuar parpol adalah Partai Bintang Sembilan di Purwokerto dan Partai Kebangkitan Umat (Perkanu) di Cirebon.
Akhirnya, PBNU mengadakan Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 3 Juni 1998 yang menghasilkan keputusan untuk membentuk Tim Lima yang diberi tugas untuk memenuhi aspirasi warga NU. Tim Lima diketuai oleh KH Ma'ruf Amin (Rais Suriyah/Koordinator Harian PBNU), dengan anggota, KH M Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Dr KH Said Aqil Siradj, M.A. (Wakil Katib Aam PBNU), HM Rozy Munir,S.E., M.Sc. (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU). Untuk mengatasi hambatan organisatoris, Tim Lima itu dibekali Surat Keputusan PBNU.
Selanjutnya, untuk memperkuat posisi dan kemampuan kerja Tim Lima seiring semakin derasnya usulan warga NU untuk menginginkan partai politik, maka pada Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 20 Juni 1998 memberi Surat Tugas kepada Tim Lima, selain itu juga dibentuk Tim Asistensi yang diketuai oleh Arifin Djunaedi (Wakil Sekjen PBNU) dengan anggota H Muhyiddin Arubusman, H.M. Fachri Thaha Ma'ruf, Lc., Drs. H Abdul Aziz, M.A., Drs. H Andi Muarli Sunrawa, H.M. Nasihin Hasan, H Lukman Saifuddin, Drs. Amin Said Husni dan Muhaimin Iskandar. Tim Asistensi bertugas membantu Tim Lima dalam mengiventarisasi dan merangkum usulan yang ingin membentuk parpol baru, dan membantu warga NU dalam melahirkan parpol baru yang dapat mewadahi aspirasi poitik warga NU.
Pada tanggal 22 Juni 1998 Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan rapat untuk mendefinisikan dan mengelaborasikan tugas-tugasnya. Tanggal 26 - 28 Juni 1998 Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan konsinyering di Villa La Citra Cipanas untuk menyusun rancangan awal pembentukan parpol. Pertemuan ini menghasilkan lima rancangan:
Pokok-pokok Pikiran NU Mengenai Reformasi Politik, Mabda' Siyasiy, Hubungan Partai Politik dengan NU, AD/ART dan Naskah Deklarasi.

Read More..

Profil Singkat Agum Gumelar


Agum GumelarLahir: Tasikmalaya, Jawa Barat, 17 Desember 1945Hobby: SepakbolaIstri: Linda Amaliasari (puteri mantan Menparpostel Achmad Tahir)Anak: 2 orang (Khaseli dan Ami)
Perjalanan karir:1964: Tamat SMA di Bandung1969: Masuk Akademi Militer Nasional (AMN)1973-1976: Staf Kopkamtib dan Bakin1987-1988: Wakil Asintel Kopassus1988-1990: Asisten Intelijen Kopassus1991-1992: Asisten Intelijen I Kasdam Jaya1992-1993: Danrem 043/Garuda Hitam Lampung1993-1994: Direktur A Badan Intelijen dan Strategis (BAIS) ABRI1993-1994: Komandan Kopassus ke-131994-1996: Kasdam I Bukit Barisan (1994-1996).1996: Staf Ahli Pangab bidang Polkam1996-1998: Pangdam VII/Wirabuana1998: Gubernur LemhanasOktober 1999: Menteri Perhubungan Kabinet Persatuan Nasional11 Nov 2000: purnawirawan2 Juni 2001: menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menko Polsoskam2001-2004: Menteri Perhubungan
BIOGRAFI
Agum Gumelar (lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 17 Desember 1945) adalah Menteri Perhubungan pada Kabinet Gotong Royong. Agum menempuh pendidikan SD hingga SMA di Bandung. Setelah lulus SMA tahun 1964, ia sempat kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran selama setahun. Kemudian ia masuk Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang tahun 1968. Agum adalah lulusan pendidikan Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Darat (Seskoad) tahun 1985, Sesko ABRI tahun 1991, dan ia juga memperoleh gelar Master of Science (MSc) dalam bidang Manajemen dari American University pada tahun 1998.
Sepanjang karier militernya, Agum pernah bertugas sebagai Staf Kopkamtib dan Bakin (1973-1976). Agum ikut dalam Operasi Penumpasan Pemberontakan PGRS/Paraku di Kalimantan Barat, Operasi Seroja di Timor Timur, dan Operasi Penumpasan GPK di Aceh dan Irian Jaya. Ia pernah pula menjabat Wakil Asintel Kopassus (1987-1988), Asisten Intelijen Kopassus (1988-1990), Asisten Intelijen I Kasdam Jaya (1991-1992), Komandan Korem 043/Garuda Hitam Lampung (1992-1993), Direktur A Badan Intelijen dan Strategis (Bais) ABRI (1993-1994), Komandan Kopassus ke-13 (1993-1994), Kepala Staf Kodam I Bukit Barisan (1994-1996), staf ahli Panglima ABRI bidang Polkam (1996), Panglima KodamVII Wirabuana (Agustus 1996-1998), dan Gubernur Lemhannas (1998). Agum pensiun 10 November 2000 dengan pangkat terakhir jenderal kehormatan.

Read More..

Senin, 03 Maret 2008

Mentambut harlah NU ke- 82 2 Februari 2008

Oleh: A. Effendy Choirie, ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR
Nahdlatul Ulama (NU) didirikan di Surabaya pada 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H). Sebagai jam’iyyah, NU kini berusia 82 tahun. Sebagai jama’ah, usia NU setua usia pesantren yang mewarisi doktrin Sunni dari Wali Sanga, terutama dalam gaya Sunan Kalijaga di tanah Jawa.Kelahiran NU penjelmaan dari tiga semangat kebangkitan di peralihan abad ke-20. Menghadapi keterpurukan rakyat akibat penjajahan politik dan ekonomi, para ulama membentuk tiga organ yang mewakili tiga semangat kebangkitan: yaitu kebangkitan politik melalui Nahdlatul Wathan (1916), kebangkitan intelektual melalui Tashwirul Afkar (1918), dan kebangkitan ekonomi melalui Nahdlatut Tujjar (1918).Dalam rentang kiprahnya yang tua, NU mengalami lompatan luar biasa dalam gerakan politik (kebangsaan) dan kecendekiaan. Sumbangan NU dalam dua aspek ini tidak bisa diingkari. Dalam aspek yang pertama, NU tampil sebagai pengawal Republik dan penjaga NKRI yang teruji. NU terlibat dalam pembentukan Laskar Hizbullah dan Sabilillah (1945-1949), salah satu cikal bakal TNI, untuk membebaskan Republik dari cengkeraman penjajah.Pada 1945, NU mengeluarkan Resolusi Jihad yang menggelorakan perjuangan para pembela Republik. Melalui wakilnya di PPKI, KH A. Wahid Hasyim, NU menolak “Piagam Jakarta” demi persatuan bangsa.Pada periode pergolakan politik yang mengancam NKRI (1950-1960-an), NU mengecam gerakan separatis berlabel agama seperti DI/TII di Jawa Barat, PRRI/Permesta, maupun pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan. Demi menjaga “wibawa religius” pemerintahan, NU pada 1953 menggelari Soekarno dengan julukan waliyyul amri al-dlarûri bi al-syaukah, sebuah pengakuan terhadap keabsahan kekuasaan nasional dalam sudut pandang agama.Kian KukuhPilar kebangsaan NU makin kukuh pada 1984, ketika para ulama pada Muktamar Ke-27 NU di Situbondo menerima Pancasila dan menetapkan NKRI sebagai capaian final seluruh bangsa.Komitmen kebangsaan NU juga dibuktikan saat para ulama membidani kelahiran PKB. Partai yang pendiriannya difasilitasi PB NU itu tidak berasas Islam, tetapi Pancasila dan bersifat kebangsaan. Sejalan dengan garis politik NU, Fraksi Kebangkitan Bangsa di DPR menolak upaya mengembalikan Piagam Jakarta dalam perubahan konstitusi.Dalam aspek yang kedua, NU sejak awal memperjuangkan kebebasan intelektual, dengan menolak upaya penyeragaman mazhab keagamaan oleh Wahabisme. Komite Hijaz yang dibentuk para ulama adalah untuk membela keragaman tafsir atas Islam sebagaimana diwakili para ulama mazhab. Sikap ini membuat NU menjelma menjadi organisasi Islam dengan khazanah intelektual yang sangat kaya.NU mewarisi berjilid-jilid kitab tafsir Alquran, syarah kitab-kitab hadits, fikih, kalam, dlsb. Pluralisme menjadi sesuatu yang tidak asing dalam nalar komunitas Nahdliyin.Gerakan intelektual ini mencapai masa keemasannya ketika NU dipimpin KH Abdurrahman Wahid (1984-1999). NU memperoleh berkat terselubung dari impitan politik Orde Baru. Di tengah struktur politik yang meminggirkan NU, Gus Dur mengambil terobosan kultural penting.Hasilnya mengejutkan. Anak-anak muda NU yang berbasis pesantren tiba-tiba berada di garda depan wacana seputar pluralisme, demokrasi, dan civil society. NU mulai dibicarakan secara luas dan mengundang minat banyak sarjana asing karena pemihakannya yang jelas kepada demokrasi, penegakan HAM, dan civil society.Dari komunitas sarungan, anak-anak muda NU kini banyak terlibat dalam gerakan pengayaan wacana Islam di Indonesia. Sebagian di antara mereka menjadi ikon gerakan liberalisme baru.Berbeda dengan kepeloporannya di bidang kebangsaan dan kecendekiaan yang menjanjikan, pilar ketiga NU, yaitu kemandirian ekonomi, adalah pilar NU yang paling rapuh. Kendati Nahdlatut Tujjar adalah elemen penting dari embrio lahirnya NU, diskursus pengembangan ekonomi umat tampaknya hingga kini tidak menempati urutan prioritas program paling atas. Dari sekian wacana-wacana yang digeluti para kader NU, sedikit sekali yang diceritakan tentang kiprah Nahdlatut Tujjar sebagai pendahulu NU.Tidak heran, wacana entrepreneurship jauh tertinggal ketimbang wacana politik (pilpres, pilkada, sistem pemilu, partai politik, dlsb) atau wacana LSM (demokrasi, HAM, gender, dst). Menjadi pengusaha, tampaknya, di seberang ufuk cita-cita Nahdliyin ketimbang menjadi politisi, tokoh agama, atau LSM.Jihad EkonomiPada 1990, NU mengambil ijtihad ekonomi yang penting. Berkongsi dengan Bank Summa, PB NU membentuk Bank Perkreditan Rakyat Nusumma. Hanya dalam satu tahun, bank yang diorientasikan untuk mengucurkan kredit usaha kecil di pedesaan itu limbung setelah induknya, Summa, rontok dihantam kredit macet.BPR Nusumma kemudian sempat mengalami beberapa kali peralihan kepemilikan saham. Sebelum kembali ke PT Duta Dunia Perintis milik PB NU, mayoritas sahamnya sempat pindah tangan ke PT Jawa Pos dan PT Hawari Sekawan.Pada awal 2006, terdapat 2.300 BPR yang beroperasi di seluruh Indonesia, namun jumlah itu menyusut hingga menjadi 2.000 pada akhir 2006 dan terus berkurang tinggal 1.767. BPR Nusumma adalah proyek ekonomi NU yang kurang berhasil meski tidak gagal total.NU sebenarnya memiliki konsen untuk menggarap bidang perekonomian. NU, misalnya, memiliki Lembaga Perekonomian NU (LPNU) yang tersebar di 24 wilayah dan 207 cabang di seluruh Indonesia. NU juga mempunyai Lembaga Pengembangan Pertanian NU (LP2NU) di 19 wilayah dan 140 cabang.Selain itu, NU mempunyai Induk Koperasi Pesantren (Inkopotren), Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja NU (LPTKNU), dan Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi). Namun, dibanding dengan gerakan tradisi intelektual dan politik, program ekonomi dan pemberdayaan sosial menjadi gerbong terakhir dari lokomotif NU. Program-program NU di bidang ekonomi jauh dari memadai. Sebagian masih wacana dan belum menyentuh masyarakat secara langsung.Dirgahayu Nahdlatul Ulama

Read More..

Kamis, 28 Februari 2008

Sayur Gabus Udin Kombo: Rasanya Ora Nahaa....

Betawi yang satu ini letaknya di pinggiran Jakarta, masuk daerah Bekasi. Keluar jalan tol Cacing (Cakung-Cilincing), sedikit menyusur Jalan Raya Bekasi yang berakhir di kawasan Perumahan Harapan Indah, sebuah warung berbentuk rumah yang memanjang akan segera tampak di depan mata. Ada spanduk bertuliskan “Warung Masakan Khas Betawi, Sayur Gabus”. Hmmm…, tentulah menggoda untuk dicoba.
Duduk di dalam warung serasa dibuai angin yang bertiup sepoi-sepoi dari jeruji kayu jendela. Sawah yang menghijau terhampar di sisi selatan warung; sementara di seberangnya terdapat lahan kecokelatan, pertanda habis di panen. Panas mentari yang terik terhapus oleh embusan angin. Bertandang ke warung milik Syamsuddin ini seperti rehat sejenak dari kepenatan metropolitan. Selanjutnya, tentu saja kita wajib mencobai menu andalan Syamsuddin yang panggilan akrabnya Udin Kombo ini. Ikan gabus lazim dijumpai dalam bentuk ikan asin. Namun, gabus racikan Udin Kombo datang dalam wujud sayur. Berkuah hitam pekat serta berisi potongan ikan gabus yang menghitam. “Ini masakan khas Betawi,” ujar Udin Kombo lantang.
Rasa kuah sayur gabus ini tak ubahnya seperti hidangan rawon yang khas Jawa Timur. Warna hitam kuah berasal dari buah pucung atau keluwak. Jadi, jika Anda terbiasa menyantap rawon, ditanggung tidak akan kaget tersengat rasa sayur gabus itu. “Kalau rawon kan tetap tidak pakai gabus,” papar Udin Kombo. Di seputar warung Udin ini adalah tempat bernaungnya orang Betawi asli. Nah, sayur gabus merupakan masakan turun-temurun orang Betawi. Kebetulan ibu kandung Udin sangat pandai mengolah sayur gabus. “Sejak kecil saya sudah disosor sayur gabus,” ujarnya dengan logat Betawi yang kental. Tak hanya itu, sang emak juga kerap menjajakan hasil racikannya ke tetangga kiri kanan rumah.
Jual emas demi sayur gabus
Namun, nasib sering tak akur dengan lidah. Kelezatan sayur gabus dalam kenangan Udin serasa tenggelam dalam gelombang makanan cepat saji dan masakan luar Betawi yang cepat populer. Alhasil, sayur gabus yang masih dikerjakan secara tradisional ini semakin jarang terlihat. Menurut Udin, sayur gabus menghilang bukan lantaran orang Betawi sudah tak doyan, tapi proses pembuatannya cukup rumit, alias cuma bisa dikerjakan oleh tangan-tangan terampil saja.
Lantaran sayur gabus makin langka, Udin berinisiatif membuka warung yang khusus menjual masakan ikan ini. Enam tahun lalu bermodal 30 gram emas yang harganya Rp 27.000 per gram, Udin membeli sepetak gubuk reot di tepi sawah. Kebetulan, gubuk itu berada persis di pertigaan jalan, yang dikelilingi sawah. Demi memperbaiki gubuk yang nyaris ambruk itu, lagi-lagi Udin merogoh 80 gram persediaan emas miliknya. Gubuk diperbaiki, namun bentuk bangunannya tetap dibikin semipermanen dengan jendela yang lebar dan panjang. “Supaya suasana alami tercipta,” katanya.
Perjuangan belum selesai. Membuat masakan sayur gabus yang khas, seperti bikinan emaknya, ternyata tidak mudah. Berkali-kali Udin dan istrinya mengobrak-abrik resep untuk kuah. “Sampai menemukan rasa yang pas,” timpal Udin. Untung saja, eksperimen bumbu ini cuma memakan waktu sebulan. Bulan berikutnya, warung sayur gabus kreasi Udin sudah siap beroperasi.
Bumbu sayur gabus terdiri dari cabai, bawang merah dan putih, lada, jahe, kemiri, dan kacang tanah yang ditumis. Campuran bumbu ini dituangkan bersama pucung ke dalam kuali berisi air, sampai mendidih. Selanjutnya, menyusul potongan ikan gabus. Lantas, siap sudah sajian khas Betawi ini.
Semua ikan gabus itu hasil tangkapan
Selain menaruh perhatian pada racikan bumbu, pengolahan ikan gabus juga harus dicemati. Maklum, tidak sembarang orang bisa mengolah ikan gabus. Terutama, saat menyisik sirip ikan gabus. Selain membutuhkan pisau yang tajam, si penyisik juga harus bisa mengelupas semua sisik ikan sampai putih dan bersih. “Kalau masih ada sisiknya akan amis,” kata Udin yang mempekerjakan 15 orang ini. Tak heran jika Udin tidak asal mencomot tenaga pembersih. Kebanyakan karyawan di sana adalah ibu-ibu yang masih memiliki hubungan saudara, atau tetangga Udin sendiri.
Satu kilogram ikan gabus, yang jumlahnya antara tiga dan empat ekor, bisa dibikin menjadi lima porsi sayur gabus. Seporsi sayur gabus, oleh Udin, dijual Rp 7.500. Untuk sayur gabus lengkap dengan nasi putih, lalapan, plus minuman dingin, biasanya tak lebih dari Rp 20.000 per orang.
Awalnya dulu, Udin cuma mampu menghabiskan 2 kg ikan gabus dalam sehari. Perlahan tapi pasti, kebutuhan ikan gabus pun meningkat. Pertanda orang mulai berdatangan ke tempat makannya. Kini pelanggan Udin bukan cuma para tetangga, atau penduduk daerah sekitar Bekasi. Pelanggan sayur gabusnya datang dari mana-mana. Dari Tebet, Rawamangun, Pulogadung, dan pelosok Jakarta lain. “Kalau si Pitung masih hidup, pasti mampir juga,” celotehnya.
Belakangan ini saban hari Udin harus menyediakan sekitar 40 kg ikan gabus. Malah, untuk akhir pekan dan hari libur, kebutuhannya meningkat menjadi 60 kg per harinya. Selain itu, Udin juga harus menyediakan 30 kg-50 kg beras sehari. Tak ketinggalan juga, 20 kg pucung yang diambil isinya.
Udin jelas membutuhkan ikan gabus dalam jumlah banyak. Namun, dia tak pernah khawatir mengecewakan pengunjung. Malah, Udin hanya ongkang-ongkang kaki menunggu para pengepul ikan gabus datang ke warungnya. Tiap hari, tak kurang dari 50 kg ikan gabus diantar para pengepul dari berbagai daerah, seperti Babelan, Bekasi, Tangerang, dan Cikampek. Ikan ini bukan datang dari peternak, lo. “Semua ikan gabus itu tangkapan,” ujarnya. Lantas, Udin menaruh ikan itu di beberapa kolam dekat warungnya, demi menjaga kesegaran.
Nah, sembari menikmati angin yang semilir dan menunggu para pengepul ikan menyerahkan bawaannya, Udin pun berhitung-hitung. Menurut pengakuannya, omzet sayur gabus kelas warung ini tak kurang dari Rp 2 juta sehari. “Lumayan, saya bisa menghidupi keluarga dan tetangga,” ujar bapak delapan anak ini.
Mengincar Greng atau Warisan?
Konon, ikan gabus sulit ditangkar. Memungutnya pun tak segampang mengambil katak sawah, karena kebanyakan menggunakan setrum. Maklum, ikan yang kepalanya mirip lele ini betah mengendon di dasar air berlumpur. Namun, kegurihan daging gabus membikin penyantapnya lupa bahwa berburu gabus itu susah. Sudah begitu, menurut Syamsuddin, pemilik warung Sayur Gabus, ikan gabus banyak khasiatnya. Misalnya, menyantap ikan gabus dipercaya lekas menyembuhkan luka habis melahirkan. “Itu yang saya tahu, lo,” kata Udin Kombo, panggilan akrab Syamsuddin.
Belum cukup. Bagi lelaki Betawi, ikan gabus dipercaya mempunyai khasiat yang joss. Yaitu, “Bisa meningkatkan hormon laki-laki,” bisik Udin. Nah, bagian potongan ikan gabus mana yang punya daya greng? Ternyata bagian dalam kepala ikan gabus, yakni di otaknya. Cuma nanti dulu, jangan langsung memecahkan batok kepala si gabus. Setelah semua daging di sisi-sisi kepala terambil, baru mengambil isi kepalanya. Caranya dengan mengisap langsung di bagian mulut gabus tersebut. “Sekali sroot… semua isi akan termakan,” kata Udin mengajari “encrotan” ala gabus.
Nah, menyusur tradisi, konon, sayur gabus ini juga bisa meluluhkan hati para juragan tanah yang memiliki anak gadis. Jika Anda menaksir gadis Betawi, tak perlu pamer emas, kekayaan, atau jabatan. Cukuplah bertandang membawa sayur gabus, dua atau tiga kali berurutan. “Pasti dah, ente kebagian tanah warisan,” tutur Udin sambil tersenyum. Masalahnya, sekarang banyak orang Betawi yang bukan juragan tanah lagi, nih. dari berbagai sumber

Read More..